Jika saat ini kita dikenalkan dengan kurikulum merdeka, diberi kebebasan untuk berinovasi dengan ragam cara dalam menyampaikan materi, maka ini menjadi kesempatan terbaik bagi kita sebagai guru untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik dengan ragam cara. Jika materi disampaikan dengan ragam metode, maka penanaman nilai karakter kepada peserta didik pun juga demikian, kita dapat menyampaikan nilai-nilai ini dengan cara kreatif dan menarik.
Saya jadi teringat pada cerita seorang teman saat awal Juli lalu saya berkunjung ke SMK Negeri 2 Balikpapan. Ia bercerita bahwa selama pembelajaran di kelas, anak hanya belajar 3 hal, membaca, menghafal dan mempraktikkan. Membaca ayat-ayat dalam Al-Qur'an, menghafal surat dan ayat tertentu serta bacaan tertentu, mempraktikkan aktivitas dan ibadah harian, termasuk praktik nilai-nilai karakter yang berkaitan dengan kehidupannya. Semua dilakukan setiap kali aktivitas pembelajaran dan terus menerus. Hasilnya bagaimana? Lulusan yang dihasilkan ternyata telah banyak berkiprah di masyarakat, mereka banyak terlibat terutama dalam kegiatan keagamaan, jadi imam solat di musola dan masjid, memimpin doa kenduri, memimpin tahlil, dan banyak lagi. "mereka berguna dan manfaat banget di masyarakat, Pak". Ujarnya.
Jane kita sebagai guru pun tidak perlu ndakik-ndakik mengajarkan banyak pengetahuan baru dengan banyak bab kepada peserta didik untuk dikuasai dalam waktu singkat, jika pada akhirnya tuntutan untuk memberikan nilai yang tinggi atas nama reputasi sekolah harus kita penuhi. Cerita yang disampaikan oleh teman di Balikpapan di atas, bagi saya logis dan lebih luas manfaat akan terasa, bukan hanya bagi diri murid namun juga bagi lingkungan sekitar, lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, hidup dan berinteraksi. Apa yang dilakukan oleh teman di Balikpapan itu menurut saya logis dan keren.
***
Pendidikan anak merupakan pondasi penting masa depan. Bagi kita sebagai orang tua, anak adalah harapan dan tumpuan, kepada anak kita berharap, kepada anak pula kita menitipkan cinta dan cita di masa depan. Tidak ada di dunia ini orang tua yang tidak menginginkan anaknya sukses di masa depan. Semua kita pasti memiliki muara yang sama, kesuksesan dan kebahagiaan. Untuk mewujudkan keduanya, kita dapat melakukan banyak hal dengan banyak cara. Cara inilah yang dapat kita pilih dalam mendidik anak, dengan cara apa, bagaimana dan kapan serta berapa lama cara itu diterapkan.
Lukman al-Hakim, dikenal sebagai hamba yang bijaksana semasa hidupnya. Kisah kebijaksanaan Lukman diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Pendidikan anak 'ala Lukman' ini dapat menjadi pilihan bagi kita untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan kepada anak. Lima pendidikan 'ala Lukman' ini pun hingga detik ini masih relevan untuk diterapkan.
Pendidikan tauhid
Ajaran pertama yang disampaikan Lukman kepada anaknya adalah larangan menyekutukan Allah. Lukman dengan tegas menyampaikan bahwa menyekutukan Allah dengan yang lain adalah kezaliman yang amat besar.Â
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
Mengapa nilai Tauhid menjadi nilai pertama yang diajarkan? Di awal tulisan ini saya menyebut bahwa orang tua terutama ibu adalah madrasah pertama bagi anak. Melalui madrasah tersebut anak belajar banyak hal, dan hal pertama yang harus dipelajari anak adalah ketauhidan, bagaimana anak mengenal Tuhannya. Pendidikan Tauhid ini pula menjadi pondasi dasar bagi anak untuk melangkah, menuju proses belajar berikutnya, bertemu dan belajar dengan materi berikutnya dengan ragam cara. Mengenal Tuhan lalu memujanya dan tidak menyekutukannya dengan apapun, diajarkan Lukman kepada anaknya dengan disertai penjelasan bahwa menyekutukan Tuhan (Allah) merupakan perbuatan zalim yang besar.