Analisisnya sangat sederhana, daripada masak, capek, lelah, atau bisa menguras orang yang sedang berpuasa, maka masyarakat luas kita lebih banyak memilih membeli makanan persiapan ramadhan yang sudah jadi. Motivasi dan atmosfera psikologi masyarakat inilah, yang dimanfaatkan sebagai sebuah peluang ekonomi.Â
Di sinilah, teori ekonomi bisa memberikan jawaban, "bisnis itu adalah menjual kebutuhan, dan memanfaatkan kelemahan manusia". Seseorang yang bisa membaca geliat kebutuhan manusia yang diimbuhi dengan kelemahan yang melekat di dalamnya, maka akan mudah dijadikan sebagai bentuk jenis bisnis. Saat manusia butuh makan, tetapi malas bergerak (mager), maka bisnis online sangat subur di tengah masyarakat. Begitu pula Pasar Dadakan Ramadhan, disaat orang butuh buka puasa, tetapi malas masak, maka penjajakan makanan kudapan menjadi laku di pasaran.
Selepas Ramadhan itulah,  kadang muncul  pertanyaan, mengapa kebiasaan usaha di bulan suci Ramadhan ini, tidak menjadi kebiasaan baik yang berkelanjutan? mengapa, selepas Ramadhan itu, kebiasaan dan praktek ekonomi itu malah hilang tak membekas ? bukankah para pelaku tahu prinsip dasar berusaha, yakni memanfaatkan kelemahan orang menjadi komoditas dagang. Mengapa hal ini, tidak berkembang dan dikembangkan terus selepas Ramadhan ?
inilah soalan kita hari ini ke depan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H