Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Pasar Ramadhan, Menjual Kelemahan Manusia

24 Maret 2024   09:35 Diperbarui: 24 Maret 2024   10:18 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pasar tumpah (sumber: pribadi, bing.com) 

Hari ini. Hampir separuh perjalanan Ramadhan sudah terjalani.  Sebagian pengkhotbah menyebutnya, 1/3 pertama perjalanan ramadhan sudah usai, dan memasuki 1/3 perjalanan kedua, atau disebutnya perjalanan 10 hari kedua di bulan suci Ramadhan.  

Dalam konteks psikologi-sosiologi keagamaan, atmosfera Ramadhan memang sudah mulai merata dan terasa di berbagai titik aktivitas muslim. Misalnya, keramaian masjid, warna ramadhan di perkantoran atau tempat kerja, atau kegiatan-kegiatan di sejumlah ruas jalan. Setidaknya, bila sore hari atau jelang puasa, sejumlah ruas jalanan ramai di kunjungi warga untuk sekedar mencari kudapan buka puasa. Suasana inilah, yang kini dan sangat  terasa.

Sekedar contoh kecil. Anakku yang paling mungil, si bocil ini mulai senang berpuasa, dan 'ngabuburit' dengan cara jalan-jalan mengintai makanan atau mainan yang dijajakan para penjual di  musim Ramadhan. Bagi si bocil, situasi pasar-Ramadhan ini, menarik untuk diikuti, karena muncul dan ramainya ragam jenis makanan yang dijajakan.

 Seakan menjadi magnet khusus. Pasar Ramadhan, seakan menjadi magnet tahunan di musim Ramadhan.  Pasar Ramadhan ini, muncul setahun sekali, dan meramaikan suasana Ramadhan setahun sekali. Bukan hanya anakku, bisa jadi, tetapi bisa diduga, pasar Ramadhan ditunggu dan dinantikan oleh banyak kalangan, banyak pihak atau banyak orang.

Apa keindahan pasar Ramadhan?

Pertama, pasar Ramadhan adalah pasar dadakan atau pasar tumpah yang muncul setahun sekali di bulan suci Ramadhan.  Sebutan Pasar Ramadhan ini, mungkin cukup asing. Tetapi maksudnya, istilah ini kita gunakan untuk merujuk pada peristiwa munculnya pasar dadakan yang biasa muncul di bulan suci Ramadhan. Itu saja. Mereka tidak muncul di luar waktu itu. Andaipun ada event ramai tahunan pun, pasar Ramadhan ini tidak muncul di waktu lain di luar Ramadhan.

Kedua, pasar Ramadhan ini umumnya menjajakan jenis makanan atau kudapan atau kebutuhan praktis untuk buka puasa. Bila kita datang ke pasar Ramadhan, jajakan yang paling ramai dan menyuburkan pasar Ramadhan cenderung pada jenis kulinernya.  Berbeda dengan pasar tumpah harian atau mingguan, atau bulanan yang terjadi di luar Ramadhan.  Komoditas yang disajikannya bisa sangat beragam.  Tetapi, khusus untuk pasar Ramadhan ini,  sajian yang dijajakannya cenderung merujuk pada jenis kuliner, yang menjadi kebutuhan praktis masyarakat di bulan Ramadhan.

Ketiga, lokasi yang digunakan tempat Pasar Ramadhan umumnya adalah arena fasilitas publik (public service area).  Misalnya, persimpangan jalanan, arena alun-alun, atau arena pasar tumpah, dan jenis arena publik lainnya.  Pada tempat arena publik itulah, pasar Ramadhan muncul.

Keempat, Pasar Ramadhan cenderung menghadirkan para pendagang-pedagang pemula atau pelaku ekonomi dadakan. Ada mahasiswa,  pelajar, atau seseorang yang profesi hariannya tidak banyak bersentuhan dengan dagang-mendagang. Maksudnya, yang penulis ingin sampaikan itu pelaku Pasar Ramadhan itu, tidak melulu diisi oleh para pelaku usaha kecil, menengah, mikro atau  pengusa sedang. Para pelaku Pasar Ramadhan ini, biasa diisi pula oleh tetangga kita, teman kita, jamaah masjid, atau para pelajar dan mahasiswa, yang sehari-harinya memiliki kegiatan umum di luar berdagang.

Kelima, diluar motif mencari keuntungan ekonomi, ada pula yang sekedar menyambung hidup dan memanfaatkan momentum menambah pendapatan jelang idul fitri. 

Sekali lagi, isilah yang digunakan ini adalah Pasar Dadakan Ramadhan. Di sebut dadakan, karena hanya muncul di bulan Ramadhan, dan setelah itu bisa hilang selepas idul fitri. Mungkin jadi muncul pertanyaan kritis dan teoritisnya, mengapa hal itu terjadi di setiap tahunnya ?

Analisisnya sangat sederhana, daripada masak, capek, lelah, atau bisa menguras orang yang sedang berpuasa, maka masyarakat luas kita lebih banyak memilih membeli makanan persiapan ramadhan yang sudah jadi. Motivasi dan atmosfera psikologi masyarakat inilah, yang dimanfaatkan sebagai sebuah peluang ekonomi. 

Di sinilah, teori ekonomi bisa memberikan jawaban, "bisnis itu adalah menjual kebutuhan, dan memanfaatkan kelemahan manusia". Seseorang yang bisa membaca geliat kebutuhan manusia yang diimbuhi dengan kelemahan yang melekat di dalamnya, maka akan mudah dijadikan sebagai bentuk jenis bisnis. Saat manusia butuh makan, tetapi malas bergerak (mager), maka bisnis online sangat subur di tengah masyarakat. Begitu pula Pasar Dadakan Ramadhan, disaat orang butuh buka puasa, tetapi malas masak, maka penjajakan makanan kudapan menjadi laku di pasaran.

Selepas Ramadhan itulah,  kadang muncul  pertanyaan, mengapa kebiasaan usaha di bulan suci Ramadhan ini, tidak menjadi kebiasaan baik yang berkelanjutan? mengapa, selepas Ramadhan itu, kebiasaan dan praktek ekonomi itu malah hilang tak membekas ? bukankah para pelaku tahu prinsip dasar berusaha, yakni memanfaatkan kelemahan orang menjadi komoditas dagang. Mengapa hal ini, tidak berkembang dan dikembangkan terus selepas Ramadhan ?

inilah soalan kita hari ini ke depan..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun