Mendidik adalah sebuah seni (art). Di sebut seni (art) karena, seseorang yang menjalani praktek didik-mendidik, akan dihadapkan pada tantangan baru dan kebaruan dalam bertindak. Hampir bisa dipastikan, Â tidak ada yang tetap dan baku, dalam menjalankan proses didik-mendidik. Peserta didiknya, sama dan tetap, situasi dan konteksnya berbeda.Â
Termasuk di dalamnya, adalah kondisi psikologis peserta didik pun, akan naik turun dan berbeda, dari hari-hari sebelumnya. Karena itu, sekali lagi, dapat ditegaskan bahwa praktek mendidik itu adalah sebuah seni (art).
Sebagai sebuah seni, maka sudah tentu, kita akan dihadapkan kepada gaya mengajar, atau gaya mendidik yang berbeda-beda. Antara satu guru dengan guru yang lainnya, akan memiliki perbedaan gaya mendidik atau mengajar. Gejala itu adalah satu fakta yang terjadi di dunia pendidikan.
Sejatinya, uraian yang akan kita ulas di sini, tidaklah melulu terkait dengan orang yang berprofesi sebagai guru di lembaga pendidikan, Penulis sajikan, paparan ini, dengan sangat terbuka, dengan penuh harap dapat dipahami dan diterapkan pula dalam pendidikan anak di rumah, oleh kalangan orangtua.
Kebetulan, hari ini, sabtu (16 Desember 2023), menjadi bagian dari kegiatan seminar terkait dengan tema pendampingan peserta didik masuk perguruan tinggi berbasiskan hasil asesmen bakat dan minat.Â
Peserta seminar kali itu, adalah pejabat yang berkepentingan dengan layanan pendidikan pada satuan kerja lembaga pendidikan jenjang SMA/MA dan SMK.Â
Oleh karena itu, pertemuan ini, merupakan satu kesempatan yang indah dan strategis untuk berbagi pengetahuan, pengalaman termasuk juga berbagi trik dalam memberikan layanan pendidikan di dunia pendidikan.
Obrolan yang semula sekedar perbincangan tak serius, kemudian malah memancing kita membincangkan masalah seni mendidik di era milenial ini. Â terlebih lagi, dengan ragam kebijakan yang ada sekarang ini, yakni mengenai Kurikulum Merdeka, asesmen diagnostic, dan juga asesmen bakat dan minat (ABM), sebagaimana yang baru saja diselenggarakan.
Sehubungan hal ini, kesempatan ini, ingin digunakan untuk berbagi pengalaman, pemahaman atau pemikiran mengenai seni mendidik. Seni mendidik, dalam pengertian luas, bukan sekedar mendidik peserta didik di sekolah, melainkan mendididk anak di rumah.
Dalam seni mendidik ini, penulis mencoba untuk menawarkan gagasan mengenai lima-ketepatan atau lima-kebenaran yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model layanan pendidikan.Â
Kelima kebenaran itu, adalah pengajaran yang tepat tingkatan, tepat kebutuhan, tepat konten, tepat pendekatan dan tepat konteks. Kelima ketepatan atau kebenaran ini, saya sebut the five right of teaching/learning.
Pertama, teaching at the right level, atau mengajar pada tingkat yang tepat, atau pengajaran dengan memperhatikan tingkat kemampuan peserta didik. Konsep ini, masyhur dan popular dalam lisan para guru, yang tengah melaksanakan kurikulum Merdeka.Â
Dalam penjelasan umum, sebagaimana dapat dengan mudah kita temukan di media digital, pengajaran sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik (teaching at the right level) adalah pendekatan pengajaran yang berpusat pada kesiapan belajar peserta didik, bukan hanya pada tingkatan kelas.
Sebagaimana kita ketahui atau alami bersama. Sebelum diberlakukannya kurikulum Merdeka, kita-kita ini, atau peserta didik itu, dikelompokkan dalam tingkatan kelas.Â
Karena itu ad akelas 1, 7, 9 atau kelas 12. Semua itu merupakan sebutan tingkatan kelas yang sudah dialami dan dijalani oleh seorang peserta didik di persekolahan.
Kepada setiap orang yang duduk di kelas yang sama, misalnya, kelas 10, maka dia akan mendapatkan layanan pembelajaran yang sama. Semua siswa dalam kelas itu, akan diajari oleh seorang tenaga pendidik yang sama, dengan materi yang sama, dengan gaya mengajar yang sama.Â
Situasi dan kondisi ini, dalam pandangan teori pendidikan modern, adalah sesuatu yang keliru. Karena, sejatinya, saat ada 36 siswa dalam satu kelas, kendati kelas dan usianya sama, namun Tingkat kemampuan atau gaya belajarnya berbeda-beda. Kondisi ini tidak mendapatkan layanan pendidikan yang optimal dari seorang  guru.
Sehubungan hal itu, maka, seiring dengan pemberlakuan  Kurikulum Merdeka, layanan pendidikan diubah, dari memperhatikan jenjang kelas menjadi memperhatikan Tingkat kemampuan peserta didik. Karena itu, disebutnya,  pengajaran sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik atau teaching at the right level.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H