Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Ramadhan, Mahkamah Konstitusi dan Emosi

28 Maret 2024   05:30 Diperbarui: 28 Maret 2024   05:40 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan hukum (sumber : pribadi, bing.com)

Ada lelucon rekanan di sekitar rumah, yang  menggunakan pendekatan "nehnik", atau dapat juga disebut kriminal.  Bagi seseorang yang paham hukum, misalnya, perjalanan minimal 84 km, dapat dijadikan alasan untuk tidak puasa.  Di tambah lagi, katanya ada pendapat dari  Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam 'Majmu Fatawa', bahwa  "Setiap nama yang tidak ada batas tertentu dalam bahasa maupun syariat maka dikembalikan kepada 'urf (tradisi). Oleh karenanya, jarak yang dinilai oleh manusia bahwa hal itu adalah safar, maka itulah safar yang dimaksud oleh syari'at.". Bila demikian adanya, maka mudik ke kampung halaman, atau piknik ke satu tempat yang jauh dari rumah, dapat menjadi alasan untuk tidak puasa. 

Dengan alasan itulah, teman yang satu ini, rajin mudik ke luar wilayah, sekedar untuk menghindar dari kewajiban puasa. Atau, karena kerjanya di luar kota, maka dengan alasan itu jugalah, dia tidak pernah berpuasa. Inilah yang disebut 'nehnik'.

Secara aturan dibolehkan. Tetapi, jika motivasi dilandasi keinginan untuk 'memanfaatkan peluang hukum' untuk memenuhi kepuasan pribadi, maka itulah yang disebut nehnik, atau malah cenderung (maaf) kriminal, yakni lebih baik membayar fidyah kepada orang miskin, daripada harus berpuasa, maka persoalan nilai spiritualitas  (maaf, wallahu alam bishawwab), entahlah, bagaimana jadinya !!

Nah, sampai di sini, titik poin yang ingin disampaikan itu adalah bahwa perdebatan di Mahkamah Konstitusi, sesungguhnya bisa saja, berusaha untuk 'menundukkan kepentingan diri, hawa nafsu diri dan kelompok dihadapan hukum', tetapi pada sisi lain, ada peluang juga untuk 'memanfaatkan celah hukum, untuk memuluskan kepentingan diri dan kelompoknya'. Ada yang mengatakan, motivasi kriminal, dapat hadir dalam masalah perdebatan hukum, yakni memanfaatkan bolong-bolong hukum untuk memuluskan kepentingan pribadi. 

Untuk menjawab masalah ini, maka kredibilitas, integritas dan motivasi merujuk pada acuan nilai mulia, akan menjadi bagian penting  dalam memperdebatkan  posisi diri di hadapan hukum, atau posisi hukum dalam kehidupan diri sendiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun