Yoganidra ( 2)
Cerita  sebelumnya :
"Aku dinamakan Airlangga yang artinya 'air yang melompat'. Katanya, sebelum Ayahanda lahir, air ketuban ayah muncrat dan membasahi seluruh dinding kamar persalinan. Itu kejadian yang luar biasa. Para pinisepuh meramalkan bahwa romo akan menguasai banyak daerah, dan ternyata waktu dan kesempatan membimbing Ayahanda untuk mencapai semua itu. Ayahanda punya dua adik yaitu pamanmu Marakata, yang menjadi raja Bali sepeninggal ayah Paduka Raja dan Anak Wungsu, yang naik takhta sepeninggal Marakata. (  Bersambung )
"Nama Romo mengandung arti pawukon yang menjadi olah diri dan olah kerohanian untuk menjalani hidup. Eyang Mahendradatta pernah mengartikan nama dan paweton tanggal lahir Ayahanda yang berarti demikian: unsur aksara Jawa depan Ha dan belakang Ga, lahir pada tahun EHE Windu SANGARA, Neptu 15, wuku wayang, pangrasan lakune Srengenge, Pancasuda = Satria sejati, Dina/hari = Naga, Lintang 12 = Kur (Jun )Pranotomongso Katigo Bintang Virgo ( 22 Agustus -- 22 September) dan inilah sifat-sifat yang menonjol dari Romo.
SIFAT-SIFAT YANG SANGAT MENONJOL
     Jujur
Baik hati, mulia, kesucian
Tekun, rajin, giat, banyak bekerja (tidak suka berdiam
diri/menganggur/berpangku tangan), seorang pekerja keras
Berbudi luhur, luas budinya
Cermat, teliti
SIFAT-SIFAT YANG MENONJOL
Pemikir yang kritis/pikirannya tajam
Tenang dalam menghadapi masalah
Halus tutur kata, manis bicara (suka bicara yang baik-baik), pandai mengatur
bahasa
Suka mengharapkan sanjungan/pujian
Suka menolong/membantu, mudah dimintai bantuan, ringan tangan
Mudah tersinggung/emosi, peka perasaannya
Perintahnya lembut awalnya tapi keras akhirnya
Penyendiri (suka sendirian), suka sepi/kesunyian, tidak suka berkumpul
dengan banyak orang
Disukai/disenangi kawan (banyak orang menyukai/mengasihi), serta banyak
 teman dan sahabatnya. Walaupun kadang-kadang mempunyai sifat
dimusuhi/disirik banyak orang, kalau berteman hanya sebentar
Ikhlas/suka rela/tulus hati, jika menolong tidak suka mengharapkan imbalan
 Penampilan/perangainya menarik
Pandai bergaul
Perintahnya tidak dapat dibantah
Ramah, sopan
Angkuh
Luas/banyak pengetahuan
Disayang/disenangi  banyak orang
Pendiam, tak banyak bicara, tak banyak tingkah
Berbakti
A S M A R A
Berbahagia dengan perkawinannya
Romantis
Mesra
Menyukai pasangan yang dapat bekerja sama atau sesuai dengan hatinya
Penuh perhatian dan akan melakukan apa pun untuk memenuhi keinginan
 pasangannya, ingin selalu memberi yang terbaik untuk orang yang
 dicintainya, pandai memahami kemauan (tahu/ngerti) terhadap pasangannya
 Lebih mementingkan persahabatan dan rela mengorbankan cinta hanya
 untuk sebuah persahabatan
R E Z E K I
Rezekinya lancar, menyenangkan, panjang dan mudah dicari. Tidak kurang
 sandang pangannya
"Itulah ramalan tentang hari Paweton dan katuranggan Romo, titah room
 pada suatu hari. Anakku, Romomu ini keturunan dari Maha Mpu Sindok
dari Wangsa Insana yang Berjaya sebagai Raja Medang Mataram di Jawa
 Tengah. Maha Mpu Sindok adalah eyang Romo, jadi beliau adalah
buyutmu.
"Romo menikah dengan ibundamu adalah anak paman Dharmawangsa    Teguh, saudara eyangmu Mahendradatta di Watan, ibu kota Kerajaan Medang
, sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur. Pesta dirayakan besar-
besaran, supaya rakyat juga bisa menikmati rezeki dan kebahagiaan yang
dialami rajanya. Eyangmu memang orang yang baik budi dan suka berbagi
 terutama kepada mereka yang miskin dan telantar."
"Teruskan Romo Prabu, teruskan bercerita, aku sangat suka mendengar
cerita Romo Prabu supaya aku tahu akar dan sisilah keluargaku dan darah
yang mengaliri tubuhku."
Waktu itu sudah cukup malam dan purnama baru tiba memamerkan
kemolekannya sampai pukul 22.00. Tapi aku segan beranjak, ingin tetap di
 sini untuk mendengar penuturan Romo."
"Sampai di mana tadi cerita Romo, Anakku?"
"Sampai saat pernikahan Romo Prabu dengan Ibunda Ratu."
"Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, pada hari ketiga di alun-alun kota dekat kerajaan, di tempat semua pertunjukkan digelar untuk memeriahkan pernikahan Romo, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam serangan itu, Paman Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Romo dapat meloloskan diri ke hutan pegunungan (Wonogiri) ditemani paman Mpu Narotama yang setia menjadi pembantu, tepatnya pengasuh Romo dari kecil.
Saat pelarian Romo dari huru-hara itu, Romo berusia 16 tahun. Romo tidak tahu bagaimana nasib ibumu, semua kuserahkan pada perlindungan Sang Hyang Widi, yang berkuasa atas hidup mati seseorang. Dengan demikian meskipun sedih, hati Romo bisa merasa tenang. Itu masa tersulit bagi Romo, karena Romo sangat menyayangi ibundamu. Tapi mengapa kami harus dipisahkan karena perang.
"Romo memutuskan untuk bertapa, dengan hidup dalam keheningan dan mati raga, batin Romo semakin bening mengalami pencerahan dan hati Romo makin wening, jernih untuk mendengar gema yang bergaung di sumur nurani Romo yang paling dalam. Dedaunan hutan dan wi gembili bakar yang menjadi santapan Romo, semua disediakan Paman Narotama yang setia.
 Sungguh Paman Narotama contoh seorang yang taat dalam suka dan duka, dalam untung dan malang tuannya. Kesetiaannya teruji, meskipun tanpa upah. Romo tidak memiliki apa-apa selain kain ikat dan celana pendek yang melekat di badan.
"Hari sudah larut malam, Anakku, apakah engkau masih mau mendengar
cerita Romo?"
"Ya, Romo Prabu, Nanda ingin mendengar cerita Romo sampai tuntas."
"Baiklah kalau kamu belum mengantuk dan masih tertarik untuk mendengar cerita Romo. Masa pertapaan adalah masa yang sangat berat, namun Romo merasa dilimpahi anugerah dan kekuatan, serta kecermatan untuk mendengar hati nurani lebih tajam.
 Bayangan bundamu memang selalu menghantui Romo, tapi Romo bisa merasakan bahwa bundamu pasti selamat dalam keadaan baik. Godaan menahan panas terik pada siang hari, dan kikisan dingin malam sungguh luar biasa memampukan romo untuk melatih ketahanan tubuh.
"Romo dan eyangmu Paman Narotama membuat dua pondok kecil di tengah hutan. Romo bercocok tanam dalam diam untuk dapat melestarikan pepohonan supaya tetap tumbuh mengatur dan berkembang sesuai habitatnya.
 Luar biasa, pohon-pohon terutama pohon buah-buahan semakin subur, Romo tidak tahu dari mana, namun banyak pohon yang buahnya enak dimakan. Romo menjadi sangat sehat dan tidak pernah merasa sakit dan jarang lelah. Itu juga karena suasana hutan yang menghasilkan oksigen yang jernih sungguh menyehatkan jiwa raga.
"Anehnya binatang buas pun menjadi jinak, mereka menyimpang jika berpapasan dengan Romo maupun Eyang Narotama. Pernah suatu hari Romo bersemadi, ada ular yang merayap, terasa dingin dan menggelikan di badan Romo. Namun ular itu tidak menyerang Romo, melainkan melingkar membatasi batu tempat romo bersila. Bahkan ada harimau dan singa yang berjaga menemani Romo.
"Anakku, ini bukti bahwa alam semesta dan faunanya sangat bersahabat jika dalam nurani kita dipenuhi keheningan dan kita tidak merusaknya. Ingat anakku, Maha Dewa Sang Hyang Widhi selalu memaafkan. Manusia mungkin bisa memaafkan, bisa juga tidak mau memaafkan, dan alam semesta tidak pernah memaafkan. Begitu alam semesta dirusak, ia akan mendatangkan malapetaka pada manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, anakku, mengapa Romo selalu mendengungkan kepada rakyat untuk mencintai dan memelihara semesta. Jangan menebang pohon sembarangan kalau tidak menanam tujuh pohon sebelumnya.
"Rakyat harus disadarkan bahwa memelihara alam wajib hukumnya, karena sama dengan memelihara dirinya sendiri dan tanggung jawab moral bagi sesama dan keturunannya. Kalau engkau menjadi ratu nanti, peraturan ini juga harus kamu jalankan, didiklah diri sendiri dan masyarakatmu untuk tetap mencintai alam semesta."
"Ya, Romo Prabu, Ananda akan menjalankan dhawuh Romo."
"Anakku, Romo sudah banyak bercerita. Tataplah purnama. Lihatlah sekelilingmu. Pepohonan tumbuh subur, kan? Coba cium wangi semerbak kembang di taman. Inilah keselarasan yang dianugerahkan oleh Sang Hyang Widhi lewat semesta, supaya manusia tahu dan mensyukuri setiap berkat, rahmat yang selalu dialirkan dalam setiap embusan angin, dicurahkan lewat belaian hujan dan kehangatan surya. Semua melebur dalam harmoni, menggores bak kuas pelukis, di kanvas yang membentang di jagad raya ini.
"Anakku salah satu bukti petilasan Romo sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur. Sendang itulah yang menghidupi Romo dengan airnya yang segar dan manis untuk diminum. Air itu juga membuat awet muda jika digunakan untuk mandi.
 Maka jangan kaget kalau Ayahanda dan Paman Narotama awet muda. Itu karena mendapat berkat dari air Sendang Made. Tapi yang terpenting, hati kita harus bersih, murni, dan punya tujuan hidup yang jelas serta berhati lapang untuk menyayangi sesama, semesta, dan isinya.
"Nah, anakku, malam sudah menjelang pagi. Kita istirahat dulu. Besok malam masih ada waktu, dan kita akan bertemu lagi di sini. Romo akan bercerita lagi mengenai sejarah hidup Romo. Sekarang kau tidur dulu, ya?"
"Baik, Romo, meskipun aku ingin Romo melanjutkan ceritanya, aku akan patuh pada keputusan Ayahanda untuk berhenti bercerita. Ini juga bukti kedisiplinan Ayahanda dalam segala tindakan, dan aktivitas. Ayahanda selalu tahu batas, kecuali jika Ayahanda bersemadi. Ayahanda baru berhenti kalau sudah merasakan adanya pencerahan atau datangnya wangsit, itulah sifat Romo yang kukagumi." Â Â ( Â Bersambung )
Oleh  Sr. Maria  Monika  SND
22 Â Juli. 2021
Artikel  ke : 413
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H