"Dosa itu ilusi" teriak Yehu dari seberang trotoar kepada seorang penginjil yang sedang bercakap-cakap dengan tunangannya (Wasih). Yehu tidak dapat menyeberang karena, lalu lintas masih padat. Sementara itu Wasih mendengarkan si penginjil dengan penuh minat. Kembali Yehu berteriak "dosa itu tidak ada". Seolah-olah sudah sepakat, Wasih dan si penginjil tidak menghiraukan teriakan Yehu. Â Dengan hati yang panas Yehu menerobos, lalu lintas dan menarik tangan Wasih serta berkata "aku sudah bilang, tidak ada dosa dalam sains".
Mereka berlari menjauh dari si penginjil dan berhenti di sebuah halte bus. Â Wasih bertanya "Ye, mengapa kamu sekasar itu kepada penginjil itu?" Yehu menjawab dengan ketus "dia itu dahulu temanku, kami satu jurusan di bidang Psikologi". Lalu, mengapa kamu tidak menyapa dia (sahut Wasih). Kami beda pandangan dan tidak ada titik temu sehingga kami berantem (jawab Yehu). Dia percaya dosa itu ada sementara bagiku itu hanya ilusi kaum agamawan saja, tidak heran sekarang dia jadi penginjil karena sejak semester delapan dia sudah sangat berubah oleh agamanya itu.
Aku akui dia sudah banyak berubah sejak dia percaya dengan Yesusnya itu. Tetapi tetap saja bagiku dia bodoh, kenapa dia percaya dosa itu ada, masa anak Psikologi percaya dosa itu ada? Dia itu lulus dengan nilai cum laude tetapi mengapa dia tetap bodoh. Bodohnya lagi mengapa dia percaya kepada manusia seperti Yesus dan menjadikannya sebagai Tuhan. Itu tidak masuk akan bagiku. Benar-benar bodoh, bodoh, bodoh. Mungkin, otaknya yang pintar itu sudah dia taruh didengkul (gerutu Yehu dengan nada kesal).
Bus datang mendekat dan mereka masuk. Setelah naik, mereka melihat hanya ada dua bangku kosong di belakang. Yehu berhenti dan buru-buru mau turun dari bus karena dia melihat si penginjil, tepat berada di samping bangku kosong itu. Tetapi Wasih menarik tangannya, akhirnya Wasih duduk, tetapi Yehu tetap berdiri.
(Permusuhannya dengan temannya itu sepertinya sangat besar. Oh iya, nama si penginjil mantan temannya itu adalah Yehi. Dahulu mereka dalam kelas Psikologi dipanggil Y2 karena huruf depan nama mereka sama-sama dari huruf  Y dan sebenarnya nama mereka hampir sama yang membedakan hanya huruf U dan I dibelakang. Y2 (Yehu dan Yehi ) adalah preman kampus, mereka merokok bersama, nyontek bersama, main judi bersama, dugem bareng dan banyak jenis dosa lainnya). Â
Keheningan yang sudah berlangsung 5 menit tiba-tiba terpecah dengan sebuah sapaan. Sapaan Yehi kepada Yehu "Apa kabar sobat". Mendengar itu, Yehu tidak menyahut dan tidak memalingkan wajahnya sedikit pun. Dengan wajah yang sangat dingin Yehu menghadap kearah kaca, tatapannya yang kosong menatap para pejalan kaki, hatinya panas, saat mendengar sapaan Yehi. Tetapi karena perjalan mereka agak jauh, Wasih dan si penginjil (Yehi) kembali berbincang-bincang. Perbincangan mereka masih seputar dosa.
Wasih bertanya kepada si penginjil "Apa benar dosa itu ilusi"? Dosa bukanlah ilusi (si penginjil menjelaskan), dosa adalah sebuah fakta. Sebuah fakta yang diingkari oleh mereka yang hati nuraninya menuduh. Nah, tuduhan hati nuraninya inilah yang berusaha didiamkan oleh orang tersebut. Mereka mendiamkan kejujuran hati nuraninya dengan berkata "dosa itu ilusi".
Dosa = Kejahatan
Saya beri contoh ya Wasih. Dosa itu sama dengan kejahatan dalam dunia peradilan. Dalam dunia peradilan mencuri motor itu tindakan kejahatan kan? Perhatikan, mencuri motor itu kejahatan (dosa). Tindakan pencurian motor itu nyata, itu bukan ilusi. Apa kamu tidak memasukkan motormu sewaktu malam ke garasi, Â masukkan kan? Nah, itu artinya kejahatan pencurian motor itu bukan ilusi. Pencurian motor itu nyata kalau itu ilusi ya kita bisa letakkan motor kita disembarang tempat, tetapi kan kita tidak melakukan hal itu, itu karena kita tahu pencurian motor itu bukan ilusi. Pahamkan, Wasih? Oh, iya mas (sahut Wasih).
Yehu melirik Wasih "tanda bagi Wasih, jangan bertanya lagi". Tetapi karena Wasih ingin tahu penjelasan lebih lanjut, dia bertanya lagi. Mas, apa ia dosa itu katanya tidak ada? Dosa itu ada (sahut si penginjil), hanya saja beberapa orang dan golongan tidak mau mengakui dosa sebagai dosa, mereka secara sengaja tidak mau mengakuinya. Bahkan, mereka menyebarkan pandangan mereka tersebut kepada setiap orang, itulah sebabnya Wasih mengetahui pandangan mereka. Â Â
Tidak ada dosa dalam Sains
Tetapi kata Neurolog dosa tidak ada dalam bidang Neurologi Mas (Tanya Washi). Begini Washi, yang menyimpulkan hal seperti itu bukanlah ilmu tersebut, tetapi orang yang membidangi ilmu itu. Dan kesimpulan mereka itu tidak dihasilkan dari ilmu Neurologi, tetapi dari iman pribadinya. Banyak kok, Neurolog yang mengakui keberadaan dosa, sekalipun Neurologi tidak berbicara tentang dosa.
Tidak membahas tentang dosa tidak sama dengan tidak mengakui keberadaannya. Tuhan yang menciptakan otak manusia itu benar, tetapi dalam ilmu Neurologi pokok pembahasannya bukanlah dosa atau tumbuh-tumbuhan. Hanya karena tidak ada pembahasan tumbuh-tumbuhan pada neurologi tidak berarti tumbuh-tumbuhan itu tidak ada. Demikian halnya dengan dosa, hanya karena dalam neurologi tidak membahas tentang dosa tidak berarti dosa itu tidak ada.
Dengan kata lain masalah dosa bukan bidang neurologi. Masalah dosa juga bukan bidang pembahasan dalam ilmu-ilmu lainnya seperti ekonomi, tata boga, arsitektur dll. Masalah dosa itu masalah iman dan itu ranahnya teologi.
Bus mereka sudah sampai di halte depan rumah Yehu, akhirnya mereka turun bersama Washi (tunangannya). Di depan rumahnya Yehu melihat sebuah traktat yang judulnya "Sudahkah saya selamat" di dalam artikel itu tertulis alamat www.matikemana.com. Sambil dia membaca traktat tersebut, terlintas dalam pikirannya percakapan Yehi dan Washi "Dosa itu ilusi hanya dalam pikiranya saja, dalam prakteknya dosa itu sangat nyata. Karena kejelasannyalah, maka dosa itu disangkal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H