Mohon tunggu...
mona fatnia
mona fatnia Mohon Tunggu... Guru - writer opinion

Jadikan segalanya menjadi sumber kebaikan yang mengantarkanmu pada keridhoan-NYA. اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan Pajak, Untuk Keuntungan Siapa ?

16 Januari 2025   19:41 Diperbarui: 16 Januari 2025   19:41 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat bahwa PPN ini dampaknya luas bukan hanya pada sektor ekonomi saja melainkan menyeluruh. Parahnya pemerintah sendiri tidak akan mampu menontrol pasar barang maupun jasa. Pertanyaanya apakah bisa mengontrolnya ?, Karena negara hari ini bebas dalam tata pengaturannya alias liberal pasarnya.

Meski hanya untuk barang mewah saja, namun para pelaku ekonomi di perusahaan tidak bisa menerjemahkannya, fakta dilapangan semua sektor naik harganya. Apakah ini sesuai dengan yang disampaikan oleh pemerintah. Karena pajak sendiri merupakan sinyal  bagi peningkatan harga-harga barang maupun jasa. Ini tentu hal yang sensitif bagi rakyat.

Justru dengan pemberlakuan PPN 12% terhadap barang mewah sebenarnya tidak ada kepastian hukum, apalagi ini hanya sementara atau masa transisi untuk menerapkan kebijakan tersebut. Sebab meski pemerintah sendiri tidak menaikan barang dan jasa untuk pendapatan dibawah kategori mewah tidak menutup kemungkinan PPN 11% perlahan akan dialihkan kepada kategori mewah. Karena barang dan jasa mewah tidak diuraikan secara spesifik. Seperti halnya pajak penghasilan, yang sejatinya tidak berdampak pada barang dan jasa, tetapi jika PPN 12% ini menempel pada barang dan jasa, meski pemerintah membatasi hanya untuk barang mewah, apapun barang itu jika termasuk barang mewah pasti kena PPN.

Walhasil, PPN  barang dan jasa yang terkategori mewah pastinya akan kena terhadap barang dan jasa dibawah kategorinya. Ini layaknya kucing dalam karung. Artinya tidak ada kejelasan terhadap penerapan PPN 12% pada barang dan jasa yang terkategori mewah.

Produk Kapitalis

Pajak dalam kapitalis sendiri adalah tulang punggung pendapatan negara sehingga penguasa akan terus memburu rakyat dengan berbagai punggutan. Maka selama mendatangkan pemasukan, kenaikan pajak dan aneka tarif akan menjadi kebijakan langganan bagi penguasa kapitalis. Berbagai kategori pajak dipunggut kepada rakyat, mulai dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dan dalam sistem kapitalisme negara hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator, melayani kepentingan para pemilik modal, dan rakyat biasa akan terabaikan sampai rakyat menjadi sasaran berbagai punggutan negara yang bersifat "wajib" sebagai konsekuensi posisinya sebagai warga negara. Alhasil rakyatlah yang paling banyak dirugikan ketika kebijakan kapitalis ini diterapkan.

Melihat fakta yang ada, ketika rakyat dijadikan tulang punggung dalam memasok pendapatan negara ialah melalui peningkatan pemasukan pajak yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. BPS melaporkan penerimaan pajak mencapai 82,4% dari total penerimaan. Dan pada tahun 2023, negara meraup keuntungan sebesar Rp2.634 triliun. Tahun 2024 menjadi tahun dengan penerimaan negara paling tinggi sepanjang sejarah karena mencapai Rp2.802,3 triliun. Dalam raman resmi kemenkeu, hingga oktober 2024 pendapatan negara mencapai Rp2.247,5 triliun atau 80,2% dari target APBN. (Mnews, 26-12-2024)

Wajar bila pajak merupakan kebijakan yang paling digenjot ketika membuat Undang-Undang, karena pendapatan dari pajak lumayan untuk bisa membayar hutang negara (itu jika pemerintah mau berpikir lebih dalam). Namun apa mau di kata ketika pajak sendiri merupakan alat untuk memeras rakyat dengan bahasa yang halus guna dipakai demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sedang kebijakan penguasa di sini bukan sebagai pelayan rakyat, tetapi hanya sebagai alat bagi para pemodal. Parahnya ketika para penguasa digaji dari hasil keringat rakyat karena tuntutan pajak, sedang kinerja untuk kepentingan rakyat masih jauh dari amanah dan adil.

Karenanya, punggutan pajak hanya untuk membuat rakyat menderita, karena punggutan yang ada tidak memandang kondisi rakyat, sehingga banyak kebijakan pajak yang memberikan keringanan pada para pengusaha, alias pro dengan para kapitalis dengan alasan guna meningkatkan investasi pengusaha bermodal besar. Padahal justru rakyatlah yang dikapitalisasi dan dikriminalisasi dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Pajak (Dharibah) dari Kacamata Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun