Luar biasa, pohon-pohon terutama pohon buah-buahan semakin subur, Romo tidak tahu dari mana, namun banyak pohon yang buahnya enak dimakan. Romo menjadi sangat sehat dan tidak pernah merasa sakit dan jarang lelah. Itu juga karena suasana hutan yang menghasilkan oksigen yang jernih sungguh menyehatkan jiwa raga.
"Anehnya binatang buas pun menjadi jinak, mereka menyimpang jika berpapasan dengan Romo maupun Eyang Narotama. Pernah suatu hari Romo bersemadi, ada ular yang merayap, terasa dingin dan menggelikan di badan Romo. Namun ular itu tidak menyerang Romo, melainkan melingkar membatasi batu tempat romo bersila. Bahkan ada harimau dan singa yang berjaga menemani Romo.
"Anakku, ini bukti bahwa alam semesta dan faunanya sangat bersahabat jika dalam nurani kita dipenuhi keheningan dan kita tidak merusaknya. Ingat anakku, Maha Dewa Sang Hyang Widhi selalu memaafkan. Manusia mungkin bisa memaafkan, bisa juga tidak mau memaafkan, dan alam semesta tidak pernah memaafkan. Begitu alam semesta dirusak, ia akan mendatangkan malapetaka pada manusia itu sendiri. Itulah sebabnya, anakku, mengapa Romo selalu mendengungkan kepada rakyat untuk mencintai dan memelihara semesta. Jangan menebang pohon sembarangan kalau tidak menanam tujuh pohon sebelumnya.
"Rakyat harus disadarkan bahwa memelihara alam wajib hukumnya, karena sama dengan memelihara dirinya sendiri dan tanggung jawab moral bagi sesama dan keturunannya. Kalau engkau menjadi ratu nanti, peraturan ini juga harus kamu jalankan, didiklah diri sendiri dan masyarakatmu untuk tetap mencintai alam semesta."
"Ya, Romo Prabu, Ananda akan menjalankan dhawuh Romo."
"Anakku, Romo sudah banyak bercerita. Tataplah purnama. Lihatlah sekelilingmu. Pepohonan tumbuh subur, kan? Coba cium wangi semerbak kembang di taman. Inilah keselarasan yang dianugerahkan oleh Sang Hyang Widhi lewat semesta, supaya manusia tahu dan mensyukuri setiap berkat, rahmat yang selalu dialirkan dalam setiap embusan angin, dicurahkan lewat belaian hujan dan kehangatan surya. Semua melebur dalam harmoni, menggores bak kuas pelukis, di kanvas yang membentang di jagad raya ini.
"Anakku salah satu bukti petilasan Romo sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur. Sendang itulah yang menghidupi Romo dengan airnya yang segar dan manis untuk diminum. Air itu juga membuat awet muda jika digunakan untuk mandi.
 Maka jangan kaget kalau Ayahanda dan Paman Narotama awet muda. Itu karena mendapat berkat dari air Sendang Made. Tapi yang terpenting, hati kita harus bersih, murni, dan punya tujuan hidup yang jelas serta berhati lapang untuk menyayangi sesama, semesta, dan isinya.
"Nah, anakku, malam sudah menjelang pagi. Kita istirahat dulu. Besok malam masih ada waktu, dan kita akan bertemu lagi di sini. Romo akan bercerita lagi mengenai sejarah hidup Romo. Sekarang kau tidur dulu, ya?"
"Baik, Romo, meskipun aku ingin Romo melanjutkan ceritanya, aku akan patuh pada keputusan Ayahanda untuk berhenti bercerita. Ini juga bukti kedisiplinan Ayahanda dalam segala tindakan, dan aktivitas. Ayahanda selalu tahu batas, kecuali jika Ayahanda bersemadi. Ayahanda baru berhenti kalau sudah merasakan adanya pencerahan atau datangnya wangsit, itulah sifat Romo yang kukagumi." Â Â ( Â Bersambung )
Oleh  Sr. Maria  Monika  SND
22 Â Juli. 2021
Artikel  ke : 413
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H