Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 11 Yoganidra 20

22 Juli 2021   10:08 Diperbarui: 2 Agustus 2021   10:57 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih Pelangi  Kasih (Lukisan  Bp  YP  Sukiyanto)

Yoganidra ( 2)

Cerita  sebelumnya :

"Aku dinamakan Airlangga yang artinya 'air yang melompat'. Katanya, sebelum Ayahanda lahir, air ketuban ayah muncrat dan membasahi seluruh dinding kamar persalinan. Itu kejadian yang luar biasa. Para pinisepuh meramalkan bahwa romo akan menguasai banyak daerah, dan ternyata waktu dan kesempatan membimbing Ayahanda untuk mencapai semua itu. Ayahanda punya dua adik yaitu pamanmu Marakata, yang menjadi raja Bali sepeninggal ayah Paduka Raja dan Anak Wungsu, yang naik takhta sepeninggal Marakata. (  Bersambung )

"Nama Romo mengandung arti pawukon yang menjadi olah diri dan olah kerohanian untuk menjalani hidup. Eyang Mahendradatta pernah mengartikan nama dan paweton tanggal lahir Ayahanda yang berarti demikian: unsur aksara Jawa depan Ha dan belakang Ga, lahir pada tahun EHE Windu SANGARA, Neptu 15, wuku wayang, pangrasan lakune Srengenge, Pancasuda = Satria sejati, Dina/hari = Naga, Lintang 12 = Kur (Jun )Pranotomongso Katigo Bintang Virgo ( 22 Agustus -- 22 September) dan inilah sifat-sifat yang menonjol dari Romo.

SIFAT-SIFAT YANG SANGAT MENONJOL

          Jujur

Baik hati, mulia, kesucian

Tekun, rajin, giat, banyak bekerja (tidak suka berdiam

diri/menganggur/berpangku tangan), seorang pekerja keras

Berbudi luhur, luas budinya

Cermat, teliti

SIFAT-SIFAT YANG MENONJOL

Pemikir yang kritis/pikirannya tajam

Tenang dalam menghadapi masalah

Halus tutur kata, manis bicara (suka bicara yang baik-baik), pandai mengatur

bahasa

Suka mengharapkan sanjungan/pujian

Suka menolong/membantu, mudah dimintai bantuan, ringan tangan

Mudah tersinggung/emosi, peka perasaannya

Perintahnya lembut awalnya tapi keras akhirnya

Penyendiri (suka sendirian), suka sepi/kesunyian, tidak suka berkumpul

dengan banyak orang

Disukai/disenangi kawan (banyak orang menyukai/mengasihi), serta banyak

 teman dan sahabatnya. Walaupun kadang-kadang mempunyai sifat

dimusuhi/disirik banyak orang, kalau berteman hanya sebentar

Ikhlas/suka rela/tulus hati, jika menolong tidak suka mengharapkan imbalan

 Penampilan/perangainya menarik

Pandai bergaul

Perintahnya tidak dapat dibantah

Ramah, sopan

Angkuh

Luas/banyak pengetahuan

Disayang/disenangi  banyak orang

Pendiam, tak banyak bicara, tak banyak tingkah

Berbakti

A S M A R A

Berbahagia dengan perkawinannya

Romantis

Mesra

Menyukai pasangan yang dapat bekerja sama atau sesuai dengan hatinya

Penuh perhatian dan akan melakukan apa pun untuk memenuhi keinginan

 pasangannya, ingin selalu memberi yang terbaik untuk orang yang

 dicintainya, pandai memahami kemauan (tahu/ngerti) terhadap pasangannya

  Lebih mementingkan persahabatan dan rela mengorbankan cinta hanya

  untuk sebuah persahabatan

R E Z E K I

Rezekinya lancar, menyenangkan, panjang dan mudah dicari. Tidak kurang

 sandang pangannya

"Itulah ramalan tentang hari Paweton dan katuranggan Romo, titah room

 pada suatu hari. Anakku, Romomu ini keturunan dari Maha Mpu Sindok

dari Wangsa Insana yang Berjaya sebagai Raja Medang Mataram di Jawa

 Tengah. Maha Mpu Sindok adalah eyang Romo, jadi beliau adalah

buyutmu.

"Romo menikah dengan ibundamu adalah anak paman Dharmawangsa      Teguh, saudara eyangmu Mahendradatta di Watan, ibu kota Kerajaan Medang

, sekarang sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur. Pesta dirayakan besar-

besaran, supaya rakyat juga bisa menikmati rezeki dan kebahagiaan yang

dialami rajanya. Eyangmu memang orang yang baik budi dan suka berbagi

 terutama kepada mereka yang miskin dan telantar."

"Teruskan Romo Prabu, teruskan bercerita, aku sangat suka mendengar

cerita Romo Prabu supaya aku tahu akar dan sisilah keluargaku dan darah

yang mengaliri tubuhku."

Waktu itu sudah cukup malam dan purnama baru tiba memamerkan

kemolekannya sampai pukul 22.00. Tapi aku segan beranjak, ingin tetap di

 sini untuk mendengar penuturan Romo."

"Sampai di mana tadi cerita Romo, Anakku?"

"Sampai saat pernikahan Romo Prabu dengan Ibunda Ratu."

"Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, pada hari ketiga di alun-alun kota dekat kerajaan, di tempat semua pertunjukkan digelar untuk memeriahkan pernikahan Romo, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram[1], yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam serangan itu, Paman Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Romo dapat meloloskan diri ke hutan pegunungan (Wonogiri) ditemani paman Mpu Narotama yang setia menjadi pembantu, tepatnya pengasuh Romo dari kecil.

Gambar  Erlangga  sewaktu  masih  muda  bersemadi  (Lukisan  Bp.Y.P  Sukiyanto)
Gambar  Erlangga  sewaktu  masih  muda  bersemadi  (Lukisan  Bp.Y.P  Sukiyanto)

Saat pelarian Romo dari huru-hara itu, Romo berusia 16 tahun. Romo tidak tahu bagaimana nasib ibumu, semua kuserahkan pada perlindungan Sang Hyang Widi, yang berkuasa atas hidup mati seseorang. Dengan demikian meskipun sedih, hati Romo bisa merasa tenang. Itu masa tersulit bagi Romo, karena Romo sangat menyayangi ibundamu. Tapi mengapa kami harus dipisahkan karena perang.

"Romo memutuskan untuk bertapa, dengan hidup dalam keheningan dan mati raga, batin Romo semakin bening mengalami pencerahan dan hati Romo makin wening, jernih untuk mendengar gema yang bergaung di sumur nurani Romo yang paling dalam. Dedaunan hutan dan wi gembili bakar yang menjadi santapan Romo, semua disediakan Paman Narotama yang setia.

 Sungguh Paman Narotama contoh seorang yang taat dalam suka dan duka, dalam untung dan malang tuannya. Kesetiaannya teruji, meskipun tanpa upah. Romo tidak memiliki apa-apa selain kain ikat dan celana pendek yang melekat di badan.

"Hari sudah larut malam, Anakku, apakah engkau masih mau mendengar

cerita Romo?"

"Ya, Romo Prabu, Nanda ingin mendengar cerita Romo sampai tuntas."

"Baiklah kalau kamu belum mengantuk dan masih tertarik untuk mendengar cerita Romo. Masa pertapaan adalah masa yang sangat berat, namun Romo merasa dilimpahi anugerah dan kekuatan, serta kecermatan untuk mendengar hati nurani lebih tajam.

 Bayangan bundamu memang selalu menghantui Romo, tapi Romo bisa merasakan bahwa bundamu pasti selamat dalam keadaan baik. Godaan menahan panas terik pada siang hari, dan kikisan dingin malam sungguh luar biasa memampukan romo untuk melatih ketahanan tubuh.

"Romo dan eyangmu Paman Narotama membuat dua pondok kecil di tengah hutan. Romo bercocok tanam dalam diam untuk dapat melestarikan pepohonan supaya tetap tumbuh mengatur dan berkembang sesuai habitatnya.

 Luar biasa, pohon-pohon terutama pohon buah-buahan semakin subur, Romo tidak tahu dari mana, namun banyak pohon yang buahnya enak dimakan. Romo menjadi sangat sehat dan tidak pernah merasa sakit dan jarang lelah. Itu juga karena suasana hutan yang menghasilkan oksigen yang jernih sungguh menyehatkan jiwa raga.

"Anehnya binatang buas pun menjadi jinak, mereka menyimpang jika berpapasan dengan Romo maupun Eyang Narotama. Pernah suatu hari Romo bersemadi, ada ular yang merayap, terasa dingin dan menggelikan di badan Romo. Namun ular itu tidak menyerang Romo, melainkan melingkar membatasi batu tempat romo bersila. Bahkan ada harimau dan singa yang berjaga menemani Romo.

"Anakku, ini bukti bahwa alam semesta dan faunanya sangat bersahabat jika dalam nurani kita dipenuhi keheningan dan kita tidak merusaknya. Ingat anakku, Maha Dewa Sang Hyang Widhi selalu memaafkan. Manusia mungkin bisa memaafkan, bisa juga tidak mau memaafkan, dan alam semesta tidak pernah memaafkan. Begitu alam semesta dirusak, ia akan mendatangkan malapetaka pada manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, anakku, mengapa Romo selalu mendengungkan kepada rakyat untuk mencintai dan memelihara semesta. Jangan menebang pohon sembarangan kalau tidak menanam tujuh pohon sebelumnya.

"Rakyat harus disadarkan bahwa memelihara alam wajib hukumnya, karena sama dengan memelihara dirinya sendiri dan tanggung jawab moral bagi sesama dan keturunannya. Kalau engkau menjadi ratu nanti, peraturan ini juga harus kamu jalankan, didiklah diri sendiri dan masyarakatmu untuk tetap mencintai alam semesta."

"Ya, Romo Prabu, Ananda akan menjalankan dhawuh Romo."

"Anakku, Romo sudah banyak bercerita. Tataplah purnama. Lihatlah sekelilingmu. Pepohonan tumbuh subur, kan? Coba cium wangi semerbak kembang di taman. Inilah keselarasan yang dianugerahkan oleh Sang Hyang Widhi lewat semesta, supaya manusia tahu dan mensyukuri setiap berkat, rahmat yang selalu dialirkan dalam setiap embusan angin, dicurahkan lewat belaian hujan dan kehangatan surya. Semua melebur dalam harmoni, menggores bak kuas pelukis, di kanvas yang membentang di jagad raya ini.

"Anakku salah satu bukti petilasan Romo sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur. Sendang itulah yang menghidupi Romo dengan airnya yang segar dan manis untuk diminum. Air itu juga membuat awet muda jika digunakan untuk mandi.

 Maka jangan kaget kalau Ayahanda dan Paman Narotama awet muda. Itu karena mendapat berkat dari air Sendang Made. Tapi yang terpenting, hati kita harus bersih, murni, dan punya tujuan hidup yang jelas serta berhati lapang untuk menyayangi sesama, semesta, dan isinya.

"Nah, anakku, malam sudah menjelang pagi. Kita istirahat dulu. Besok malam masih ada waktu, dan kita akan bertemu lagi di sini. Romo akan bercerita lagi mengenai sejarah hidup Romo. Sekarang kau tidur dulu, ya?"

"Baik, Romo, meskipun aku ingin Romo melanjutkan ceritanya, aku akan patuh pada keputusan Ayahanda untuk berhenti bercerita. Ini juga bukti kedisiplinan Ayahanda dalam segala tindakan, dan aktivitas. Ayahanda selalu tahu batas, kecuali jika Ayahanda bersemadi. Ayahanda baru berhenti kalau sudah merasakan adanya pencerahan atau datangnya wangsit, itulah sifat Romo yang kukagumi."    (  Bersambung )

Oleh  Sr. Maria  Monika  SND

22  Juli. 2021

Artikel  ke : 413

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun