Mohon tunggu...
Mona Fatnia
Mona Fatnia Mohon Tunggu... Lainnya - writer opinion

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ #La Tahzan Innallah Ma'anna #Bermanfaatuntuksesama #Rahmatanlillallamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rakyat Korban Kebijakan Pertambangan

8 Februari 2024   19:29 Diperbarui: 8 Februari 2024   19:49 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : Mona Fatnia

Gemah ripah loh jinawi peribahasa yang sekiranya tak asing ditelinga masyarakat Indonesia, memiliki arti mendalam dan makna yang mengambarkan kayanya alam Indonesia. Seperti artinya yang tak lapuk dimakan masa pun tak hilang dimakan usia. Namun hal itu tak berbanding lurus dengan keadaan masyarakat hari ini. Mengatasnamakan bangsa yang menciptakan ketentraman, kesuburan, kemakmuran, keadilan nyatanya tak demikian. Melihat kejadian adalah mereka yang terkena dampak kebijakan sakit perihal tambang yang terus saja memakan korban, lantas sampai dimana kemakmuran yang sering digaungkan, sementara untuk makan saja rakyat susah ditambah ancaman tambang yang terus menghilangkan nyawa? Lalu peran negara hari ini dimana ketika rakyat hanya dibiarkan meregang nyawa ?

Sistem Rusak : Regulasi Amburadul, Rakyat Meregang Nyawa

Kerusakan muncul sebab akibat dari apa yang diperbuat tangan manusia, terlebih malah berdampak buruk pada lingkungan hidup yang merupakan penyambung dalam kehidupan. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi ketika pertambangan sering kali salah kaprah dalam menilainya, sebab nyatanya hanya menghasilkan kerusakan parah terhadap masyarakat yang tinggal disekitarnya.

Masyarakat merasakan dampak buruk stockpile (penimbunan) batu bara yang sudah berjalan beberapa bulan, baik dampak terhadap lingkungan maupun kesehatan warga.  Perusahaan belum menunjukkan tanggungjawabnya atas dampak buruk tersebut. Ini pun bisa berakibat fatal apabila hanya dijadikan angin lalu saja oleh pemerintah setempat. Mengingat debu batu bara sendiri memicu sesak napas serta mata perih yang apabila terhirup oleh manusia dapat mengakibatkan sakit tenggorakan sampai terkena penyakit Ispa yang cukup berbahaya. (Republika, 23-12-2023)

Dampak aktifitas penimbunan batubara ini nyatanya memunculkan polemik besar antara warga Sukaraja dan Way Lunik, Kota Bandar Lampung, dengan aktifitas perusahaan batu bara milik PT GML dan PT SME, yang disinyalir akan membahayakan kesehatan warga setempat yang terdampak. Sebab Stockpile batu bara sangat berakibat pada lingkungan yang tercemar. (Lampost, 22-12-2023)

Jelas hal ini bukan membawa pada kesejahteraan rakyat, tapi justru kerusakan yang rakyat dapat. Karena pada dasarnya, pertambangan ini layaknya parasit yang setiap detik membawa kerusakan dalam tubuh manusia, alih-alih mengobatinya dengan obat, tapi nyatanya hanya menjadi penyakit kronis. Maka tak menampik kemungkinan bahwa seringnya pertambangan memakan korban yang ada disekitarnya.

Seperti kita tahu bersama bahwa industri pertambangan menghasilkan metal dan metaloid dalam konsentrasi tinggi yang berbahaya bagi kesehatan lingkungan. Selain itu, penggunaan metode tradisional penambangan secara terus menerus sanggup meningkatkan emisi produk beracun dan produk tidak ramah lingkungan lainnya. (Cnnindonesia, 15-03-2021).

Hal ini ketika dibiarkan justru semakin memperparah lingkungan hidup yang ada disekitarnya. Apalagi pada fakta yang ada, masifnya penambangan batu bara yang tersebar diseluruh daerah yang ada di indonesia menandakan regulasi yang amburadul dalam mengatur izin pertambangan acap kali tak pernah diperhatikan. Pun  akibat yang nanti disebabkan oleh pertambangan batu bara sendiri tak pernah diindahkan. Karena pada dasarnya kerusakan yang dihasilkan dari pertambangan batu bara ini tak pernah menjadi evaluasi pemerintah dalam menilai layak tidaknya pertambangan tersebut.

Tentu ini adalah buah dari kebijakan  pertambangan negara yang tidak memperhatikan lingkungan, dan tidak tegasnya negara dalam memberikan sanksi pada perusahaan yang terlibat.  Bahkan  kadang negara justru berpihak pada perusahaan dan mengabaikan nasib rakyat. Akibatnya rakyat menjadi korban perampasan ruang hidup,  dan terancam kualitas kesehatannya. Maka benar adanya tidak ada keberpihakan negara dalam melindungi hak rakyat untuk menikmati ruang hidup yang sehat dan aman.

Merujuk pada catatan Walhi, bahwa kebijakan negara dalam sektor pertambangan adalah penyebab utama konflik agraria dan perampas ruang hidup yang paling jahat dibanding sektor lainnya. Salah satunya pengesahan UU Minerba No.3 Tahun 2020, dimana Pemda tidak lagi bisa melakukan pencabutan Izin Usaha Pertambagan (IUP) sebab keseluruhan wewenang pertambangan  diatur oleh pemerintah pusat. (MuslimahNews, 06-12-2023)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun