Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menunda Nikah adalah Hak, Masa Depan Keturunan adalah Kewajiban!

12 Februari 2024   04:28 Diperbarui: 12 Februari 2024   05:28 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini terjadi diskusi ketat di dalam kelas. Biasa, dalam tema dinamika kependudukan di kelas, ada pokok kajian mengenai angka kelahiran. Terkait dengan angka kelahira, ya, bakalan bicara mengenai angka pernikahan. Tema inilah yang banyak diulas dan dibincangkan di kalangan anak-anak.

Ada beberapa hal penting, yang terkait dengan rencana pernikahan. Saya ingin menyebutnya, prakondisi keliru dalam merencanakan pernikahan. 

Kenapa disebut prakondisi yang keliru ? tentunya,  lebih disebabkan karena ada persepsi yang kurang tepat, terkait dengan rencana pernikahan yang biasa dilakukan atau dirasakan oleh anak-anak yang mau nikah. 

Pertama, menikah itu dilandasi oleh cinta, tetapi banyak dihancurkan oleh anak. Maksudnya, sangat sederhana. Sewaktu berkenalan, atau merencanakan pernikahan, banyak anak muda membangun hasrat cinta dan memupuk cinta dua insan. Sehingga karena alasan cinta itulah, kemudian mereka bertekad untuk melangsungkan pernikahan. Sayangnya, selepas nikah, tetapi kemudian, belum juga dikarunia anak, eh, malah menjadi benih percekcokan.

Kenapa bisa begitu ?

Kalau niatnya, menumbuhkembangkan cinta, maka anak jangan jadi alasan keramahan dan kerukunan keluarga. Kehadiran anak adalah hadiah dari Tuhan, atau benefit dari sebuah percintaan. Jangan  terbalik. Fenomena yang ada saat ini, justru karena tidak punya anak, seorang istri mulai mengalami kegundahan dan kegelisahan, seakan menjadi beban nenek-moyang, atau beban keluarga, karena tidak memiliki keturunan. 

Jangankan tidak punya anak. Telat memberikan keturunan pun, kerap kali menjadi 'keluhan' keluarga, atau  menjadi bahan pergunjingan keluarga. Padahal nyata-nyata, sebelum nikah, tidak pernah dibincangkan akhir dari kisah seperti ini, Itulah kekeliruan.

Solusinya, jika memang dari sebuah pernikahan itu dimaksudkan untuk memiliki keturunan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah cek kesehatan. Semua orang, melakukan cek kesehatan untuk mengetahui kemungkinan atau peluang memiliki keturunan atau tidak. Hari ini, dunia kesehatan dan teknologi kedokteran sudah mumpungi untuk mengetahui hal ini. Buatlah saling pengertian terhadpa kedua belah pihak, terkait dengan status fertililtas masing-masing.

Kedua, senafas dengan ide pertama tadi, yakni merancang pernikahan dengan landasan cinta, namun hancur keluarga karena masalah cinta. Ini adalah masalah aneh, dan kekeliruan yang sangat fatal. Di sebut demikian, karena jelas sudah, bahwa atmosfer pacaran tidak berkelanjutan menjadi atmosfera pernikahan. Saat pacaran, menumbuhkembangkan cinta dan  hasrat, sedangkan selepas pernikahan menguat-ngaitkan masalah nafkah dan kesejahteraan.

Sekali lagi. Untuk hal seperti ini pun, perlu antar kedua belah pihak untuk saling mengecek kesehatan ekonomi. Lakukan evaluasi dan pengukuran terhadap kekuatan ekonomi. Buat instrumen yang bisa mengukur kesejahteraan.  Jangan sampai, menggadang-gadang cinta dan ketulusan, tetapi selepas pernikahan mencekcokkan masalah ekonomi.

Benar kata orang bijak, untuk terjadinya pernikahan butuh CINTA, tetapi untuk merawat cinta butuh HARTA. Karena itu, tepatlah bila dikatakan oleh Alvin Toffler, bahwa membangun keluarga di masa depan itu, butuh energi kompleks yang disebut CINTA++. Plusnya itu adalah instrumen pensejahteraan, atau lebih sederhananya yaitu ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun