Ketiga, saya dalam posisi sadar. Sadar, bahwa yang dihadapi sedang berada dalam emosi yang terguncang. Namun, dengan sesekali waktu, saat ada hal-hal yang saya anggap lucu, saya khususnya, bisa tertawa. Maksudnya sih, menguransi tensi dan ketegangan. Walau, agak dipaksakan, namun, tertawa kecil bagi ku, saat itu, merupakan satu keharusan, khususnya dalam membuat jeda, supaya sang tamu memiliki waktu untuk jeda sebentar, dan tidak nyerocos terus.
Entah apa yang memberikan peringatan kepada dia. Setelah beberapa waktu berlalu, kemudian, dia mengajukan jabatan tangan, sambil mengatakan, "Ok. Selesai. Tidak ada masalah, ya.." Sambil menerima jabatan itu, saya pun, memberikan komentar, "amin, kita tidak ada masalah...".Â
Setelah itu, dia pun pergi dari rumahku, dan aku kembali ke monitor. Namun, di depan monitor itulah, pikiran ini malah terbang liar  lagi, sehingga kemudian ingin menuliskannya dalam sebuah narasi. Ingin sekali, menuliskan pengalaman diri, saat dimarahi orang. Tema yang ingin dituliskan dalam medsos itu, temanya adalah 'saat dimarahi orang'.
Ah, terus  jadilah seperti ini adanya...Â
Dalam perjalanan tulisan itulah, muncul kesimpulan kasar, emosi itu adalah bentuk pertahanan diri, karena merasa benar atau merasa disalahkan !Â
Jika merasa benar, dan tidak disalahkan, ya, tentunya santuy aja.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H