Yoganidra ( 9 )
Cerita  sebelumnya :
"Ya, cucunda Dewi, sudah menjadi kewajibanku, untuk menuntunmu dalam
laku tapa ini."
Rupanya keberadaan dan percakapanku dengan Eyang Mpu Barada adalah dalam tataran sambung sukma, karena antara kami berdua tidak saling bicara namun mengerti apa yang ada pikiran kami masing-masing sehingga terjadi komunikasi layaknya orang bicara, melainkan dalam batin. Â ( Bersambung )
Selama tujuh hari itu memang kualami banyak godaan rohani, jelas aku tidak makan dan tidak minum. Hadir dalam bayangku seperti kenyataan makanan yang serba  lezat dan minuman yang menyegarkan terhidang di hadapanku.
Pernah aku diajak menjelajah melalui lorong-lorong gelap penuh binatang buas, yang mencabik-cabik tubuh manusia dengan sangat mengerikan, ular melilit tubuh orang-orang sehingga orang itu tidak berdaya.
Gambaran keadaan seperti neraka yang penuh penderitaan bagi orang-orang yang memuaskan nafsu kedagingan baik dalam makanan, maupun nafsu seksualnya serta rasa rakus untuk mencari kekuasaan, harta, teman hidup namun hanya untuk kepuasan semata, bukan untuk keluhuran yang mesti dipertanggungjawabkan.
Aku melanglang melihat keindahan taman mahaindah yang belum pernah kulihat, di tempat orang bernyanyi dengan suara merdu hapsari memuji keindahan jagad raya dan penciptanya, Sang Hyang Widhi. Orang menari-nari kegirangan, bersorak sorai dalam kebahagiaan yang terpancar dari raut muka berseri sempurna, karena sebuah kemenangan mengalahkan segala hawa nafsu cobaan.
Hal yang paling mengesankan adalah adanya dunia lain tempat orang-orang dalam penantian, penyucian untuk pembersihan dirinya dari segala dosa dan kesalahan yang pernah dibuatnya. Orang-orang di sana butuh doa dan laku tapa dari orang-orang yang masih tinggal di dunia fana. Mereka menunggu kerahiman dan kemurahan Sang Hyang Widhi, jika saatnya tiba nanti, mereka boleh merasakan kedamaian dan kebahagiaan Swargaloka.