Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Timnas, Naturalisasi, Immaturasi

30 Maret 2024   04:10 Diperbarui: 30 Maret 2024   04:18 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah. Terima kasih. Beruntung. Good luck.

Itulah kira-kira sejumlah ucapan yang bisa dilontarkan, saat Indonesia mampu membungkam ketangguhan timnas Vietnam dalam laga lanjutan babak kualifikasi Piala Dunia 2026, Zona Asia. Kemenangan yang luar biasa, dan menurut data, mampu mendongkrak posisi atau peringkat Timnas Sepakbola Indonesia dalam rangking FIFA. Dari peringkat ke-142 pada Januari 2024, Indonesia kini berada di posisi 134 ranking FIFA. 

Luar biasa. Itulah, setidaknya ungkapan euporia pecinta olahraga sepakbola saat ini. Bisa dipastikan, semua orang, semua pihak, mendoakan, semoga trend ini terus berlanjut sampai puncak prestasi yang bisa diraihnya. Sekali lagi, terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penguatan kualitas timnas Sepakbola Indonesia, terkhusus kepada pemain timnas.

Untuk kita saat ini, kita sudah cukup. Cukup untuk mengulas, kebanggaan dan kesuksesan timnas kali ini. Hal yang perlu dijadikan sebuah narasi baru, atau narasi-negasinya, adalah melihat gejala naturalisasi pemain sepakbola sebagai sebuah kritik dan koreksi. Mengapa hal ini perlu disampaikan di sini, dan saat ini, disaat kita sedang merayakan kemenangan sementara dalam perjalanan timnas sepakbola kita ?

Sekali lagi, tanpa mengurangi rasa hormat dan bangga kita kepada timnas sepakbola, khususnya pesepakbola naturalisasi ini, namun kita pun patut untuk menjadikannya sebagai kode keras terhadap proses kaderisasi atau pembinaan sepakbola di dalam negeri. 

Lebih dari 10 orang pesepakbola kita, adalah naturalisasi. Bahkan, jumlah pesepakbola naturalisasi ini, akan jauh lebih banyak lagi, bila digabungkan dengan mereka yang tidak terpanggil ke timnas kali ini. Jumlah ini, sudah tentu lebih dari cukup untuk membentuk sebuah timnas yang bisa berlaga di kancah internasional, minimalnya dalam skala regional ASEAN atau ASIA. Namun hal yang perlu dikedepankan sekarang ada dua pilihan.

Pilihan pertama, harus berani berkata tegas, bahwa PSSI masih belum mampu melakukan pembinaan sepakbola nasional di dalam negeri secara optimal. Setidaknya, hal ini dapat dilihat dari potret postur TIMNAS yang banyak diisi oleh pemain naturalisasi. Jika fenomena timnas kali ini, dapat dijadikan  sebagai standar permainan atau standar kualitas, maka mau tidak mau, kehadiran TIMNAS kali ini adalah teguran besar dan teguran keras terhadap pengelola tim sepakbola di seluruh wilayah Indonesia.

Pilihan keduanya, andai saja, dapat dikatakan bahwa belum ada pengelola kecabangan sepakbola di dalam negeri yang berkualitas, maka mau tidak  mau harus berani melakukan pembinaan sepakbola anak usia dini di luar negeri. O, iya, maaf, maksudnya, belum banyak klub sepakbola yang melahirkan pemain bola yang hebat.  Hal itu, setidaknya, pebola lulusan dari klub sepakbola kita  masih sangat terbatas. Maka dari itu, kelihatannya usulan yang kedua ini, dapat dijadikan sebagai  pilihan penting dalam rangka melahirkan atlet sepakbola yang berkualitas.

Ah, mungkin ada yang mengatakan bahwa teknik seperti itu, sangat mahal. Lebih baik mendatangkan pelatih sepakbola kelas dunia untuk bisa hadir di Indonesia. Pilihan seperti ini, mungkin lebih murah daripada mengirim calon atlet ke luar negeri. Tetapi, pilihan terakhir ini, sudah biasa, dan kita sudah biasa melihat pelatih berlisensi "A", dipinggir lapangan persepakbolaan kita. Kelihatannya, menghadirkan pelatih berkualitas, sangat lambat melahirkan pemain unggulan.

Wah, tulisan ini, seakan merendahkan agenda pembinaan dalam negeri ? ada komentar yang lebih pedas lagi, pengamat bola bukan, pakar bola bukan, kok memberikan komentar serupa itu !

Dalam hal ini. Pikiran kita, khususnya penulis, sebenarnya memberikan tanggapan dan komentar ini, lebih dilandasi oleh rasa cinta terhadap bola. Itu saja. Sebab, bila tidak suka bola atau tidak mencintai bola, untuk apa membicarakan hal seperti ini. Namun karena ada setitik rasa cinta itulah,  maka perhatian ini ditumpahkan hari ini di sini.

Bila ada yang berpikiran seperti tadi, sesungguhnya,  tidak ada. Tidak ada pikiran ke arah sana. Tidak ada pikiran untuk tidak menghargai perjuangan klub bola dalam melakukan pembinaan sepakbola di dalam negeri. 

Ide yang ada dalam benak ini, justru adalah sebaliknya. Seiring selaras dengan euporia kemenangan timnas kita kali ini, maka dapat dijadikan momentum merefleksikan sejumlah agenda pembinaan sepakbola di dalam negeri. Inilah kunci soalan, yang ingin disampaikan di sini. Dengan kata lain, sembari kita menikmati perjalanan timnas yang sedang ada di jalur-kebanggaan kita, maka jadikan momentum ini sebagai potret indah untuk bisa direplikasi  sebagai model pembinaan sepakbola dalam negeri kita di masa depan.  

Dengan kata lain, kita, pecinta sepakbola berharap, seiring dengan agenda naturalisasi, pun harus ada kesungguhan kita untuk melakukan maturalisasi (pematangan dan pendewasaan) program pembinaan sepakbola di dalam negeri. 

Tulisan ini tidak dimaksudkan anti naturalisasi. Di sejumlah negara Eropa pun, banyak yang diisi  oleh pesepakbola dari luar negaranya. Jadi, masalah ini, bukan sesuatu hal yang baru. Namun catatan kritis ini, sekedar ingin menyampaikan jangan sampai, gara-gara naturalisasi, malah kemudian, program pembinaan dalam negeri menjadi prematur atau immature (tidak matang).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun