Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia sebagai Homo Clamantis

1 Maret 2024   05:28 Diperbarui: 1 Maret 2024   05:40 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Homo Clamantis (Sumber : pribadi, bing.com) 

Saat diungkapkan masalah ini, seorang teman berujar, "ah, kok mellow banget sih, jadi orang harus kuat, jangan kalah oleh derita !" ungkapnya dengan penuh ketegasan. Ungkapan itu disampaikan, saat melihat teman dekatnya, lelaki yang selama ini dianggap perkasa dari sisi intelektual, namun malah kelihatan rapuh oleh urusan personal. Betul. Bisa disebut masalah personal, karena, dia menangis  karena dicuekkan oleh sang istri dalam beberapa waktu saja.

Tetapi, benarkah, seorang lelaki itu harus kuat ? apakah kekuatan seseorang diukur dari kemampuannya menahan tangis ? jika demikian adanya, bagaimana jika seorang ibu yang menangis saat melihat anaknya menikah, atau meraih kesuksesan, apakah hal itu adalah bukti dari sebuah kelemahan jiwa ?

Tidak lama dari hari ini. Seorang pejabat negara. Duduk di kursi kekuasaan yang cukup lama. Kekayaan yang sudah tidak terhitung jari orang  papa. DIkala jagoan yang diusungnya, tidak bisa meraih citanya, dia pun tetaplah  meneteskan air  mata.  " Aku juga mellow, Kang.." ungkapnya, dengan penuh kejujuran. Walaupun disampaikan dari saluran kabel komunikasi, namun nafas kepedihan dan kesedihannya tergetarkan lewat saluran udara.

Apakah kelelakian diukur oleh kemampuannya menahan air mata ? bagaimana jika seorang lelaki menangisi istrinya yang baru saja meninggal dunia, apakah hal itu adalah wujud dari kelemahan, atau kekuatan cinta yang mulai terganggu ?

Air mata adalah tanda sosial, dan juga tanda emosional, tetapi, yakinkan bahwa air mata bukanlah tanda kehinaan. Kalau air mata adalah tanda kehinaan, maka penjahat di balik terali besi adalah orang-orang mulia dihadapannya. Karena mereka, tak pernah meneteskan air mata, saat penderiatan sang korban tergeletak di  hadapannya.

Mata hari katanya memiliki air mata. Tetapi, matahari tak pernah meneteskan air-matanya. Pun demikian adanya dengan  makhluk yang lain.

Hanya kita, manusia, yang menjadi hewan penangis. Kitalah homo clamantis. KItalah hewan yang menjadikan air mata sebagai bukti kedekatan jiwa dengan  petiswa atau apapun yang ada di sekitarnya.

Aku menangisimu, bukan karena aku lemah. Tetapi, karena kekuatan cinta dan kedekatanku padamu, yang tak bisa tergantikan oleh ruang waktu.

Aku menangisimu, bukan karena aku hina. Tetapi, karena air mat aini adalah bukti kemuliaanmu yang kudambakan selama ini,

Aku menangisimu, bukan karena aku tak berdaya, tetapi inilah kekuatan terakhirku dalam menunjukkan kesetiaanku kepadamu.

Memang aneh dunia ini. Saat berkunjung ke kebun Binatang, atau melihat dokumentasi perhewanan, ditemukan ada monyet menetes air mata. Manusia berdecak kagum. Terharu.

Melihat beruang meneteskan air mata, saat melihat anaknya mati dalam pelukannya  Manusia berdecak kagum. Terharu. Bahkan simpati.

Tetapi, saat seorang pengemis menangis, dianggapnya mellow, bahkan disebut lemah mental. "dasar, tidak punya semangat juang untuk hidup.." hardiknya keras walaupun berbunyi dalam hati.

Saat seorang Wanita menangis, dianggapnya, berlebihan, bahkan dianggap, terlalu berhadap mendapat simpati dari warga lain. "dasar, Perempuan, bisanya pakai emosi,.." ungkapnya keras, walaupun tak keluar dari lisan.

Hanya batu yang tidak meneteskan air mata. Karena tetumbuhan, bisa meneteskan air embun.

Hanya Sebagian hewan yang tak berkaca-kaca di matanya, karena kebanyakan hewan tak memiliki kelopak air mata.

Tampaklah sudah, manusia kuat bukan  karena bisa menahan tangis, tetapi mampu menahan diri untuk tidak membuat orang lain menangis sedih. Manusia kuat bukan karena tahan menangis, melainkan orang yang mampu mengubah airmatanya  menjadi Solusi terhadap sumber tangisannya.

Yakinlah. Orang yang kuat, bukanlah orang yang tidak pernah menangis, tetapi tidak nagis sembarang waktu, dan sembarang  masalah. Menangis karena masalah yang perlu ditangisi, adalah kebeningan air matanya, dan menangis di waktu yang tepat, adalah kesucain air tangisannya.

Menangislah wahai hewan penangis. Karena menangislah, maka kau tetaplah manusia ! dari air mata itu, ada mata air kehidupan yang memulihkan jiwa kembali bugar !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun