"Sejumlah orangtua,..." mungkin demikianlah sebutan yang paling tepat  untuk menyebut kasus ini, mulai mengeluhkan pelaksanaan Belajar dari rumah, di masa pandemi Covid-19 Â
Khusus mereka yang masih memiliki anak di usia pendidikan dini, dasar dan menengah, mulai merasakan, bagaimana 'sulitnya' mengkondisikan anak-anaknya dalam belajar di rumah.
Saat melakukan pertemuan dengan sejumlah orantua, diantara mereka ada yang mengeluhkan, bahwa budaya hidup anak-anaknya menjadi berubah drastis. Bangun tidur, lebih siang dari jadwal sekolah tatap muka. Biasanya bangun sekitar pukul 5 atau 6, mereka bangun tidur lebih siang dari itu. Bahkan, andai kalau dibangunkan pun, terdapat cukup banyak alasan untuk tetap beristirahat kembali.
"Kalau bisa, minta bantuan guru atau wali kelas, untuk membuat jadwal pagi, biar anak terbangun lebih pagi...!" pintanya dalam satu waktu kepada pimpinan sebuah madrasah.
Baca juga : Menghormati Guru adalah Kunci Kesuksesan Pendidikan di Finlandia
Untuk kasus yang pertama ini, kami hanya baru bisa tersenyum. Di benak terbayangkan, " apa peran guru, harus sampai ke titik serupa itu?"
"Kami merasa kesulitan,....." ungkap orangtua yang lainnya, "anak-anak susah nurut disuruh belajar...".Â
Aha !
Entah apa yang merasuki anak-anak kita. Di era milenial ini, ada sebagian anak yang lebih nurut kepada gurunya, daripada kepada orangtuanya.
Memang, dalam pengakuan para guru, tidak semua anak nurut kepada guru-guru di sekolah, tetapi, dibandingkan dengan kepatuhannya kepada orangtua, hampir ada "bukti" bahwa suruhan orangtua, lebih ampuh dibandingkan dengan suruhan orangtuanya.
Dalam situasi serupa itulah, maka suruhan orangtua kepada anak-anak untuk belajar di rumah, jauh lebih banyak diabaikan, dibandingkan dengan pengawasan gurunya dari sekolah. Dengan kata lain, pada saat para gurunya memberikan kelonggaran dalam pengawasan belajar anak di rumah, maka "ambyarlah" budaya belajar anak di rumah tadi.
Baca juga : Menghormati Guru Meraih Barokah
Hal yang menarik untuk dikemukakan di sini, dari sejumlah keluhan orangtua, mengenai bagaimana upaya pendisiplinan anak di rumah, memberikan gambaran bahwa "guru di sekolah" memiliki instrumen pendisiplinan yang lebih nyata bagi seorang peserta didik, dibandingkan dengan orangtuanya di rumah.Â
Seorang guru memiliki senjata pensil untuk memberikan nilai kurang atau lebih kepada peserta didiknya, dibandingkan orangtuanya di rumah. Senjata pendisiplinan ini, dipandang memiliki aura lebih kuat dan ampuh dalam memberikan pengkondisian dan pendisiplinan kepada peserta didik dalam belajar.
Itu adalah sisi pertama dan utama.
Lantas bagaimana dengan budaya belajar di rumah?
Secara pribadi, saya ingin tegaskan bahwa pada saat, orangtua di rumah tidak memiliki instrumen pendisiplinan kepada anak-anaknya, maka penciptaan budaya belajar akan sulit terbangun.
Baca juga :Cara Menghormati Guru dalam Ajaran Islam
Andaipun bisa dilakukan, akan membutuhkan waktu lama. Hal yang perlu dilakukan oleh  orangtua di rumah, adalah menghadirkan keteladana hidup bagi putra-putrinya untuk bisa belajar, sehingga menjadi instrumen pendisiplinan budaya belajar bagi anak-anaknya.
Pelajaran lain, yang juga perlu dijadikan bahan renungan bagi kita semua, atau setidaknya, ini sekedar harapan pribadi kepada orangtua siswa, untuk secara terbuka dan sadar, untuk bisa menghormati profesi guru. Guru bukan sekedar memberikan informasi, sebagaimana banyak orang pahami. Guru adalah memainkan peran untuk memberikan pendidikan dan pembinaan karakter, yang tingkat kesulitannya, sebagaimana kiat rasakan bersama saat ini.
Akankah kita masih mau melakukan kriminalisasi kepada profesi guru, saat melakukan tugas profesinya?!
Ya, jika, seorang guru secara nyata melakukan pelanggaran etik dan profesi, biarkan hukum yang menindaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H