Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Shaum dan Teori Sakit

7 April 2024   04:10 Diperbarui: 7 April 2024   05:04 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudut pandang ini, memang jarang dilakukan. Tetapi untuk kebutuhan meningkatkan pemahaman kita secara ilmiah, atau menguatkan rasionalitas kita terkait dengan praktek keagamaan ini, tidak ada salahnya kita pun mengujinya dari sisi teori Sakit.

Shaum atau puasa, pada dasarnya merupakan tradisi manusia klasik. Bukan hanya umat Islam hari ini, yang terbiasa melakukan ibadah shaum. Masyarakat di masa lalu pun, sudah banyak yang terbiasa untuk melakukan praktek ibadah puasa atau shaum.  Hal serupa inilah, yang diingatkan al-Qur’an dengan mengatakan, “sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu..”

Para pengaji keagamaan, menemukan adanya tradisi puasa (shaum) pada Masyarakat di masa lalu. Hal yang membedakan yaitu terletak pada cara dan tujuan dari praktek ibadah puasa itu sendiri.  Untuk konteks ini, ajaran Islam menekankan bahwa praktek ibadah shaum itu adalah untuk mewujudkan pribadi pelakunya mencapai derajat taqwa (muttaqin).

Ulasan mengenai kaitan antara shaum dengan ketaqwaan sudah banyak dilakukan. Dalam kesempatan ini, kita akan melihatnya dari sudut lain, khususnya dari sudut sosiologi-kesehatan, atau teori sakit.

Alasan utama menggunakan teori ini, setidaknya, mohon maaf, secara sederhananya, karena puasa adalah praktek-berlapar-lapar mulai terbit sampai terbenam matahari. Praktek berlapar-lapar ini, dalam kaitan ini, memberikan dampak rasa lapar, haus atau dahaga, dalam pengertian lain, mengandung makna sakit.  Dengan alasan seperti ini,  maka penulis mencoba untuk menggunakan perspekgtif sosiologi Kesehatan dalam  menelaah gejala shaum Ramadhan.

Dalam perspektif sosiologi Kesehatan, gejala sakit memiliki fungsi yang beragam dan kompleks. Gejala sakit bagi manusia, memiliki fungsi yang kompleks, dan mengandung makna yang beragam. Sudut pandang ini, menarik untuk digunakan dalam memetakan makna atau fungsi shaum Ramadhan bagi para pelakunya.

Pertama, shaum Ramadhan memberikan makna bahwa manusia itu lemah. Setidaknya, hal itu dapat diketahui dan dirasakan dengan cara menghentikan asupan makanan atau minuman mulai terbit matahari sampai terbenam pun, manusia mengalami penurunan stamina fisik. Di hari-hari pertama ini, manusia merasakan derita lapar, haus dan dahaga.

Gejala ini, secara tidak langsung memberikan penyadaran kepada pelaku bahwa sejatinya manusia itu adalah makhluk yang lemah. Derita (shaum)  adalah bukti factual dan real tentang kelemahannya. Kelemahan manusia itu, bisa dirasakan dalam dua cara, yaitu (1) mengurangi asupan nutrisi, seperti halnya praktek puasa, atau (2) adanya virus atau kuman yang masuk dalam tubuh manusia, seperti  demam, flu, ataupun jenis sakit serupa lainnya.  Kedua kondisi itu, sama-sama memberikan bukti bahwa imunitas manusia itu tidak stabil dan tidak selamanya Tangguh.

Kedua, shaum Ramadhan memiliki fungsi untuk menjaga perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental manusia. Saat olahraga, mungkin ada yang merasa kelelahan atau kecapaian. Rasa Lelah dan capai yang dirasakan saat olahraga itu, pada dasarnya adalah sebuah derita yang memiliki fungsi untuk menjaga Kesehatan dan kebugaran dirinya. Demikian pula dengan praktek shaum Ramadhan. Shaum Ramadhan memiliki nilai dan fungsi untuk menjaga Kesehatan dan perkembangan fisik dan mental manusia.

Ketiga, meminjam pandangan dari John C. Lennox (2020:23-24), derita atau sakit memiliki fungsi untuk membentuk karakter. Lebih luasnya, dapat kita maknai bahwa derita dan sakit memiliki fungsi membangun kualitas seseorang. Pepatah mengatakan kepada kita, “tidak ada pelaut ulung yang lahir dari lautan tenang”. Hal ini mengandung makna bahwa seseorang akan dikenal sebagai pelaut ulung, manakala mampu mengatasi kejamnya gelombang lautan. Kemampuan menghadapi tantangan, ujian, atau hambatan dan rintangan, sejatinya merupakan batu uji untuk bisa melahirkan karakter peribadi yang berkualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun