Mohon tunggu...
Monginsidi Jalil
Monginsidi Jalil Mohon Tunggu... Guru - Guru

Karena Setiap Jengkal Tanah Air Indonesia Itu Indah, Kawan ..... !!!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Batu Akik dan Misteri Rp. 8 Juta di Puncak Padangpatu

21 Mei 2015   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14321995771026803671

Salah seorang siswa kemudian bertanya kembali kepada rekan guru yang kelihatannya sudah mulai tidak sabaran untuk segera turun ke sungai di kejauhan sana, karena menurut siswa tersebut perjalanan turun ke sungai itu tidaklah susah, namun naiknya kembali itu yang butuh perjuangan. Bisa dimaklumi, sisi sebelah Puncak Padangpatu ini tidak sama dengan yang Kami lewati tadi untuk naik. Kemiringannya sudah melewati 45 derajat dan jalanannya boleh dikata tidaklah mulus karena dipenuhi bebatuan yang sudah pasti memperlambat perjalanan turun apalagi jika ingin mendaki lagi nanti.

Rekan guru tadi balik bertanya kepadaku. Aku Cuma bilang, wah, jauhnya tuh, tapi turunlah duluan karena Aku masih belum puas mengabadikan pemandangan yang terhampar di depan mata.

Mereka bertigapun segera beranjak pergi dan meninggalkan Aku sendirian di puncak tandus itu. Perlahan namun pasti mereka semakin menjauh dan akhirnya menghilang di balik rimbunnya pepohonan yang ada di pinggir sungai di bawah sana.

Setelah Aku merasa puas mengabadikan dalam bentuk video pemandangan dari Puncak Padangpatu, Akupun segera bergegas turun untuk menyusul mereka. Perjalanan turun dari Puncak Padangpatu kulakukan dengan sangat hati-hati, karena bebatuan yang licin dan sesekali longsor membuatku tidak ingin tergelincir dan terguling ke bawah.

Sampai di pinggiran hutan, Aku jadi bingung karena Aku tidak tahu arah yang mereka tempuh tadi ke sungai. Aku mau ke kanan, siapa tahu mereka ke kiri, demikian pula sebaliknya. Namun karena sudah terlanjur turun, Aku memantapkan hati ke sebelah kanan memasuki rimbunnya pepohonan yang membuat suasana di dalamnya jadi temaram seperti menjelang senja.

Sesampai di pinggiran sungai, Aku berteriak beberapa kali memanggil mereka. Namun gemuruh air sungai yang melebihi suara pabrik penggilingan gabah, membuat teriakanku tak berarti apa-apa dan sudah pasti mereka tidak akan mendengarnya. Sekitar 15 menit Aku menunggu dan tak ada tanda-tanda kedatangan mereka, Aku segera berbalik. Namun baru beberapa puluh meter Aku keluar dari rimbunnya pepohonan itu, tiba-tiba dari kejauhan Aku melihat awan gelap berarak begitu cepatnya menuju ke arahku. Aku segera memutuskan untuk berbalik kembali ke sungai dan berharap bisa berteduh di bawah pohon jika tiba-tiba hujan turun.

Hampir 15 menit Aku menunggu, namun hujan tak juga turun, akhirnya Aku memutuskan untuk kembali saja. Namun yang tak kusangka, Aku tiba-tiba tidak bisa menemukan jalan keluar dari hutan. Ranting-ranting yang tadi sengaja kupatahkan di jalanan yang Aku lewatipun tak kutemukan. Menentukan arah matahari sangat sulit karena mendung masih menggayut dan memang cahaya mataharipun kemungkinan tidak bisa tembus di tempat ini. Aku segera menyalakan kameraku untuk melihat dan mengenali jalanan beserta pohon-pohon yang tadi sempat kuphoto, namun ternyata tidak banyak membantu karena hampir sama semua kelihatannya.

Aku tidak boleh tinggal berlama-lama di sini. Aku segera mematikan kamera dan smartphoneku dan memasukkannya ke dalam plastik yang memang telah Aku siapkan dari sekolah untuk menggantisipasi jika turun hujan. Sesaat Aku memejamkan mata dan mengucapkan Basmalah serta memberi salam kepada penghuni tak kasat mata yang mungkin ada di tempat itu. Dan Alhamdulillah, jalanan yang kulewati tadi terpampang jelas di hadapanku dan ranting-ranting yang kupatahkan tadi juga telah kutemukan. Aku segera bergegas keluar dari hutan itu dan tidak ingin berpikir yang aneh-aneh tentang fenomena yang Aku alami barusan. Yang Aku pikir saat itu hanyalah bagaimana bisa secepatnya sampai kembali di balik Puncak Padangpatu sebelum turun hujan.

Aku berdiri sesaat di kaki Padangpatu dan melihat ke puncaknya kemudian memprediksi jarak dan waktu yang mampu kutempuh. Ternyata apa yang disampaikan siswa tadi benar adanya. Sepertinya butuh perjuangan yang ekstra untuk sampai kembali ke Puncak Padangpatu karena terjalnya medan yang harus dilalui. Namun karena sudah terlanjur, Aku tetap berusaha untuk mendaki meski harus tertatih-tatih karena lutut ini sepertinya sudah mau copot. Butuh waktu sekitar 30 menit bagiku untuk sampai kembali ke Puncak Padangpatu karena lambatnya caraku mendaki disebabkan hujan yang telah turun.

Hujan telah berhenti ketika Aku telah sampai di Puncak Padangpatu. Aneh dan ajaib, pakaianku tidak basah sedikitpun namun plastik pembungkus kamera dan smartphoneku basah kuyup. Lagi-lagi Aku tidak mau berpikir yang aneh-aneh karena yang jadi masalah sekarang adalah jalanan yang tadi kulewati lagi-lagi tidak kelihatan. Yang Aku pikir, Aku tidak boleh menjauh dari gunung yang ada di sebelah kananku, karena waktu mendaki tadi gunung itu ada di sebelah kiriku.

Aku segera mencari bebatuan yang bisa Aku tempati duduk untuk menenangkan diri dan menghilangkan penat yang masih terasa sekaligus mencoba menunggu mereka bertiga yang belum muncul-muncul juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun