Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Ngabuburit, Pemekaran Geografi Sakral

27 Maret 2024   04:10 Diperbarui: 27 Maret 2024   04:12 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemekaran Geografi Sakral (sumber : pribadi, bing.com) 

Salah satu fenomena unik di bulan suci Ramadhan, adalah munculnya tradisi ngabuburit. Istilah 'ngabuburit' diserap dari bahasa Sunda.  Dalam bahasa Sunda itu sendiri, kata ngabuburit berasal darikata dasar 'burit' senja. Dengan tambahan imbuhan depan (prefix) pengulangan suku kata 'bu', ditambah dengan imbuhan depan (rarangken) aktif (nga), sehingga kata 'ngabuburit' mengandung makna 'proses seseorang menunggu senja' (jelang maghrib).

Dengan memahami makna dasar itu, maka ngabuburit secara sederhana dapat diartikan kegiatan menjelang sore hari yang dilakukan umat Islam (Indonesia) sambil menunggu tiba waktu azan maghrib. Atau istilah lain, kegiatan menunggu tiba waktu buka puasa di bulan suci Ramadhan.

Terdapat banyak kegiatan yang dilakukan umat Islam, dalam kegiatan ngabuburit ini.  Kegiatan-kegiatan tersebut, pada umumnya adalah kegiatan sporadic, atau tidak diatur atau dikendalikan oleh seseorang. Kegiatan tersebut,  lebih merupakan inisiatif perorangan atau kelompok saja.

Secara geografi manusia, melihat perkembangan budaya ngabuburit ini, setidaknya, dapat dikenali dalam beberapa karakter yang menarik.

Pertama, kegiatan ngabuburit cenderung dilakukan secara kolektif. Jumlah orang ngabuburit, bisa 2 orang, ataupun lebih. Jarang atau bahkan dapat disebut tidak ada orang yang melakukan ngabuburit dilakukannya sendirian. Seorang muslim yang ngabuburit, akan melakukannya secara bersamaan.

Kedua, kelompok ngabuburit dilakukan dengan ragam jenis. Ada yang menggunakan komunitas gaul (socialita), kelompok kelas, sesama jenis kelamin, atau berkeluarga.  Mereka akan membuat kelompok khusus, saat melaksanakan kegiatan ngabuburit. Maka dari  itu, tidak mengherankan bila kemudian ada kelompok Perempuan atau kelompok lelaki saja, yang melaksanakan ngabuburit.

Ketiga, lokasi ngabuburit memanfaatkan fasilitas umum (public facilities), seperti alun-alun, pasar Ramadhan, atau tempat wisata. Pasar Ramadhan dan fasilitas umum yang diubah dan berubah menjadi lokasi ngabuburit, menjadi pilihan utama peserta ngabuburit.

Andaipun ada sebagian yang memanfaatkan destinasi wisata, dalam konteks ngabuburit, umumnya memanfaatkan destinasi wisata yang memiliki jarak dekat. Wisata di sekitar lingkungan rumah, menjadi pilihannya.

Tidak jarang pula, bersamaan dengan momentum Ramadhan, kadang muncul dan destinasi baru yang menjadi primadona tempat ngabuburit. Destinasi itu, tidak harus menyajikan objek wisata yang mendunia. Sepanjang lokasi itu bisa dipakai istirahat, ngobrol dan melupakan rasa haus dan dahaga, maka lokasi dimaksud bisa menjadi primadona tempat ngabuburit. Sewaktu di kampung, lokasi yang ramai dijadikan tempat ngabuburit itu sekedar jembatan (irigasi) yang baru diresmikan, dan kemudian dilokasi tersebut ada lapangan rumput yang dijadikan tempat istirahat atau duduk-duduk sambil ngobrol.

Keempat, sekaitan dengan masalah lokasi ngabuburit, akomodasi ngabuburit, lebih banyak menggunakan fasilitas jalan kaki, naik kendaraan roda dua. Ada sebagian yang menggunakan roda empat, namun jumlahnya terbatas. Pilihan kendaraan ini, ada kaitannya dengan lokasi ngabuburit yang merupakan destinasi-wisata Ramadhan dadakan yang tidak jauh dari tempat tinggal.

Kelima, ngabuburit bukan menjadi tujuan. Ngabuburit adalah masa penantian tiba waktu azan maghrib atau waktu buka puasa. Isi kegiatannya, bisa berkisar dari memburu makanan takjil di Pasar Ramadhan, jalan-jalan santai, olahraga ringan, bercengkrama, atau melepas Lelah dan kepenatan dengan komunitas. 

Namun demikian, sejatinya ngabuburit itu bukan tujuan utama, karena tujuan utamanya adalah mengisi waktu senggang menjelang buka puasa. Oleh karena itu, sebagian diantara mereka ada yang pulang ke rumah masing-masing, beberapa menit jelang bukan puasa, dan ada pula yang buka puasa ditempat ngabuburit, kemudian ibadah shalat dan tarawih di sekitar rumah.

Dari sudut geografi budaya, diketahui ada dua perbedaan nilai budaya dari sebuah lokasi. Lokasi di permukaan bumi ini, dibedakan antara tempat suci (sacre) dan tempat duniawi (profan).  Masjid, gereja, vhara atau pure dan candi, adalah beberapa contoh dari lokasi atau tempat suci. Sedangkan Sungai, gunung, jembatan, pasar dan kantor atau pabrik adalah tempat duniawi (profane).

Dengan memahami hal serupa itu, maka secara geografi ada sebuah pewarnaan baru terhadap lokasi-profanik.  Lokasi wisata, destinasi jenis apapun, yang selama ini dianggap duniawi (profan), di bulan Ramadhan ini berubah secara perlahan menjadi bersuasana suci (sacre). Setidaknya, dengan dimanfaatkannya fasilitas umum, atau lokasi wisata untuk kepentingan 'ngabuburit' merupakan bentuk pewarnaan lokasi profan dengan kegiatan-kegiatan suci.

Sudah tentu ada sebagian orang yang mengkritisi, bahwa lokasi ngabuburit yang sejatinya menjadi ajang kegiatan-keagamaan (kegiatan sosial pelaku shaum Ramadhan), tidak utuh dan tidak seluruhnya  bernuansa agama. Ada yang memanfaatkan kegiatan ngabuburit untuk mempererat hubungan-cinta antar anak remaja, tetapi banyak pula yang digunakannya untuk memperkuat sosialita diantara kelompok.

Kritikan terhadap kelakuan pelaku ngabuburit, tetap perlu diapresiasi sebagai bentuk kepedulian umat Islam terhadap kepatutan kelakuan dalam menjalani ibadah shaum Ramadhan. Tetapi, dengan kritikannya terhadap pelaku ngabuburit itu memberikan makna bahwa 'kegiatan ngabuburit' adalah kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari praktek-beragama umat Islam dibulan suci Ramadhan. Atau,dalam istilah lain, ngabuburit adalah  fenomena kesalehan yang ditunjukkan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun