Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Modus Korupsi : Bocor, Boros, Bodong, dan 2B lagi

3 April 2024   04:46 Diperbarui: 6 April 2024   09:02 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekedar analisis. Atau lebih tepatnya, sekedar cuter analisis dalam membedah kemungkinan terjadinya potensi korupsi. Cuter analisis ini, memiliki fungsi lebih dari sekedar pisau analisis. Karena dengan cuter ini, diharapkan bisa merobek dan membedah dengan sangat halus terkait potensi-potensi terjadinya korupsi.

Cuter analisis ini, dibagi menjadi dua bagian, yaitu 4B untuk masalah pengeluaran, dan 1 B untuk pemasukan. Tetapi, antara keduanya, sejatinya bisa digunakan secara bersamaan.

Pertama, bocor. Maksud dari bocor itu, yakni pengeluaran anggaran sudah sesuai dengan pagu yang ada. Tetapi, nominal yang dikeluarkan tidak sampai ke penerima. Hal itu terjadi, karena ada biaya administrasi, biaya birokrasi, atau biaya pengurusan yang dilakukan oleh tahapan pencairan. Sehingga pada ujungnya, dana pembangunan yang semula berjumlah puluhan atau ratusan juta, ke penerima projek, jumlahnya menjadi terbatas. Mungkin 3/4-nya, atau bisa jadi ada pula yang sampai 1/2-nya.

Ada informasi, Tim penyidik Kejaksaan Negeri Wonosobo menahan Kepala Desa Ngadikerso, Kecamatan Sapuran, berinisial DR. Tersangka ditahan atas dugaan pemotongan bantuan pangan nontunai (BPNT) yang bersumber dari Kementerian Sosial RI. Dan bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa setempat pada periode Januari-Maret 2022.

Lurah Kulahi, Kecamatan Wawotobi, Kabupaten Konawe bernama Rasdin potong anggaran bantuan bedah rumah salah seorang warganya berinisial M (46) yang diberikan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).  Anggaran Baznas senilai Rp 10 juta itu diserahkan langsung kepada W. Namun, Rasdin meminta paksa uang senilai Rp 1,5 juta setelah pihak Baznas meninggalkan kediaman M. Akibatnya, M tak bisa melanjutkan pengerjaan bedah rumah karena terkendala.

Kedua, boros. Modus yang kedua ini, termasuk modus yang paling banyak dilakukan. Bisa jadi, modus ini dianggap paling  mudah dilakukan oleh banyak pelaku. Caranya, ya , sangat mudah, yakni menaikkan harga barang dengan plafon yang tertinggi, atau malah lebih tinggi. Dengan cara seperti itu, dana dari negara bisa keluar, dan keuntungan untuk memediasi transaksi bisa didapatkannya. Karena dari pihak pembeli, tetap hanya menggunakan standar anggaran negosiasi yang terjadi.

Praktek penggelembungan anggaran masih saja dilanggengkan di negeri ini. Padahal, mark up jelas-jelas merupakan modus laten korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pejabat pemerintah sepertinya tidak pernah mau belajar dari kesalahan pengelolaan anggaran masa lalu.  Lebih dari 20 tahun silam, Begawam ekonomi Indonesia almarhum Profesor Soemitro Djojohadikusumo sudah mengisyaratkan bahwa sekitar 30% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bocor akibat praktik KKN yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Memang, kenyataannya hingga kini kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah masih berpotensi menjadi ladang subur korupsi.

Ketiga, bohong, bodong atau fiktif. Di era orde baru, kerap terungkap adanya yayasan fiktif atau perusahaan fiktif yang digunakan sebagai tempat penyaluran dana-politik, baik dari elit politik maupun perusahaan. Seseorang yang membuat program fiktif, atau yayasan fiktif bisa digunakan untuk pengeluaran dana dari kas negara, dan diambil oleh para pelaku tindak pidana korupsi.   

Pada hari ini Senin tanggal 12 Februari 2024, bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri kelas 1A Makassar, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ir.Abdul Rahman Karim, S.H., membacakan Putusan Pidana terhadap Terdakwa Heri Malino (selaku Kepala Unit Bisnis Mikro PT Pegadaian Cabang Rantepao) dan Terdakwa Wal Ashri Nur (selaku tenaga pemasaran Kantor PT. Pegadaian Cabang Rantepao) dimana kedua Terdakwa terbukti secara bersama-sama telah melakukan Tindak Pidana Korupsi pada Kantor PT.Pegadaian Cabang Rantepao Tahun 2021 s/d 2022. Menurut sumber informasi itu, terdakwa diduga melakukan penyaluran dana dengan modus kredit fiktif.

Dalam kaitan ini, korupsi di pertambangan timah dilakukan dengan modus dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah oleh penambang-penambang liar. Dengan kata lain, kegiatannya, dapat dikategorikan bohong, karena menggunakan fasilitas negara yang merugikan negara.

Selain tiga hal itu, ada satu aspek lagi yang biasa dan bisa digunakan untuk melakukan tindak pidana korupsi. Modusnya itu, adalah tidak melaporkan seluruh pemasukan kepada negara. Aspek keempat ini, disebut bolong-bolong. Misalnya, laporan keuangan bolong-bolong, omset penjualan bolong-bolong, komoditas yang terjual jauh lebih banyak dari pendapatannya, karena laporan keuangannya sebagian bolong-bolong. Aspek keempat ini, masuk kategori B pengeluaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun