Mohon tunggu...
mona fatnia
mona fatnia Mohon Tunggu... Guru - writer opinion

Jadikan segalanya menjadi sumber kebaikan yang mengantarkanmu pada keridhoan-NYA. اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kenaikan Pajak, Untuk Keuntungan Siapa ?

16 Januari 2025   19:41 Diperbarui: 16 Januari 2025   19:41 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pajak dan Punngutan (Sumber : Taxnow.co.id)

Oleh : Mona Fatnia

Sembari menyelam minum air, itulah pepatah untuk keadaan ekonomi hari ini yang kian absurd. Kondisi semakin pelik diujung ekonomi yang semakin sulit, pun pada kemampuan rakyatnya tak kunjung membaik pasca dilanda pandemi 3 tahun kemarin. Melihat dari tahun ke tahun ketimpangan terus merajalela, yang kaya semakin kaya dan miskin semakin dimiskinkan. Tentu apakah ini kesengajaan? Jelas bukan, ketika punggutan bagi rakyat sejatinya tak memberikan nilai untuk penghidupan mereka agar lebih disejahterahkan, tapi malah dilindas dengan kebijakan yang justru lebih memberatkan. Lantas inikah yang dinamakan memihak kepada rakyat dan berjuang untuk mensejahterahkan rakyat ? sementara pajak diberikan karpet merah untuk dilangengkan dalam memajaki rakyat.

Pajak : Menggigit Rakyat

Tepat pada tanggal 31 Desember 2024, Presiden Prabowo resmi mengumumkan kenaikan PPN menjadi 12% yang akan dimulai pada tahun 2025. Pengumuman itu disampaikan oleh Presiden di gedung Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sore hari yang didampingi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Dalam keterangan resminya, bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, pun kategori ini meliputi barang dan jasa tertentu yang sudah dikenakan tarif PPN barang mewah yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat mampu. Seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar atau yacht, serta rumah yang sangat mewah dengan nilainya di atas golongan menengah. Sementara, untuk barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat yang selama ini diberikan pembebasan pajak,tetap akan dikenakan tarif PPN 0%. (Kompas,01-01-2025)

Setali tiga uang dengan apa yang telah disampaikan oleh Presiden, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% hanya untuk barang dan jasa sangat mewah, sehingga tarif PPN kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti sabun hingga layanan over the top (OTT) tetap 11%.

Tentu apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah tak selamanya menyenangkan hati rakyat, terlebih dalam rangka mensejahterahkan kehidupan masyarakat. Melihat 4 empat hari sebelum penetapan PPN 12%, berbagai aliansi  masyarakat hingga tingkat buruh dan mahasiswa melakukan unjuk rasa menolak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% di depan Istana Merdeka, Jakarta (27/12/2024). Mahasiswa pun menilai bahwa kebutuhan hidup saat ini semakin mahal dan sangat merugikan semua elemen masyarakat. (Kompas, 27-12-2024)

Hal ini disoroti juga oleh pakar akademisi, Menurut Dr Ir Arman Hakim Nasution Meng dosen Departemen Manajemen Bisnis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), menurutnya dengan kenaikan PPN ini, dapat diprediksikan nantinya daya beli masyarakat Indonesia akan menurun drastis, pun ketika diberlakukannya PPN 12% tersebut tentu akan memicu adanya inflasi di masa mendatang. (ITS, 28-12-2024)

Dalam hal ini, pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara dalam sistem Kapitalisme, karena itu pajak adalah keniscayaan, demikian pula kenaikan besaran pajak dan beragam jenis punggutan pajak. Maka dengan sendirinya rakyatlah yang menangung kebijakan ini, bukan saja sebagai pemakai fasilitas umum yang disediakan negara, tapi juga dipungguti pajak pada segala ranah. Jelas ini bukan memberikan ruang bebas bagi rakyat tapi malah menggigit rakyat.

Dimana ketika pajak menjadi sumber pendapatan negara, maka hakekatnya rakyat membiayai diri sendiri kebutuhannya akan berbagai layanan yang dibutuhkan. Artinya negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat, tapi walhasil hanya memberikan beban berlebih kepada rakyat yang sejatinya penghasilan untuk kelas ekonomi dibawah tidak akan cukup dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski pemerintah sendiri mengklaim bahwa kenaikan PPN 12% mengacu pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tentu dampaknya akan meluas ketika UU ini dijalankan meski hanya dikategorikan pada barang mewah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun