Oleh : Mona Fatnia Mamonto, S.Pd
IKN tak rampung-rampung, membuat rakyat dibuat terkatung-katung, alih-alih ganti rugi, kini malah aturan yang dikebiri. Istilah itulah yang pantas disematkan kepada pemerintah hari ini, ketika program pembangunan IKN negara terus dikejar demi investasi para pemilik modal. Sementara rakyat kebingungan bertahan hidup dalam ketidakpastian, terlebih hari ini mereka tak memiliki aset lebih untuk bertahan, tanah pun dilalap habis oleh mereka yang mempunyai kepentingan pribadi. Lalu untuk apa pembangunan IKN dipercepat, sementara hak rakyat tak pernah ditunaikan sesuai ketetapan UU yang berlaku ?
IKN: Ambisi dan Kepentingan Kapitalis
Berita pembangunan IKN memang tak ada habisnya, bagai benalu yang terus menjalar pada setiap ranting yang dihinggapinya dengan menumpang diri, lalu menginginkan lebih kemudian pergi lupa diri.
Jelasnya IKN sebagai masa depan bangsa, tercipta perbaikan dan kesejahteraan yang menjanjikan untuk yang berpunya, sementara dibawah hanya menjadi penonton yang kebingungan tak tau arah dan tempat tujuan.
Tentu hal ini bukanlah baik bagi rakyat, terlebih rakyatlah yang memiliki andil besar dalam setiap peran untuk kemajuan suatu banga. Namun hal itu tak sejalan dengan pembangunan IKN hari ini, pasalnya melihat fakta yang terjadi dilapangan, ratusan warga yang ada dikabupaten Penajam Paser Utara (Kaltim) melakukan protes terhadap pihak Bank Tanah, sebab tanah yang telah mereka tempati sebelum indonesia merdeka diambil alih oleh Bank Tanah untuk pembangunan Bandara Naratema yang merupakan bandara VIP ibu kota Negara IKN nusantara. (cnnindonesia, 21-06-2023).
Proyek IKN yang digenjot pemerintah hari ini tentu tak lepas dari dukungan investasi asing, yang sebelumnya penambahan biaya pembangunan tak tanggung-tangung jumlahnya. Pasalnya proyek IKN kembali memunculkan masalah baru terkait dengan rencana pembangunan bandara. Warga protes karena tanahnya dicaplok negara untuk pembangunan bandara. Terlebih tanah yang dicaplok merupakan tanah yang ditempati yang berpunya.
Menyoal Bank Tanah sendiri sebenarnya lahir dari RUU Omnibus Law UU Ciptaker yang mengarah pada pengaturan pertanahan negara. Maka sejak awal disahkannya RUU tersebut sebenarnya sudah menjadi bumerang bagi rakya sendiri, terlebih RUU ini lebih mendewakan para investor dan pemilik modal. Sebabnya pun didasari pada beberapa hal ; Pertama, Adanya peran Bank Tanah yang dibuat sebagai penjamin bagi kepentingan rakyat, baik itu umum, sosial, pembangunan nasioal sampai pada pemeretaan ekonomi dalam segala bidang. Kedua, Pencaplokan atas lahan pembangunan bandara adanya Perpres No. 31/2023 tentang percepatan pembangunan dan pengoperasian bandara VVIP untuk mendukung IKN.
Hal ini bukanlah menjadi solusi bagi masyarakat yang ada, pasalnya persengketaan lahan yang seringnya terjadi di bidang pertanahan dan agraria, malah semakin membuat rakyat menderita. Bahkan rakyat yang sering menjadi korban dengan berbagai kerusakan yang dihasilkan, mulai dari alam yang rusak, sampai tanah adat yang ada hilang tak bersisah, alih-alih Omnibus Law pada bidang pertanahan memberikan jaminan pada rakyat, ini justru malah menjadikan rakyat kambing hitam. Maka jelas Omnibus Law sendiri bermasalah dalam setiap pasal yang dibuatnya.
Bila melihat fakta yang terjadi, pencaplokan tanah yang dilakukan oleh Bank Tanah adalah upaya untuk memuluskan ambisiusitas agar nantinya lahan yang dipersiapkan untuk pembangunan bandara aman dan terhindar dari konflik sosial, yang parahnya lagi dilakukan tanpa adanya sosialisasi terlebih dulu kepada masyarakat. Lahan yang ada pun merupakan bekas lahan HGU milik PT Triteknik Kalimantan Abadi yang menguasai 4.000 H, namun lahan ini sebelum dijadikan HGU PT TKA, merupakan lahan yang dimiliki rakyat. Namun waktu berjalan, dari pemerintah sendiri menjanjikan adanya reformasi agraria dari tahun 2022 yang tak kunjung ada kejelasan hingga hari ini.
Pada dasarnya, pencaplokan tanah yang dilakukan Bank Tanah merupakan tujuan untuk memuluskan jalan dari para pemilik modal kapitalis, yang sejatinya pemilik modal investasi terbesar di IKN. Hal ini pun berdasar pada UU Ciptaker yang lebih mengarah pada kelancaran bisnis kapitalis, seperti pada Kawasan ekonomi khusus, pariwisata dan proyek besar yang menjadi prioritas pemerintah, sementara rakyat yang mendiaminya terkatung-katung tak tau arah mau kemana.
Namun, pencaplokan tanah yang dilakukan tentu sangat merugikan rakyat, nyatanya tidak adanya kejelasan keberpihakan pemerintah terhadap rakyat, yang ada hanya janji-janji mansi belaka. Sementara didalam bunyi sila ke-5 dinyatakan bahwa "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia" yang bila dipersingkat bahwa keadilan yang dimaksudkan adalah tidak menggunakan hak milik rakyat dalam hal ini tanah yang kiranya bertentangan atau merugikan kepentingan umum.
Nyatanya tak ada harapan apapun ketika hal tersebut hanya dijadikan formalitas dalam setiap agenda namun tidak adanya pengimplementasian terhadap hak masyarakat yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal ; Pertama Ambisiusitas pemerintah pada prioritas pembangunan IKN yang menjadikan APBN sebagai korbanya, alih-alih APBN digunakan untuk kepentingan seluruh rakyat malah digunakan dalam hal yang belum terlalu penting dibuat. Kedua, tingginya minat investor baik asing maupun lokal dalam pengikutsertaan pembangunan IKN yang didalamnya menyediakan peluang besar bagi pemilik modal untuk memiliki hak penuh pada pengelolaan lahan.
Kasus ini menambah bukti bahwa proyek IKN tidak memperhatikan kepentingan rakyat dan hak rakyat. Terlebih adanya Bank Tanah yang dibuat oleh pemerintah adalah senjata untuk mempermudah kepemilikan tanah di Kalimantan Timur yang diambil secara paksa dari rakyat. Maka ini tak menutup kemungkinan tujuan sebenarnya pemerintah sendiri adalah bukan untuk kepentingan umum terlebih rakyat, melainkan demi para pemilik modal agar para penguasa semakin memperkaya diri, sedang kondisi rakyat dijadikan alasan berkali-kali dalam mengambil kebijakan sakit.
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa pembangunan bandara IKN apalagi main caplok tanah rakyat sana sini bukanlah untuk kepentingan rakyat yang hakikI, yang sebenarnya bila untuk rakyat maka pasti tidak adanya penderitaan yang bertubi-tubi dalam setiap pelaksanaan kebijakan ataupun pengambilan yang sejatinya hanya merugikan rakyat. Jangankan untung malah buntung yang didapat. Mengatasi permasalahan pun pemerintah enggan turun tangan, apalagi mengatasi masalah yang menjadi hak rakyat.
Pandangan Islam dalam Hak Kepemilikan Tanah
Sejatinya kepemilikan dari apapun yang sumbernya dari pencipta adalah hak dari setiap individu yang mendiami tempat tersebut, terlebih digunakan untuk bertahan hidup. Dalam Islam pun demikian, semuanya diatur oleh Pencipta alam semesta yang luasanya mencakup alam raya dan isinya.
Namun apa jadinya bila hak milik per individu dijadikan ranah ekonomi dalam bentuk investasi, apalagi dijual pada satu kelompok untuk memperkaya diri. Maka jelaslah bahwa ada kezaliman didalamnya. Tentu hal tersebut bersumber dari regulasi yang dibuat oleh pemimpin selaku penguasa negeri untuk para kapitalis dengan sistem untung rugi. Yang sejatinya fungsi penguasa adalah untuk mengurusi urusan rakyatnya bukan sebaliknya.
Seba Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, sehingga proyek apapun harus berpihak pada kepentingan rakyat dan untuk kemaslahatan rakyat. Penggunaan tanah rakyat pun akan ada ganti untung yang sepadan.
Hal tersebut berpangkal pada posisi penguasa sebagai pengurus rakyat, berdasarkan hadis Rasulullah saw.,
...
"Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus."
(HR Bukhari dan Ahmad).
Ini pun jelas sangat berbeda ketika sistem Islam yang mengatur didalamnya, dimana Islam mengharuskan setiap yang dilakukan harus berdasar pada syari'at Allah subhanahu wa ta'ala. Terkait kepemilikan tanah pun Islam mengaturnya. Di sisi lain, harta yang termasuk tanah didalamnya yang kiranya bukan milik umum, namun milik masyarakat secara keseluruhan baik dalam pengelolaanya atau kebermanfaatnya itu menjadi hak Negara untuk diberikan kepada individu tertentu.
Namun bila tanah tersebut masuk dalam kepemilik individu /umum, maka negara tidak berhak mencaplok hak kepemilikan atas tanah tersebut, apalagi menginvestasikannya kepada pihak asing. Sebab setiap kepemilikan individu sangat dilindungi oleh syariat dan aturan ini tidak boleh dilanggar oleh siapa pun.
Dengan demikian, Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia bukan saja pada taraf ibadah atau pun sosial, melainkan juga pada taraf ekonomi dan kepemilikan individu, sebab dengan sistem Islam tidak akan lahir kezaliman dan ketimpangan sosial terlebih tebang pilih dan memberikan hak. Hak kepemilikan individu pun bisa diajukan ke Mahkamah Mazhalim apabila terjadinya kezaliman yang disebabkan oleh penguasa, sehingga kezaliman tersebut dapat hilang.
Khatimah
Oleh karenanya, hanya sistem Islamlah yang mampu mengatasi segala problematika umat, terlebih menyoal pada kepemilikan individu, dengan Islampun tidak adanya kezaliman yang terjadi. Beda pun dengan sistem kapitalis yang melihat segala sesuatu berdasarkan atas manfaat, apapun diembat asalkan tujuan terjawab, dengan berbagai cara dan metode dipakai, agar bisa menguasai harta-benda bahkan sampai jabatan sekalipun. Na'udzubillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H