Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Membangun Kedaulatan Digital!!!

7 Juli 2024   07:17 Diperbarui: 7 Juli 2024   10:01 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://congress-intercultural.eu

Kisruh dan kasus jebolnya PDNS (Pusat Data Nasional sementara), bukanlah masalah sementara. Kasus ini, harus dijadikan kasus-pelik dan krusial bagi kedaulatan bangsa Indonesia.

Jelas sudah. Bocornya data, atau mudahnya dijebol data digital nasional oleh pihak lain ini, merupakan tamparan, kalau bukan disebut pukulan KO bagi bangsa Indonesia.

Tidak ada yang bisa bersembunyi dibalik kasus ini. Sistem digital lemah. Badan Siber pun, kecolongan. Tim IT gagal membangun dinding keamanan dan pengamanan. Alasan apapun, jelas, hanya memberikan sebuah gambaran mengenai alibi, dibalik kelemahan-kelemahan tersebut. 

Sekali lagi. Tidak ada lagi yang perlu ditutupi, mengenai ragam kelemahan ini. Jebolnya data itu adalah bukti autentik evaluasi terhadap sistem digital bangsa Indonesia.

Berita kelemahan data, ketergantungan data, atau sistem digital kepada pihak asing, termasuk isu data KPU di server asing, adalah sejumlah informasi yang menunjukkan bahwa sistem digital nasional, masih rawan pencabutan dan pencatutan oleh pihak asing. Data dan informasi ini, boleh dibilang sebagai isu media sosial, namun fakta jebolnya PDNS adalah bukti tak terbantahkan mengenai lemahnya sistem digital bangsa Indonesia.

Menarik untuk direnungkan.

Jika di  masa lalu, penjajahan sebuah negara (kolonialisasi) lebih  berbasis pada wilayah, maka hal itu adalah ciri ari kolonialisasi jadul. Jaman dulu, dan konvensional. Ada yang menyebutnya, sebagai kolonialisasi 1.0.

Nah, di zaman sekarang ini, tidak demikian adanya. Kolonialisasi atau pengangkan kedaulatan sebuah negara, tidak lagi berdasarkan pada wilayah, perdagangan, atau kekuasaan-boneka, melainkan mengarah pada basis digital. Artinya, siapa yang menguasai jariangan digital, maka dia akan bisa menguasai opini, perdagangan, dan kekuasaan. Dengan penguasaan jaringan atau digital, maka dia akan mampu membuat warna utama dalam wajah kehidupan negara atau masa depan dunia ini.

John Naisbitth pernah mengatakan , era demokrasi akan diganti dengan era netokrasi, atau kekuasaan berbasiskan pada sistem jaringan. Bila hal ini, dikaitkan dengan pandangan McLuhan, maka yang dimaksud dengan netokrasi itu adalah sistem digital atau sistem jaringan, bukan kerjasama konvensional melainkan kerjama digital dengan basis teknologi internet. 

Internt of Think (IoT) hari ini menjelma bukan sebagai instrumen teknologi, atau instrumen komunikasi dan perdagangan, tetapi juga adalah instrumen kekuasaan. Dengan IoT sebuah negara, seperti halnya China, Amerika Serikat atau negara adikuasa-teknologi, akan memosisikannya sebagai instrumen politik untuk memperlancarkan agenda-kolonialiasi 4.0.

Pada konteks inilah, tampaknya sudah waktunya untuk menggaungkan sistem-ideologi bangsa Indonesia yang menekankan kedaulatan-digital.  Kedaulatan digital, bukan saja menyelamatkan bangsa Indonesia di dunia maya, melainkan juga menjadi instrumen strategis dalam menjaga kelangsungan ekonomi, dan masa depan Indonesia. 

Apa yang dimaksud dengan kedaulatan-digital ? 

hal pokok, dalam kedaualatan digital, yakni adanya penguasaan penuh pada sistem, baik hardware maupun software kebangsaan. Data pokok, sistem dan aplikasi kebangsaan, haruslah menjadi dasar dari seluruh sistem digital kebangsaan.

Pertanyaan, apakah mungkin ? pertanyaan ini mengarah pada intelektualisme warga Indonesia.  Pertanyaan itu, bila dijawab dengan pesimis, maka berbagai masalah yang sudah dialami, atau sudah diucapkan di awal narasi ini, akan menjadi masalah berulang. Tunggu saja waktunya, hal itu akan terjadi berulang dan berulang lagi di masa-masa yang akan datang.  

Artinya, dengan adanya kasus PDNS itu, sejatinya memiliki nilai kritik terhadap kaum intelektual digital bangsa Indonesia, dan juga penguasa dalam mengelola masa depan bangsa dan negara ini.

Apakah diantara warga kita, tidak ada yang memiliki kemampuan membuat sistem atau basis digital karya sendiri ? pertanyaan konyol dan bisa mengarah pada  prasangka buruk terhadap kemampuan bangsa Indonesia. Di sejumlah kampus, kaum intelektual yang merintis dan merancang sistem digital, sudah mulai tumbuh dan sudah tumbuh. Hal yang mungkin belum banyak hadir di negara kita, adalah apresiasi terhadap karya inovasi anak bangsa.

Masa iya, kita hanya membanggakan bahasa nasional, makanan nasional, budaya nasional, baju nasional, tetapi sistem digital produk asing ?  keberhasilan dalam membangun kesadaran akan kebanggaan hal-hal serupa itu, adalah bagian yang tidak boleh diabaikan, dan patut tetap untuk dibanggakan. 

Tetapi, seiring perkembangan zaman, kebanggaan-kebanggaan itu tidak lah cukup. Kita tidak cukup sekedar berbbangga dengan hal-hal material, kemudian mengabaikan sisi keunggulan zaman yang terus berkembang dan berubah.

Dalam konteks itulah, sungguh sangat oroni dan lambat mikir. Jika kita hanya berkutat dalam membanggakan kedaulatan berbudaya, dengan cinta dan bangga rupiah, cinta dan bangga bahasa Indonesia, cinta dan bangga kuliner etnis, tanpa tidak memikirkan mengenai masalah kedualatan digital.

Kasus yang ada hari ini, hendaknya dapat dijadikan momentum untuk membangun dan membangkitkan kesadaran kolektif bangsa  Indonesia, untuk sama-sama membangun KEDAULATAN DIGITAL NASIONAL !!!!!

langkah tepat, menjaga kedaulatan bangsa !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun