Mohon tunggu...
Monica Febrianti
Monica Febrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat

Hobby Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dampak Implementasi Pendidikan Multikultural terhadap Toleransi Beragama Pada Jenjang Sekolah Dasar

21 Juni 2024   15:13 Diperbarui: 21 Juni 2024   15:16 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

 Pendidikan multikultural, yang merupakan cerminan dari multikulturalisme, mengakui keragaman dalam berbagai bentuk, termasuk namun tidak terbatas pada ras, etnis, bahasa, orientasi seksual, jenis kelamin, usia, kecacatan, status kelas, pendidikan, keyakinan agama/spiritual, dan konstruksi sosial dan budaya lainnya. Sekolah ini dirancang untuk menghormati semua perbedaan ini dalam lingkungan pembelajaran formalnya. Dari perspektif sosiologis, pendidikan multikultural mengharuskan penerimaan terhadap perbedaan, termasuk asal etnis, kelas sosial, jenis kelamin, bahasa, sistem nilai, pengalaman, dan preferensi seksual. Alih-alih dipandang sebagai alasan perpecahan, perbedaan-perbedaan ini dianggap sebagai sumber integrasi dan kekayaan sosial. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural dapat digambarkan sebagai sebuah fenomena yang dibangun dalam kerangka kesepakatan bersama yang mendorong keragaman budaya dalam suasana pendidikan dan pengajaran. Lebih jauh lagi, pendidikan ini harus memasukkan karakteristik ras yang positif ke dalam suasana kelas dan mengintegrasikannya. Tujuan dari pendidikan multikultural adalah untuk membangun proses belajar dan mengajar dalam kerangka kerja yang mendorong keanekaragaman budaya. Pembentukan lingkungan pendidikan semacam ini, peningkatan kesadaran individu, dan pelaksanaan studi untuk multikulturalisme adalah tanggung jawab bersama semua individu yang terlibat dalam proses ini (Karacabey et al., 2019).

Pengembangan pendidikan multikultural di sekolah dasar harus didekati dengan cara yang sistemik dan holistik, dengan tujuan untuk mengintegrasikannya ke dalam kerangka kerja pendidikan yang lebih luas. Pendekatan pendidikan multikultural di sekolah dasar didasarkan pada kekayaan budaya dan karakter bangsa. Tujuan utamanya adalah untuk menumbuhkan sikap, perilaku, dan cara berpikir yang lebih komprehensif pada siswa mengenai keragaman, dengan tujuan menumbuhkan sikap toleransi. Pendidikan multikultural memungkinkan siswa untuk memahami keragaman dan menumbuhkan rasa toleransi yang kuat (Latifah et al., 2021). Shannon-Baker (2018) menyatakan bahwa pendidikan multikultural mencakup seperangkat prinsip, nilai, dan praktik yang secara langsung terkait dengan keadilan sosial. Keadilan sosial, dalam konteks ini, tidak hanya mencakup penyelidikan kritis terhadap kekuasaan, hak istimewa, dan diskriminasi, tetapi juga tindakan yang dengan sengaja menantang atau menanggapi penindasan sistemik. Di Amerika Serikat, pendidikan multikultural muncul dari Gerakan Hak-hak Sipil dan pengembangan studi etnis dan pendidikan multi-etnis. Prinsip dasar pendidikan multikultural adalah bahwa "semua siswa ... harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar." Oleh karena itu, pendidikan multikultural berusaha untuk menjamin kesempatan tersebut untuk semua siswa, mulai dari praktik di kelas mikro hingga kebijakan pendidikan nasional dan internasional di tingkat makro.

Dalam penelitiannya, Erba (2019) menyatakan bahwa pendidikan multikultural tidak menganjurkan perlindungan atau penghancuran etnis tertentu. Pendidikan multikultural tidak menggunakan pendekatan apa pun yang akan memecah belah masyarakat menjadi kelompok-kelompok terpisah dengan menekankan loyalitas etnis di atas loyalitas nasional. Oleh karena itu, para pendukung pendidikan multikultural menganjurkan pengajaran semua komponen yang terkait dengan kelompok budaya dengan tujuan untuk mendorong perkembangan masyarakat nasional atau global. Pendidikan multikultural tidak hanya mengkritik sistem politik, pendidikan, atau ekonomi suatu negara, namun juga menganalisis faktor-faktor sosial dan budaya, yang memainkan peran penting dalam menentukan dan mengatasi kondisi sosial serta meningkatkan kinerja sekolah siswa. Pendidikan dianggap memainkan peran penting dalam membina hubungan antar pribadi yang positif yang didasarkan pada kesadaran akan keragaman budaya. Oleh karena itu, dalam konteks ini, pendidikan multikultural dianggap sebagai sarana yang relevan untuk menumbuhkan kesadaran multikultural, yang kemudian diharapkan dapat memperbaiki stereotip seseorang terhadap orang lain. Diharapkan pendidikan multikultural dapat meminimalisir kemungkinan seseorang membentuk stereotip negatif terhadap orang lain sehingga dapat memicu konflik (Kurniawan & Miftah, 2021).

Implementasi pendidikan multikultural di sekolah dasar terdiri dari dua komponen utama, yaitu implementasi dalam materi pelajaran dan implementasi dalam proses pembelajaran. Proses implementasi dalam materi pelajaran dilakukan sesuai dengan kurikulum yang telah disusun dan digunakan di sekolah. Struktur kurikulum memasukkan komponen-komponen khusus yang berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultural. Beberapa mata pelajaran tersebut antara lain pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Oleh karena itu, sekolah telah mengakui perlunya mengintegrasikan nilai-nilai multikultural ke dalam kurikulum dan mengimplementasikannya secara khusus dalam materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa (Husniatin & Anan, 2019).

Penerapan strategi pendidikan multikultural di sekolah dasar harus terencana dan sistematis untuk memastikan bahwa nilai-nilai keragaman, toleransi, dan kesetaraan tertanam dalam pengalaman belajar siswa. Salah satu strategi utamanya adalah integrasi kurikulum, yang melibatkan penggabungan materi-materi yang beragam secara budaya. Guru dapat memilih untuk memasukkan narasi, kisah sejarah, dan tradisi budaya dari berbagai kelompok etnis dan budaya ke dalam setiap bidang studi. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa dapat membaca cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia atau dari negara lain. Demikian pula, dalam pelajaran sejarah, kisah-kisah pahlawan dari berbagai latar belakang etnis dapat dimasukkan. Selain itu, pendekatan tematik dapat digunakan untuk membuat hubungan antara topik pembelajaran dan nilai-nilai multikultural. Sebagai contoh, tema "Perayaan dan Tradisi" dapat mencakup studi tentang berbagai perayaan agama dan budaya dari seluruh dunia, sehingga menumbuhkan apresiasi terhadap keragaman pengalaman manusia yang alami dan berharga.

Implementasi pendidikan multikultural di sekolah dasar dapat dicapai melalui beberapa metode yang berbeda, termasuk integrasi materi budaya ke dalam kurikulum, penggabungan kegiatan ekstrakurikuler yang melibatkan keanekaragaman budaya, dan penyediaan pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru. Guru menempati posisi penting dalam transmisi nilai-nilai multikultural kepada siswa. Oleh karena itu, mereka harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk menerapkan pendidikan multikultural dengan cara yang efektif. Sebagaimana dijelaskan oleh Shabilla & Suryarini (2023), pendidikan multikultural memiliki peran penting dalam pendidikan dasar, karena memungkinkan siswa untuk memahami nuansa keberagaman dan menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan sebagai wujud nyata kecintaan pada bangsa Indonesia yang majemuk. Selain itu, pendidikan multikultural memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami perbedaan sebagai anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Dengan memperoleh pemahaman dan internalisasi nilai-nilai multikulturalisme sejak dini, peserta didik di sekolah dasar akan lebih siap untuk mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat yang lebih luas.

Tilaar (dalam Zainiyati, 2007) menyatakan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokusnya telah bergeser dari penekanan tunggal pada kelompok-kelompok ras, agama, dan budaya yang utama. Sebelumnya, pendidikan multikultural berfokus pada peningkatan pemahaman dan toleransi individu dari kelompok minoritas terhadap budaya arus utama yang dominan, dengan tujuan untuk memfasilitasi integrasi mereka ke dalam masyarakat arus utama. Namun, pendidikan multikultural justru mendorong sikap "peduli" dan pengertian terhadap perbedaan, atau "politik pengakuan" terhadap individu-individu dari kelompok minoritas.

 Pendidikan multikultural dianggap sebagai cara yang efektif untuk menumbuhkan kapasitas individu dalam menyikapi keragaman. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan untuk menerima kelompok lain secara setara, tanpa memperhatikan perbedaan budaya, etnis, gender, bahasa, atau agama.

Konsep multikulturalisme mengacu pada keragaman budaya dan cara-cara khusus untuk menanggapi kemajemukan tersebut. Oleh karena itu, multikulturalisme bukan hanya sebuah doktrin politik pragmatis, melainkan sebuah pandangan dunia yang mendorong individu untuk melihat dunia dengan cara yang inklusif dan toleran (Hanum, 2009).

Pendekatan untuk menerapkan nilai-nilai multikultural meliputi:

  • Kurikulum
  • Sebagian besar lembaga pendidikan belum menerapkan kurikulum khusus yang didedikasikan untuk pendidikan multikultural. Namun, banyak yang telah memasukkan nilai-nilai multikultural ke dalam kurikulum yang ada. Hal ini menunjukkan dedikasi institusi untuk mengintegrasikan keragaman budaya ke dalam semua aspek pembelajaran.
  • Keragaman Agama
  • Sekolah menunjukkan komitmennya terhadap keragaman agama dengan memberikan kesempatan kepada civitas akademika untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Sekolah menyediakan guru agama dan ruang untuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing, sehingga menunjukkan penghormatan terhadap keragaman agama di lingkungan sekolah.
  • Nilai-nilai Multikultural dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Penerapan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari telah dilakukan di kedua sekolah melalui berbagai cara, termasuk penggabungan nilai-nilai ini ke dalam kegiatan pembelajaran kurikuler dan ekstrakurikuler, komunikasi antar civitas akademika, dan penyertaan nilai-nilai ini ke dalam berbagai program sekolah. Budaya sekolah dicirikan oleh serangkaian nilai, termasuk saling menghormati, non-diskriminasi, empati, tolong-menolong, kesetaraan, keadilan, dan komunikasi. Nilai-nilai ini dianut dan diberlakukan oleh komunitas akademik, dipandu oleh prinsip-prinsip dan tujuan yang ditetapkan oleh institusi yang selaras dengan visi dan misinya.

Kesimpulan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun