Semua didunia ini… dicipta dititahkan Tuhan yang Maha Esa
Untuk tidak beberapa lama kini, yang muda bertambah tua,
yang tua semakin renta untuk akhirnya jadi tiada…..
Waktu penyebab itu mengubah segala sesuatunya menjadi lain
Waktu dulu lain dengan waktu kini
Secepat hari berganti
Secepat tahunpun lari, semua itu seperti mimpi
Lonceng berdetang jarum jam bergoyang menunjukan waktu
Buanapun berputar surya tenggelam
Semua itu berjalan terus masa demi masa mengawali..mengakhiri kehidupan didunia.
Demikianlah yang tertulis dalam syair lagu WAKTU yang pernah menjuari Dasa Tembang Tercantik di era 80 an. Yach waktu… setiap orang diberi waktu sama oleh Tuhan dalam kehidupan ini. Sehari 24 jam, tidak ada yang lebih tidak ada yang kurang. Waktu itu meski dipertanggung jawabkan kepada Dia, jika Dia memanggil kita kembali.
Kesadaran menggunakan waktu mesti menjadi fondamen dalam budi pikiran, dan moral kita agar waktu yang dianugerahkan Tuhan kepada kita sungguh-sungguh kita pergunakan dengan baik.
Ada pepatah / ungkapan yang beragam tentang waktu misalnya “ time is money”(waktu adalah uang), “ time is gold” waktu adalah emas. Bagiku “ time is special grace from my Dear Lord “ ya waktu adalah anugerah Tuhan. Sedetik …, semenit waktu bisa membawa kita dalam keadaan berahmat atau berdosa.
Ini semua tergantung pada pribadi kita. Untuk bisa bersahabat dan memanfaatkan waktu, kita butuh hening,wening hati dan budi, dalam suasana dicerment, dan merefleksikannya.
Apakah aku adil dalam mempergunakan waktuku untuk Kemuliaan Tuhan, diri sendiri, sesama dan lingkungan hidupku ? Manakan yang paling banyak kuberi porsi penggunaan waktuku tersebut?
Hidup yang tidak direfleksikan adalah tidak layak untuk dihidupi, demikian kata mutiara Plato. Karena kita akan cenderung berbuat sembarangan dan tak tahu arah dan tujuan hidup itu sendiri.
Dengan refleksi dari hari kehari nurani kita dituntun untuk menapak dalam kepastian tujuan kita, akan kejernihan pangkal, asal dan tujuan manusia menuju kepada Sang Khalik Yang Empunya Kehidupan “ Sangkan Paraning Dumadi “
Dulu sebelum menjadi biarawati, waktu yang penting bagiku dan kuingat adalah, saat saya berulang tahun, bahkan peringatan Weton ( hari lahir dalam pasaran hitungan kalender Jawa) karena saat itu pasti orang tuaku merayakan dengan upacara / bancaan, membagi bubur merah putih atau nasi urap kepada para tetangga / teman sebaya.
Selain itu hari besar juga kami rayakan entah itu Idul Fitri, Imlek, Natal dan Paskah serta Tahun Baru. Meskipun keluargaku katolik, namun hari raya Idul Fitri dan Imlek kami ikut merayakan, karena para tetanggaku banyak yang Moslem dan Thionghoa, Rasanya Hari Raya Idul Fitri sudah menjadi adat meriah di Kampungku, juga hari Raya Imlek kami mendapat banyak antaran aneka macam kue khas Imlek. Ke 2 perayaan ini sangat mengesan dihatiku dan teman -teman sebayaku.
Betapa rukunnya kami dalam kegembiraan dan kebahagiaan Hari raya bersama. Ketika saya cuti dan berjumpa dengan tetangga dan teman-teman, masa itu sungguh menjadi bahan cerita yang sangat berkesan dan menyenangkan.
Moment penting tersebut membawa kami pada refleksi bahwa Tuhan menciptakan kita manusia sama dihadapanNya, tidak ada keterpisahan atau dikotak-kotakkan menurut agama, ras, warna kulit. Kami dapat hidup rukun satu sama lain saling menghargai, saling toleransi dan merayakan hari raya dalam kebersamaan rasa penuh kasih kebahagiaan.
Betapa indahnya jika kesadaran untuk hidup rukun, damai, berbagi kegembiraan/ kebahagiaan menjiwai setiap insan. Itulah yang dikehendaki Tuhan agar setiap manusia berbahagia dan bersatu memuji Dia!
Adalagi acara/ ritual yang membuat kami bersatu saling membantu dan bergembira dalam merayakannya yaitu pada saat “ Tegah Desa / Sedekah Bumi dan Suranan ( Malam 1 Suro) di kedua hari raya tersebut, kami membersihkan kampong, saling berkunjung, dan dipusat kota banyak pertunjukkan wayang, mulai wayang Kulit, wayang Thengul, wayang Golek bahkan wayang Potehi.
Dengan sajian berbagai cerita yang memberi inspirasi para penonton untuk mengangsu falsafah hidup. Para Pini sepuh ( Orang tua - tua di Kampong) membersihkan diri lahir batin dengan puasa dan laku tapa. Sungguh kegiatan dan perilaku yang menarik.
Mati raga/ laku tapa dengan menciptakan keheningan lahir batin, memperhatikan apa yang kita makan yang menyehatkan tubuh. Semua itu jika dilakukan dengan penuh ketekunan, kesetiaan, kegembiraan dan rasa butuh untuk perkembangan jiwa raga kita akan sangat bermanfaat dan membuat kita menjadi peka akan segala peristiwa yang kita hadapi.
Kita akan semakin terbiasa untuk menyimak dan mengenali kehendak Tuhan yang menyentuh dan berbicara padaku melalui setiap peristiwa hidup.Setiap bulan selama satu setengah hari penuh dalam keheningan batin dan berdiam diri, menjalani rekoleksi bulanan,.
Merenungkan tema yang telah diolah oleh tim spiritualitas, sesuai Kitab Suci, semangat kongregasi yang dipadukan dengan tuntutan dan perkembangan jaman.
Singkat kata setiap bulan mengadakan pembaharuan rohani, saling meminta maaf dan doa restu / dukungan dari pera anggota komunitas untuk perkembangan hidup rohani bulan berikutnya.
Ritual pemeriksaan batin harian siang & malam, rekoleksi bulanan, retret tahunan yang dilakukan dalam “ silentium magnum” totalitas keheningan selama 7 hari penuh hendaknya benar-benar disadari oleh setiap anggota sebagai saat untuk mengadakan pembaharuan hidup rohani dihadapan Allah. Sang awal mula dan tujuan akhir dari kehidupan manusia.
Hidup dalam refleksi terus menerus akan membuat raga,jiwa, roh kita disegarkan dan selalu mencari “ Sumber Telaga sejati “ yakni Allah sebagai Sang sumber kesegaran dan kehidupan.
Hati yang tertata dalam refleksi itu akan menuntun kita untuk mensyukuri waktu-waktu yang telah kita lalui, serta hasrat untuk memohon berkat penyertaan Allah di waktu-waktu mendatang.
Moment yang terpenting kiranya tepat pada pergantian tahun. Refleksi di akhir tahun menjadi saat yang diharapkan, dirindukan dan diadakan oleh banyak orang yang sadar akan betapa Maha Kuasanya Tuhan yang telah melimpahkan berkat dan perlindungan-Nya selama ini.
Ditempat kami komunitas biara Notre Dame biasanya mengadakan refleksi akhir tahun dengan acara rekoleksi dalam keheningan, selama 2 hari penuh. Malam penutupannya merayakan ekaristi bersama umat, warga Wilayah Timotius yang terdiri dari 4 lingkungan.
Setelah Perayaan Ekaristi dan makan malam bersama dilanjutkan dengan Adorasi didepan Sakramen Maha Kudus sampai pukul 00. Tepat ditahun baru kami saling berjabat tangan, dan merayakan tahun baru dalam kegembiraan, kebahagiaan dan semangat baru.
Refleksi setiap akhir tahun kiranya mempersatukan kami dan umat dalam kesadaran bahwa kami semua meski mengembangkan keselarasan, keharmonisan, perdamaian, bekerjasama dalam kegiatan kemasyarakatan & menggereja untuk menciptakan kebahagiaan hidup menuju Tuhan pusat dan tujuan hidup kita***.
Oleh Sr Maria Monika Puji Ekowati SND