Pertama, Novel Baswedan mengatakan, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengatakan seharusnya Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap yang melibatkan buron Harun Masiku sejak 2020. Dia menduga, ada keterlibatan mantan Ketua KPK 2019-2024, Firli Bahuri, hingga pemberian status tersangka pada Hasto sempat tertunda. Maka hal itu, secara kasat-nalar, bukan soal penegakkan hukum, melainkan permainan politik hukum.
Kedua, jika ucapan Ray Rangkuti itu adalah benar, bahwa sudah lama terdengar isu beberapa orang anggota atau pengurus PDIP jadi target hukum. Khususnya mereka yang kritis terhadap pemerintahan sebelumnya dan juga yang sekarang. Maka penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh KPK adalah sinyal dari isu dimaksud, maka asumsi ini pun, menunjukkan adanya permainan politik dalam penegakkan hukum.
Lha, bila demikian adanya, bukankah pihak KPK mengatakan bahwa hal ini adalah murni masalah hukum ?Â
Pihak KPK mengatakan, bahwa alasan mengapa baru menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap yang melibatkan Eks Caleg PDIP Harun Masiku meski telah menangani kasus ini sejak 2019. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan penetapan tersangka itu baru dilakukan sebab penyidik baru merasa yakin dengan alat bukti yang dimiliki.
Jika kita yakin dengan ucapan KPK, maka  kesimpulannya adalah (1) penetapan status hukum seseorang tidak bisa sembarangan, (2) butuh keyakinan-dari penyidik untuk mengambil keputusan mengenai status hukum seseorang.Â
Sayangnya memang, untuk menghadirkan keyakinan ini, bisa dipengaruhi situasi politik, atau atmosfera hukum yang mendukung. Karena, manakala situasi tidak menentu, ditambah keteguhan penegak hukum yang lemah, maka yang ada, bukan penegakkan hukum, melainkan politik penetapan hukum itu sendiri !
itulah persoalannya !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H