Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Wajib, Pendidikan Hak Asasi, Kuliah Itu Tersier: Problem Analisis

20 Mei 2024   03:16 Diperbarui: 20 Mei 2024   22:21 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bergelora.com

Tentu saja, program serupa ini, masih jauh dari harapan. Kemerataan program wajib belajar 12 tahun belum dirasakan oleh semua pihak, dan kemudahannya pun (termasuk pendidikan gratis berkualitas pun) belum menyentuh pada titik sempurna di lapangannya. Karena, sejumlah lembaga pendidikan dasar dan menengah (terlebih lagi lembaga pendidikan yang dikelola masyarakat) masih tetap berbiaya tinggi. Imbasnya sangat jelas, warga negara tidak mampu, akan berhadapan dengan situsi dan posisi "rawan melanjutkan pendidikan"  atau "rawan melanjutkan kuliah".

Kedua, perlu adanya pemilahan pemikiran, antara kuliah dengan pendidikan. Pendidikan adalah hak warga negara yang dijamin oleh negara. Penjaminan negara, hingga tulisan ini disampaikan, dan seingat penulis, baru berada pada posisi wajib belajar 12 tahun. Itulah yang disebut dengan hak-asasi warga negara dalam aspek pendidikan. 

Faktualnya, Indonesia sebagaimana yang kita saksikan dan bisa nalar bersama, masih menarasikan wajib belajar itu 12 tahun. Inilah hak asasi warga negara yang dijamin dengara.  Narasi ini, kelihatannya masih tetap berjalan seperti ini, dan bahkan, masih harus terus mendapat penyempurnaan, karena dilapangan, implementasi dan pemerataannya belum tampak sempurna. Dengan kebijakan serupa ini, maka kebutuhan warga negara di sisi lain, khususnya dalam konteks kuliah (paska pendidikan dasar dan menengah), masih tetap menjadi kewajiban individu warga negara itu sendiri.

Dengan memahami pemetaan konseptual ini, setidaknya, diskusi mengenai kebutuhan dasar pendidikan, kewajiban dasar pendidikan, serta kewajiban belajar, tidak menjadi simpangsiur menjadi sebuah wacana yang abu-abu.

O, iya, penafsiran ini, bisa jadi keliru. Penafsiran ini, bukanlah penafsiran dari buku-putih negara. Penafsiran ini, lebih merupakan sebuah konstruksi pemikiran untuk membedakan makna primer, dan tersier dari sisi kebutuhan, diselaraskan dengan kebijakan dan dan kewajiban warga negada dalam meraih pendidikan. Sekedar itu saja !

Usulan pemikirannya. Sejatinya, dengan wacana serupa ini, untuk menjadikan Indonesia maju di masa depan, dan mengejar ketertinggalannya, sejatinya, pendidikan sampai perkuliahan, hendaknya dapat dijadikan sebagai kebutuhan primer, dan menjadi prioritas negara. Anggaran negara dan orientasi pembangunan, hendaknya pada posisi ini. Jadikan, pendidikan 17 tahun sebagai pendidikan wajib belajar Indonesia saat ini !!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun