Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Tapera, tapi Perlu INPERA

6 Juni 2024   21:34 Diperbarui: 6 Juni 2024   21:36 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber :https://www.cnbcindonesia.com/

Sewaktu masih di kampung halaman, nenekku, sudah memberikan pembiasaan untuk menabung. Menabungkan sisa uang jajan, atau menyisakan uang jajan untuk ditabungkan. Masih terbayang, dan ingat selalu. Nenek atau orangtua kita di masa lalu, mengajarkan kita untuk bisa menabung. 

Waktu itu, adagium atau apalah namanya, prinsip yang dianutnya di masa itu, hemat pangkal kaya. Karena itu, menghemat uang jajan, dengan cara menabungnya, diharapkan kita menjadi orang yang diharapkan bisa hidup sejahtera di  hari kemudian. Cara yang dilakukannya cukup beragam. Ada menabung di celengan ayam jago, celengan bambu, disimpan di bawah kasur, atau dititip ke guru di sekolah.  Ragam cara menabung atau menyimpan uang anak, untuk digunakan di hari esok. Itulah impian nenek atau orangtuaku di masa itu.

Kenyataannya bagaimana ? 

Sebagai bentuk pendidikan dan pembinaan, menurut saya, berhasil. Setidaknya, sudah bisa melahirkan anak cucuknya sebagai pribadi yang tidak boros, atau tidak menghambur-hamburkan rezeki. Tetapi, sebagai sebuah teknik manajemen keuangan, mungkin masalah itu, memancing kembali diskusi panjang.

Mengapa demikian ?

Pertama, pengalaman nyata kita, menabung tidak memamahbiakkan keuangan si pemiliknya. Menabung itu, hanya menyimpan dan menangguhkan sesaat, untuk digunakannya di esok hari. Dengan pola tabungan kampung dulu, uang yang ditabungkan, tentunya akan ada sejumlah dengan simpanan yang kita simpan. tidak pernah berbuah, atau bertambah menjadi lebih banyak dari yang disimpannya.

Kedua, merujuk pada kasus pertama itu, nominal uang yang ada akan sesuai dengan jumlah simpanan, tetapi nilai uangnya, kemudian hari malah menurun. Nilai uang yang diterima itu, akan sesuai dengan prediksi atau interpretasi, tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan atau fungsinya.

Seperti yang dibayangkan, dengan keikutsertaan masyarakat dalam Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bila kita menjadi anggota Tapera itu, dalam kurun waktu tertentu, kita dapat menghitungnya sehingga mencapai nominal ratusan juta. Silakan hitung sekarang, dan bayangkan jumlahnya. 

Percayalah, jumlah yang anda akan terima nanti, dalam kurun waktu tertentu itu, akan sama dengan yang Anda bayangkan hari ini. Itu artinya, nilai nominal uang akan sama. Tetapi fungsi uang di masa itu (puluhan tahun yang akan datang itu), tidak akan sesuai dengan faktualnya di masa itu. Taruhlah untuk membeli rumah di masa itu, tentunya harga rumah puluhan tahun yang akan datang, akan berbeda jauh dengan imajinasi kita hari ini.

Ketiga, ada sudut pandang lain, khususnya dari pakar pengelolana keuangan, bahwa model yang paling tepat di zaman sekarang ini, khususnya untuk maksud melipatgandakan keuangan, dan meningkatkan kesejahteraan itu, bukanlah dengan menabung, melainkan dengan investasi. 

Menabung itu baik. Tetapi, menabung sekedar menjaga pelaku untuk tidak kehabisan uang di hari esok. Tetapi, dengan adanya pemnggunaan di masa depan, tabungan itu pasti habis. Sekali lagi menabung itu sekedar untuk jaga-jaga, supaya esok hari kita memiliki bekal, sedangkan investasi bukan sekedar jaga-jaga, tetapi melipatgandakan dan memamahbiakkan keuangan sehingga jauh lebih melimpah dan sejahtera.

Mohon maaf, itulah inspirasi yang kita dapatkan dari pakar keuangan, saat membedakan antara tabungan dan investasi. 

Melalui kajian seperti ini, muncul pertanyaan kritis kita, apa yang diperlukan rakyat kita saat ini ? tabungan perumahan rakyat, atau model manajemen keuangan yang lainnya ?

Ah, boro-boro menabung untuk membeli rumah, untuk sekedar makan hariannya saja susah ! ungkap sebagian dari saudara kita di lingkungan kita saat ini.

Memang begitulah keadaan kita saat ini. Pikiran sebagian saudara kita ini, tidak untuk membeli rumah, untuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) pun masih bingung !

uang untuk makan harian pun, masih harus kerja keras lagi. 

Bila demikian adanya, bagaimana mungkin kita harus menabung untuk rumah di masa depan, dan bahkan, saat dicairkan pun, kemudian malah tidak cukup untuk membeli rumah ?!!

Hal yang paling mengerikannya lagi, bagi si penabungnya, belum tentu dapat kebeli rumah di masa yang akan datang, eh, para pengelolanya malah mendapatkan upah yang sangat luar biasa. 

Menurut berita, (1) Ketua Komite Tapera usur menteri secara ex officio sebesar Rp32,5 juta per bulan, (2)  Anggota Komite Tapera unsur professional sebesar Rp43,34 juta per bulan, kemudian (3) Anggota Komite Tapera unsur menteri secara ex officio sebesar Rp29,25 juta per bulan. Artinya, upah mereka saat mengelola Tapera itu, dalam beberapa bulan (sebut saja satu tahun lamanya), dapat digunakan untuk membeli rumah dengan harga yang setara dengan puluhan tahun sang penabung Tapera itu sendiri.   Dengan gaji satu tahun, mereka dapat membeli rumah seharga 400 juta, sebuah rumah yang di tahun ini, masih bisa dibeli untuk kebutuhan rumah sehat dan sederhana, yang sejatinya diimajinasikan dapat dibeli sekitar puluhan tahun akan datang oleh penabung di Tapera.

Sekali lagi, bila demikian adanya, dapat disimpulkan bahwa Tapera itu adalah model pengelolaan keuangan yang primitif, dan tidak berkesesuaian dengan karakter ekonomi modern.  Ide penting yang perlu dikedepankan, adalah bagaimana bisa mengembangkan model Investasi Rakyat, sehingga keuangan masyarakat bisa memamahbiak dan tumbuhkembang secara lebih berlipat di hari esok ! 

Prinsip Investasi Perumahan Rakyat (Inpera) itu, modal masyarakat yang ditabungkan bukan diartikan simpanan atau tabungan, tetapi saham-publik yang memiliki nilai investasi, sehingga nilai uang tabungan itu, akan stabil dan bahkan lebih besar lagi di masa yang akan datang. 

Kayaknya indah, jika saham (tabungan rakyat) itu 1o rupiah, tetapi karena iklim investasinya baik, maka 10 tahun yang akan datang menjadi 1 juta rupiah !!!

Nah, bisa gak seperti itu ???! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun