Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Diary

Rasionalitas yang Tidak Objektif

23 Juli 2024   05:55 Diperbarui: 23 Juli 2024   06:03 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: depositphotos.com

Hari Ahad kemarin. Bertemu senior di lapangan olahraga. Menurut pengakuannya, beliau ini kerap kali melakukan olahraga rutin mingguan, baik berupa jogging, senam, atau gerak-fisik yang menyehatkan lainnya di Sport Center - Bandung Jawa Barat.  Memang, menurut pengakuannya lagi, tidak selalu di tempat ini. Tempat-tempat pilihannya itu, bisa di Lapangan Gasibu, atau Gelora Bandung Lautan Api.

Di pertemuan itulah, beliau menuturkan karir dan perkembangan intelektualnya. Maklum, beliau adalah akademisi di sebuah perguruan tinggi, sehingga obrolan demi obrolannya tidak jauh dari dunia akademik. Terlebih lagi, saat ini, beliau sedang menjabat di posisi struktural yang terhormat pada salah satu universitas di Kota Bandung ini.

Di sela-sela shilaturahmi itulah,  kemudian dia menuturkan rencananya untuk terus menerbitkan karya ilmiahnya. "Rencananya, setiap tahun, saya akan terbitkan karya pribadi itu.." ungkapnya, "karena, kalau dicetah tahun ini, tidak akan dihitung kredit." paparnya lagi, "karya tulis dalam setahunnya, tetap saja, hanya dihitung satu buah..".

Mendengar penjelasan itu, agak terenyuh juga.  Namun, dengan menyimak penjelasannya yang mudah dipahami. Mungkin benar, agak sulit rasanya, bahwa seorang ASN akan membuat buku setiap hari, dengan beban tugas yang banyak, tugas pokok dan fungsi kepegawaian lainnya. Bukankah seorang akademisi memiliki kewajiban untuk meneliti, mengajar dan pengabdian pada masyarakat? 

Menurut nalar-ASN, untuk membuat sebuah karya ilmiah, butuh konsentrasi dan keseriusan. Karena itu, pembuatannya tidak bisa sembarang waktu dan sembarang kerja. Karena terbatasnya waktu, maka sebagian orang merasa bersyukur  terkait pewajiban karya ilmiah ini, tidak diberlakukan setiap bulan atau setiap tahunnya. Dengan penalaran atau rasionalisasi serupa itulah, maka  wajar jika beban penerbitan karya ilmiah itu, hanya dihitung satu buah untuk disetiap tahunnya. 

Wah, hal itu akan terasa banget bagi seorang guru. jangankan untuk setiap tahun, satu buah karya untuk 2 atau 3 tahun pun, mungkin masih banyak mengalami kesulitan. Untuk sebagian guru, pewajiban membuat karya ilmiah ini, menjadi salah satu kewajiban yang cukup menyulitkan. Boro-boro untuk satu tahun satu karya, untuk dua atau 3 tahun dalam satu karya pun, cukup banyak alasan untuk tidak bisa memenuhinya.  Karena itu, argumentasi tadi itu, sangat mudah dipahami.

Kendati demikian, apakah peraturan itu kemudian menafikan satu kondisi yang berbeda ? pakah rasionalisasi itu harus membungkam dan  menutup mata terhadap fakta lain yang berbeda, atau menutup mata terhadap kemungkinan adanya ASN yang produktif ? Ada beberapa alasan yang saya anggap bahwa rasionalitas  itu tidak objektif !

Pertama, bila mencontoh ke akademisi yang lain, kita akan melihat sebuah fakta yang sangat mengagumkan. Misalnya, dalam informasi di Wikipedia, Ibnu Taymiah (1263-1368), diketahui, "sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syariat ". Wah, kalau beliau jadi ASN, rasanya, puluhan karya dalam hidupnya itu, masih tetap juga tidak dihargai oleh negaranya !!!!

Hal serupa dapat pula dilihat dari produktivitas HAMKA. Menurut Yunan Nasution mencatat, dalam jarak waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka melahirkan 84 judul buku.  Dengan kata lain, dalam setahunnya, bisa menghasilkan 2 buah karya intelektual. Sekali lagi, kalau beliau jadi ASN, rasanya, puluhan karya dalam hidupnya itu, masih tetap juga tidak dihargai oleh negaranya !!!!

Kedua, fakta penerbitan itu berbeda-beda. Bisa jadi, kita memiliki naskah. Dalam satu tahun bisa membuat satu karya ilmiah. Tetapi, saat ditawarkan ke penerbit, tidak mendapat respon yang positif. Kemudian di tahun kedua, kita mendapat informasi ada penerbit yang siap menerbitkan karya kita, dan ternyata kita sudah memiliki karya lebih dari satu buku, maka bukan hal aneh, bila kemudian di tahun itu bisa menerbitkan lebih dari satu buku. Bagaimana dengan kenyataan ini ? 

Ini sekedar rasionalisasi, ikut-ikutan argumentasi sebelumnya juga. Bila kita, setiap hari bisa menulis satu atau dua halaman opini. Kalau satu hari satu halaman, kita bsia memuat tulisan kurang lebih 300  halaman dalam satu tahun. Kemudian kalau dokumentasikan, dalam satu tahun, bisa menjadi lebih dari 1 buah buku, dengan jumlah halaman yang cukup sekedar antara 100-150 halaman. Silahkan dihitung saja. Bila diterbitkan, bisa menjadi 2 buah buku. Namun, bila kedua buku itu diterbitkan, bisakah kedua buku itu dinilai kedua-duanya ? 

Wah, kalau jadi ASN, rasanya, puluhan karya dalam hidupnya itu, masih tetap juga tidak dihargai oleh negaranya !!!!

Sekali lagi, argumentasi pihak penilai bisa dianggap rasional. Tetapi rasionalisasia tersebut, bisa jatuh ke jurang ketidakobjektifan. Tidak objektif, karena fakta produktivitas  seseorang, berbeda-beda. Ada orang yang disiplin melahirkan karya satu tahun satu buah, satu buah dalam beberapa tahun, tetapi ada juga dalam satu tahun melahirkan karya lebih dari satu buah karya intelektual. Untuk kasus yang terakhir ini, penilai karya ilmiah tidak menunjukkan sikap yang objektif dan realistis.

Terakhir  terkait dengan budaya milenial ini, dengan bantuan Chat GPT, seseorang bisa membuat buku dalam waktu hitungan hari atau hitungan jam. Bila demikian adanya, apakah karya itu pun, akan dianggap tidak ada ada dan kemudian

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun