Mimpi apa semalam. Tapi rasanya, memang tidak mimpi yang aneh-aneh. Biasa saja. Serupa dengan malam-malam sebelumnya. Tidur nyenyak. Andaipun ada bunga tidur mampir, kisahnya pun, tidak lebih seru dari memberi makan ayam di belakang rumah. Rutin. Wajar. Berdiri berdua, dengan rekan kerja yang lain. Berdiri di depan kelas, menghadapi beberapa orang siswa di sekolah itu.
Seorang anak menghadap dengan di tangan kanannya ada kantong kreses. Diikuti 4 -- 5 orang temannya. Laki ada, Perempuan juga ada. Mereka adalah teman sekelas. Masih kelas X, atau kelas 1 di jenjang SMA. Untuk usia itu, kelihatan  manja, dan masih kekanak-kanakkan.
"aku punya trik sulap,.." ungkapnya, sambil memasukkan tangan kanannya ke dalam kantong plastic. Â Semua yang hadir, terdiam. Khusunya, gurunya. Sementara Sebagian teman lainnya, ada juga yang sudah mulai senyam-senyum. Diikuti harap-harap cemas, anak kecil itu membacakan mantra sulapnya, sambil menggerak-gerakkan beberapa jari tangan yang ada dalam kantong plastic.
Tidak lama dari itu, dia berujar, "lihat pak........, jangan berkedip........, perhatian........." ungkapnya, dengan maksud untuk mempermainkan mata dan rasa dari semua yang ada. Â Hanya sebagian orang yang sudah sunyam-senyum. Waktu itu, gak paham, kenapa mereka senyam-senyum begitu. Sebagai orang yang turut menyaksikan, adalah wajar, jika ada perasaan, anak ini pasti sekedar bercanda, bukan sulap beneran, karena memang bukan professional. Tetapi, belum tahu, apa yang akan terjadi.
Sekali lagi, tidak lama dari itu, jreng-jreng-jreng, "trink..." ungkap sang siswa, sambil mengeluarkan jari kanannya dengan membentuk 'love'. Melihat kejadian itu, sontak semua yang hadir senyum, ketawa, dan riang. Bahkan, tak ketinggalan, ada juga yang bertepuk tangan. Sementara guru yang ada di hadapannya, senyum  kecil sebagai respon dari prank kecil di siang itu. Di depan kelasnya sendiri.
-o0o-
Iya, terpikir kembali. Mimpi apa semalam. Hari ini, dihadapkan pada teman profesi yang mendapatkan prank love dari anak-anak belia. Masih dibawah usia. Tetapi, memiliki keberanian, lebih tinggi dari usianya.
Bukan soal, biasa dan wajar. Memang di zaman kita sekarang ini, egalitarianis jauh lebih menguat, dibanding feodalisme. Orang lebih menghormati sesame, karena memang pantas dihormati, bukan karena kekayaan atau jabatannya. Mereka menganggap, harta dan jabatan adalah atribut-sementara, yang tidak pantas disombongkan, atau dijadikan pembeda antar manusia dan kemanusiaan.
Begitulah juga, guru dan siswa. Mereka adalah oknum sosial yang memiliki kesetaraan dalam kemanusiaan, walaupun status sosialnya berbeda. Hal yang menjadi unik dan keistimewaan di zaman ini, mereka berani dan bisa melakukan nge-prank dengan sesuka hatinya, tak seperti 20 atau 50 tahun yang lalu.
Guru adalah wajib di gugu dan ditiru. Guru adalah sumber pengetahuan dan rujukan moral. Dihadapannya, seluruh peserta bersimpuh, dan berharap pencerahan untuk masa depannya. Jangankan untuk ngeprank, sekedar menatappun, kadang harus berpikir tujuh keliling. Kehormatan dan kewibawaannya, melebih dari posisi orangtua, bahkan lebih dari seorang raja. Karena itulah, ada sebutan guru, ratu, wongatua karo, itulah sutrukrtu kekuasaan sosial di tengah  Masyarakat. Guru memiliki posisi prioriras diatas penguasa dan orangtua, dalam struktur kehormatan dan penghormatan.
Kali ini, apa yang terjadi dengan  kehidupan kita ?
Tidak bermaksud untuk mendewakan guru, apalagi memberhalakan statusnya. Tetapi, kita pun, tampaknya tidak ada kelayakan untuk mengubur besaran kontribusi dan perannya dalam hidup dan kehidupan kita.
Tidak dimaksudkan untuk melestarikan feodalisme di lingkungan Pendidikan, karena Pendidikan adalah pembinaan mental sehat dan berkualitas bagi sesame. Â Tetapi, kita pun, tampaknya tidak ada hak untuk merusak martabat guru, yang sudah memberikan Sebagian waktunya untuk membantu membukakan jalan bagi setiap peserta didiknya.
Eh, apa masalahnya, dengan kelakuan peserta didik tadi ? apa yang salah, dari Tindakan dan perbuatan mereka ? apa kejahatan yang dilakukan sang anak ?
Tidak ada. Mereka sudah menampilkan prilaku lugu dan lucu. Itulah kelakuan kelucuan dan keluguan generasi mereka di zaman ini. Tetapi, inilah jalan terbuka bagi kita semua. Jalan desakraliasi profesi guru. Seiring perjalanan waktu, kita semua, dihadapkan pada situasi, perubahan status dan nilai sosial manusia, dalam peta kehidupan kita saat ini.
Siapapun. Apapun. Morfologi struktur sosial Masyarakat kita, mengalami perubahan nyata. Perubahan yang harus siap dihadapi, walaupun tidak semua orang siap menghadapinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H