"acungkan tangan, siapa yang tidak hadir..?" ucap sang guru di hadapan anak didik di depan kelas. Sebuah pertanyaan nge-prank, untuk sekedar membuka suasana kelas, dengan harapan bisa mencairkan suasana di dalam kelas.Â
Kendati demikian, sejumlah anak yang hadir pun paham, bahwa yang dimaksudkannya  itu, adalah menyebutkan orang yang tidak hadir pada saat itu, dan tidak mesti dengan cara mengacukan tangan. Mereka yang hadir, hanya memberikan ketawa  kecil atau senyum secukupnya. Hal itu terjadi, karena pada dasarnya, anak didiknya sudah pada paham terhadap ucapan yang disampaikan sang guru saat itu. Mereka sudah paham,  bahwa yang dimaksudkannya itu adalah sebaliknya, yakni gurunya itu ingin mengetahui siapa peserta didik yang tidak hadir di hari  itu.
Bagi seorang tenaga  pendidik, baik itu dosen, atau guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah, kerap melakukan hal serupa ini. Seorang tenaga pendidik, kerap mengajukan pertanyaan, yang lebih mengutamakan pertanyaan dan perhatian kepada peserta didik yang tidak hadir.
"siapa yang tidak hadir...?" adalah pertanyaan sederhana, simpel, dan kerap menyederhanakan masalah. Dengan mengetahui peserta didik yang  tidak hadir, sang guru  merasa sudah memberikan perhatian yang seksama kepada peserta didiknya. Dan, selepas itu, mereka biasanya  melanjutkan ke langkah pendidikan selanjutnya, yaitu melakukan pembelajaran, sebagaimana  yang direncanakannya !
Itulah salah satu tema, atau pokok pikiran yang disampaikan Ustadz Fahmi, Doktor Filsafat yang juga sekaligus sebagai bagian dari Pemilik Yayasan Pondok Pesantren Manba'ul Huda Kota Bandung.  Dengan menggunakan analogi serupa itu, kemudian, beliau memberikan paparan kritis dan juga menukik, tajam dan mendalam terkait dengan  kondisi pendidikan saat ini, baik dalam konteks tempat kami belajar, maupun pendidikan secara umum.
"adalah aneh.." itulah salah satu point pikiran yang disampaikannya, "kita ini, cenderung perhatian kepada yang tidak ada, daripada yang ada..". Ungkapnya. Kita begitu rajin bertanya, siapa yang tidak hadir dengan maksud untuk peduli dan perhatian, sementara anak didik yang ada, dan hadir di kelas, tidak kita perhatian dengan seksama. Padahal, saat yang hadir tidak disebut nama, atau tidak dipanggil namanya, akan menjadi pembuka dan perenggang jarak psikologis seorang tenaga pendidik dengan anak didiknya.
Sudahlah. Sebagaimana juga kondisi lembaga pendidikan kita saat ini. Andai saja, kita sebagai pengelola lembaga pendidikan yang dikelola secara mandiri, kemudian, mengalami penurunan  jumlah peserta didik, maka pertanyaannya adalah "apakah kita akan memikirkan peserta didik yang  tidak daftar, atau memperhatikan peserta didik yang nyata-nyata sudah daftar dan ada di hadapan kita..."
Cukup ada (kalau tidak disebut banyak), seorang tenaga pendidik atau pengelola lembaga pendidikan, merasa menyesal dan murung karena jumlah peserta didik menurun, atau prestasinya menurun. Padahal hal-hal tersebut, adalah realitas yang dihadapi, tetapi tidak realistis. Karena yang realistis itu, adalah mengelola sumberdaya peserta didik yang ada, dan atau mengelola potensi prestasi peserta didik yang ada. Memikirkan peserta didik dengan kualitas prestasi akademik yang unggul dalam kompetensi akademik nasional dan global, bila hal itu, adalah sesuatu yang 'belum ada' di lembaga kita, maka adalah pikiran utopis, dibanding dengan memikirkan potesni olahraga peserta didik kita yang riil !
Sehubungan hal ini, maka, untuk menjaga keberlanjutan lembaga pendidikan kita ini, pendekatan pertama dan strategis itu adalah "fokus kepada yang ada..".Â
Kita, tenaga pendidik, manajemen pendidikan, dan lembaga penyelenggara pendidikan, harus fokus kepada yang ada. Apa  yang kita miliki saat ini, dan itulah potensi riil, yang harus diperhatikan, dikelola dan dikembangkan, dengan harapan dapat menjaga keberlanjutan dan keberlangsungan organisasi. Dengan adanya nafas organisasi itu, maka kita memiliki modal kuat untuk maju dan berkembang di hari esok.
Kita, sebagai orangtua pun demikian adanya. Fakta yang ada, adalah anak kita seperti ini "adanya". Imajinasi kita berharap memiliki anak yang istimewa, luar biasa, dan unggul tak tertandingi, mungkin menjadi impian setiap orang. Mungkin. Tetapi, semua itu, belum ada. Realitas yang ada, adalah fakta anak kita yang ada di hadapan kita, atau di tengah-tengah keluarga kita. Itulah yang harus menjadi prioritas perhatian kita saat ini. Fokuslah pada yang Ada !
Ironis. Kalau kita abai kita kepada yang ada, dan ada dalam kuasa manajemen kita, dengan memimpikan hal-hal yang tidak ada. Yang tiada, tentu sudah jelas tidak ada dalam genggaman, malah kemudian ditambah dengan kita alpa memanfaatkan modal yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Akhirnya, hal yang tidak ada, tidak bisa diraih, hal yang ada, malah terabaikan secara sia-sia.
Kita akan merasakan kerugian yang berganda. Satu sisi, memikirkan yang tidak ada itu, tidak mengubah kenyataan yang ada saat ini, dan pada sisi lain, kita malah kurang  maksimal dalam  mengelola sumberdaya yang ada. Biarkanlah, yang belum ada, adalah pekerjaan untuk hari esok, sedangkan pekerjaan kita hari ini, adalah mengelola sumberdaya yang ada.
Dalam hal yang serupa. Saat Indonesia belum bisa mencapai posisi sebagai negara modern, maju dan sejahtera, maka impian itu boleh dipikirkan, tetapi maksimalkan karya kita dalam mengelola yang sudah ada. Â Timnas Sepakbola kemarin masih kalah dari Australia, PDNS dibobol hacker, kualitas pendidikan belum membanggakan, maka semua hal itu adalah 'keadaan' yang ada. Keadaan yang sudah ada saat ini, adalah apa yang ada, dan itulah modal kita untuk bekerja dan melanjutkan perjalanan. Keadaan yang belum adanya, timnas juara dunia, PDNS yang tangguh dari serangan hacker, dan pendidikan berkualitas, adalah sesuatu yang belum ada.
Dalam konteks itulah, maka, modal penting untuk menjaga optimisme organisasi, dan juga membangun nafas langkah organisasi demi keberlanjutan organisasi, pendekatannya adalah fokus pada yang ada, kembangkan nilai-nilai yang ada, dan raihkan visi misi sesuai dengan kekuatan dan modal organisasi yang kita miliki. Pendekatan ini, setidaknya dimaksudkan untuk memosikan 'mimpi biarkan menjadi imajinasi, namun langkah praktis, adalah mengelola modal yang ada"Â
Fokuslah pada yang ada, dengan hal itu, kita bisa BERADA !
-0o0-
disclaimer  tulisan ini, tidak menggambarkan pandangan dari orang yang dikutip, melainkan lebih merupakan cerapan gagasan selepas diendapkan sendiri !Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H