Mohon tunggu...
Monica C
Monica C Mohon Tunggu... Lainnya - Legal Counsel

Love to read in my leisure time

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Buku - Quiet Impact: Tak Masalah Jadi Orang Introver

22 Desember 2024   17:50 Diperbarui: 22 Desember 2024   17:23 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan:

Dr Sylvia Loehken yang memiliki gelar PhD dalam linguistik dan komunikasi, menuliskan perspektifnya sebagai seorang introver untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

  • Kekuatan-kekuatan apa yang secara khusus dapat digunakan oleh sosok pendiam dalam situasi-situasi tertentu?
  • Apa yang sebaiknya diperhatikan oleh sosok pendiam dalam situasi tertentu tersebut?

Di tengah dunia yang seringkali memandang sebelah mata sosok orang introver dan lebih menghargai orang-orang yang menonjol dengan cara mereka berbicara, buku ini mencoba untuk menghadirkan sebuah perspektif lain untuk memberikan empowerment bagi mereka yang mengidentifikasi diri sebagai seorang introver.

Isi:

1. Bagian Pertama:

Mitos atau fakta?

"Introver = pemalu atau hipersensitif atau antisosial"

Bagian pertama buku ini akan membahas secara rinci mengenai apa itu introversi, bagaimana introversi itu lahir, termasuk membahas jawaban atas pertanyaan di atas dengan melihat pandangan para ahli dan mencerna bagaimana otak dari para introver berkerja dibandingkan dengan para ekstrover. Terdapat beberapa pertanyaan refleksi yang memudahkan pembaca untuk menilai diri sendiri, apakah lebih mendekati sisi introver atau ekstrover.

Pada akhir bagian pertama, penulis menjabarkan beberapa sisi kekuatan dan hambatan dari sosok introver, termasuk penjelasan dan cara menyikapinya, seperti:

Kekuatan (+):

  • Kewaspadaan;
  • Substansi;
  • Konsentrasi;
  • Mendengarkan;
  • Sikap tenang;
  • Berpikir analitis;
  • Kemandirian;
  • Kegigihan;
  • Keterampilan menulis daripada berbicara; dan
  • Empati.

Hambatan (-):

  • Rasa takut;
  • Perhatian berlebihan terhadap detail;
  • Rangsangan berlebihan;
  • Sikap pasif;
  • Melarikan diri;
  • Terlalu mengandalkan otak;
  • Membohongi diri sendiri;
  • Fiksasi;
  • Menghindari kontak; dan
  • Mengindari konflik.

2. Bagian Kedua:

"Sebagai orang introver, pasangan macam mana yang lebih tepat -- seorang introver atau ekstrover?"

"Apakah orang-orang introver tidak mampu bekerja dalam tim?"

"Bagaimana orang introver dapat menjadi sosok pemimpin yang hebat?"

Jika di bagian pertama para pembaca sudah dapat lebih mengenal sosok introver, pada bagian kedua pembaca akan diajak untuk menyelami aplikasi kekuatan dan hambatan introver dari segi relasi pribadi (seperti keluarga dan pasangan), serta dari segi relasi profesional (seperti aspek pekerjaan di kantor). Penulis memberikan kiat dan strategi yang cukup rinci dan mudah dipraktikkan sehari-hari, misalnya saja:

  • Strategi percakapan bagi sosok introver yang memiliki pasangan sesama introver atau ekstrover;
  • Kiat untuk hidup bahagia sebagai sosok lajang (single) introver;
  • Strategi untuk menghadapi kehidupan keluarga bagi para introver, termasuk dalam memberi dukungan bagi anak yang introver dan ekstrover;
  • Kiat berkomunikasi secara efektif dalam tim;
  • Strategi kepemimpinan sosok introver; dan
  • Kiat memanfaatkan saluran komunikasi bagi introver melalui telepon dan email.

Poin menarik dari bagian kedua buku ini adalah, seringkali hal-hal kecil yang terasa sebagai sebuah "keanehan", ternyata merupakan suatu hal yang wajar dan normal bagi sosok introver. Misalnya saja sosok introver akan merasa lebih takut atau cemas ketika menelepon seseorang dibandingkan sosok ekstrover. Penulis menjabarkan alasan dari ketakutan tersebut yakni:

  • dibandingkan pribadi ekstrover, pribadi introver lebih mungkin merasa cemas bahwa telepon itu mungkin mendatangkan ketidaknyamanan atau gangguan bagi orang yang ingin mereka ajak bicara -- entah itu klien, atasan, atau rekan kerja. Latar belakang perasaan ini tentu merupakan rekasi mereka sendiri terhadap panggilan telepon: jika sosok introver merasa telepon sebuah gangguan, mereka cenderung merasa bahwa orang lain akan bereaksi dengan cara yang sama ketika ditelepon.
  • panggilan telepon adalah sebuah lompatan ke masa mendatang yang belum jelas: bagaimana kalau atasan tiba-tiba menelepon untuk memberi pekerjaan tambahan, atau ada klien yang menyampaikan keluhan tentang sesuatu? Harus menelepon seseorang yang tidak mereka kenal juga adalah sebuah "ujian berat" khusus bagi pribadi introver: itu sama dengan lompatan besar ke situasi yang tidak jelas.

Penjabaran alasan terhadap situasi yang dihadapi sehari-hari oleh sosok introver termasuk cara mengatasinya, menjadikan bagian kedua buku ini sangat bermanfaat bagi para introver termasuk diri saya sendiri, untuk lebih mengenali diri sendiri dan menempatkan diri dengan benar sebagai sosok introver di dunia sehari-hari.

3. Bagian Ketiga:

"Pribadi pendiam memiliki semua yang diperlukan untuk mendekati orang lain pada acara-acara sosial. Ini paling berhasil jika Anda mengenal preferensi serta kualitas-kualitas Anda sendiri dan memanfaatkan itu semua untuk membentuk jaringan yang sesuai dengan kontak setelah Anda memahami mereka"

Sebagai pribadi yang lebih tergolong pendiam, keberadaan introver seingkali dilupakan dan diabaikan. Bagian ketiga buku ini berfokus untuk menyajikan paparan bagaimana agar kehadiran para introver tetap dapat dirasakan dan didengarkan melalui cara membangun jaringan (networking), cara mengatasi konflik dan melakukan negosiasi, strategi berbicara di depan umum, serta berdiskusi dalam rapat, termasuk hambatan-hambatan dan cara menyikapinya. Beberapa kiat yang diberikan penulis pada bagian ketiga buku ini, termasuk diantaranya mengenai cara:

  • Memanfaatkan ketenangan dalam diri pada acara-acara sosial;
  • Mengambil pendekatan yang aktif dalam acara-acara sosial;
  • Menentukan posisi dalam negosisasi;
  • Mengatasi demam panggung ketika berbicara di depan umum; dan
  • Mengatasi situasi-situasi sulit dalam diskusi.

Kesimpulan:

Bagi seorang introver, buku ini dimaksudkan untuk membantu kita hidup selaras di dunia yang begitu "gaduh" dalam hal-hal yang kita anggap penting. Sedangkan bagi seorang ekstrover, buku ini dapat berguna agar para ekstrover dapat lebih menghargai kekuatan-kekuatan para introver di sekeliling mereka dengan lebih baik.

Akhir kata, buku ini memberikan pesan bahwa baik introver maupun ekstrover, tidak ada yang lebih baik diantara keduanya, dimana satu sama lain adalah bersifat saling melengkapi. Tak masalah menjadi orang introver, karena dengan memaksimalkan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya, introver dapat mengubah dunia secara diam-diam melalui cara mereka sendiri.

Selamat membaca! :) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun