Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Segepok Daun Jati Jadi Harapan Hidup

12 Desember 2020   11:57 Diperbarui: 12 Desember 2020   11:59 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota  Blora terkenal dengan Hutan Jatinya. Kira  -kira  40 %  wilayahnya  dipenuhi  hutan  jati. Dari seluruh penjuru Mata angin terbentang hutan jati yang lebat. Mulai dari arah Timur Kecamatan Cepu,arah Utara dari hutan jati di Mantingan hingga Ngampel, arah Selatan dari Kamolan, Klopo  Duwur dan Randu Blatung dan arah Barat dari Todanan,Kunduran dan Ngawen.

Tak mengherankan rakyat di Kabupaten Blora yang tinggal didaerah tersebut,menggatungkan penghidupannya dari memanen daun Jati dan menjualnya ke pusat   Kota Blora.

Pemandangan yang lumrah, setiap fajar  menyingsing  hingga pukul 08.00 pagi,banyak berdatangan perempuan tangguh penjual daun Jati berjajar di emperan took, sepanjang  jalan  Gathot  Subroto, Jln  Pemuda di  bekas  Stasiun  dan  jalan  Mr  Iskandar,  yang  nota bene  merupakan  pusat  Kuliner Koplakan.

Pemandangan seperti ini sudah berlangsung bertahun - tahun sejak saya masih kecil hingga kini. Mungkin juga sudah berabat turun temurun mereka mensetiai jalan hidupnya sebagai penjual daun jati.

Masih teringat dalam benakku ketika saya bertanya pada simbok  - simbok penjual daun,jam berapa mereka harus berangkat dari tempatnya,dan berjalan puluhan kilo menuju kota? Mereka bilang ada yang jam 00.00 atau 02.00 dini hari,supaya sampai ke kota tidak kesiangan.

Mereka  para  wanita  yang  tangguh, yang  melibatkan  seluruh  anggota  keluarganya  untuk  ikut  memetik  dan  mengumpulkan  daun  Jati. Dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi disertai dengan ketelitian supaya daun jati yang dikumpulkan adalah daun jati yang  sungguh berkualitas dan bermutu. Kriteria daun jati yang bermutu adalah daun jati yang sedang, tidak terlalu kecil atau terlalu lebar, tidak  terlalu  muda, kuat, dan utuh.

Waktu itu, saya  masih  remaja  segebok daun jati yang ukuran besar  bisa  laku Rp Rp 500-600 dan yang gulungan kecil mulai dari harga Rp 50 -Rp 100. Sekarang  bisa  laku  Rp  100.000 rupiah, namun  mereka  membagi  menjadi  gulungan  kecil  sehingga bisa  dijual  eceran dengan  harga  rata-rata  ada  yang  Rp 5000 hingga Rp 10.000.

Setelah Daun jatinya laku mereka membeli,beras,jagung,ikan asin dan garam untuk menunjang kebutuhan hidup mereka. Kebanyakan mereka datang dari daerah Klopo Duwur ,Kamolan yang bagiku amat jauh.

Penjual Daun Jati ( Bloranews.com )
Penjual Daun Jati ( Bloranews.com )
Tuhan Maha Baik dengan berjalan kaki berkilo - kilo tanpa sadar mereka telah ditempa alam menjadi sehat walafiat. Lihatlah gambar ini,wajah nan bahagia terpancar dari semburat senyum yang berbinar menampakkan rasa syukur bahwa Sang Khalik telah menyediakan rejeki pada hidup mereka.

Bahkan  tidak  hanya  berjalan  jauh, namun  juga  bangun  pagi, serta  sabar  menanti  pembeli  dengan  sabar  menunggu  berjam-jam. Inilah  perjuangan  rakyat  kecil yang  hanya  bisa  menggantungka  mata pencahariannya  dari  alam.

 Apakah kita masih mengeluh? Jika kita hidup mapan dan kecukupan sandang,makan dan tempat tinggal untuk berteduh? Dari  perempuan  tangguh para  penjual  daun jati  kita  bisa  belajar mensyukuri  anugerah  hidup, dan  tangguh  berjuang  dalam  menjalani  hidup  ini.

bloranews.com
bloranews.com
Pada  Umumnya  masyarakat  Blora sadar  akan ekologi  sejak  dahulu.Baik  di  toko  yang  menjual  SEMBAKO, maupun  di  pasar  mereka  menggunakan  daun  jati  sebagai  pembungkus. Entah  itu  beras, jagung, aneka  belanjaan, bumbu  dapur, tempe selalu  menggunakan  daun  jati.

Daun  jati  juga  dijadikan  pincuk ( pengganti  piring )  bagi  para  penjual  nasi  pecel, nasi  rames, sate ayam, kambing, sapi, tahu  lonthong. Makanan  ini  mempunyai  cita rasa  yang  khas, yang  dirindukan  bagi  setiap  orang  yang  asli  Blora  atau  pernah  berkunjung  di  Blora  dan  pernah  merasakannya.

Rasanya  lain, kalau  kita  membeli  makanan  itu, entah  dimakan  di tempat    maupun  dibungkus. Cita  rasa  yang  sedap  dari  daun  jati  sungguh luar  biasa, tak  dapat  dilukiskan  dengan  kata-kata. Jika  anda  belum  pernah  mengalaminya, datanglah di Blora  dan  rasakan  sensasinya.Semoga  mereka  tetap  melestarikan  habitus  ini, agar alam  Lestari  dan  penjual  daun  jati  bisa  memperoleh  rejeki ***

Oleh  Sr. Maria  Monika  SND

Artikel  ke  196

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun