Si Pemandu Wisata (tour leader), kelihatan sangat bersemangat menceritakan mengenai lokasi wisata. Pangandaran. Itulah yang menjadi tujuan kami saat itu.Â
Kisah dan ragam sisi mengenai Pangandaran, kelihatannya, sudah menjadi pembasah lisannya. Kelihatan, dia sangat percaya diri, dan lancar menuturkan ragam sisi masalah kepangandaranan.
Salah satu tuturannya itu, yakni, keinginan Pemerintah Kabupaten Pangandaran, untuk menjadikan Pangandaran sebagai destinasi wisata lokal yang mendunia. Itulah obsesinya.
Alasan itu sesungguhnya mudah dipahami, dan sangat masuk akal. Di lihat dari potensi, dan sumberdaya geografi, sudah sangat memungkinkan. Wisata Pangandaran akan menjadi salah satu ikon wisata Jabar, dan juga Indonesia yang memiliki harapan cerah. Hanya saja, apakah masyarakat Pangandaran, dan juga para pelaku usaha di kawasan Pangandaran sudah siap ?
Ini sekedar kasus. Tidak menyeluruh. Tetapi, rasanya perlu dikemukakan di sini. Pengalaman kemarin, saat memanfaatkan jasa Perahu Pangandaran. Sebelumnya penanggungjawab rombongan sudah bicara, bahwa biaya jasa perahu itu adalah Rp.10.000/diperahu, dan Rp.5.000/orang tiket ke Pananjung (hutan lindung). Dengan kesepakatan itulah, sekitar 10 orang peserta, menjadi penumpang perahu tersebut.
Deburan ombak, sangat terasa. Geteran gelombang sangat kentara menggoyang awak perahu tersebut. Senyuman di kulum di wajah orang dewasa, tampak jelas. Sedangkan rasa ketir dan khawatir, tampak pada beberapa anak yang baru berpengalaman nunggang perahu tersebut.
Bukan lebai. tapi kelihatan lambaian pohon di pinggir pantai, sudah meredup. Makin lama, makin kabbur, menggambarkan jarak perjalanan kian menjauh dari bibir pantai tempat kami berangkat. tetapi disisi lain, lambaian daun penyambutan dari seberang sana, kian detik kian tampak. Ah tampak, ibarat 'masa kelahiran semakin jauh, dan pintu masa depan yang malah semakin jelas dihadapan mata".
Ibarat gelora di tengah lautan, sang pemilik perahu berujar, "Pak, kalau mau ke turun, harus nambah, Rp. 5.000/orang lagi.." katanya, "jadi, setiap orang, membayarnya Rp. 20.000/orang".
"lho..tadi katanya, cuma Rp.15.000/orang.." tanyaku.
"itu hanya untuk berkeliling di lautan saja, tidak sampai turun ke pantai pasir putih.." ungkapnya tegas, sambil menghentikan laju perahu di tengah lautan.
"Gak, Rp. 15.000/orang ah..sudah.."
"tapi tidak turun ke pantai ,Pak..?
"Pak, tadi di sana mengatakannnya kalau 10.000 hanya berputar di lautan, dan 5.000 tiket ke Pantai..Gimana ini, kok jadi berubah ?"
Agak cukup lama mendebatkan hal tersebut. Walaupun pada ujungnya, kemudian sang Pengendara Perahu mengalah, dan kami tetap harus membayar Rp. 15.000/orang, sampai bisa turun di pasir putih.
Saya percaya. itu hanya ulah oknum. Tetapi, Pemerintah Kabupaten Pangandaran pun harus percaya bahwa "jangan sampai karena nila setitik, kemudian rusak pangandaran sebelangga".Â
Sangat disayangkan, Pangandaran yang bermimpi  menjadi destinasi wisata dunia, harus terganggu oleh ulang kelakuan oknum.Â
Malahan, kami yakin, jika standar pembiayaan jasa perahu, tiket antar objek wisata, ditetapkan secara terbuka, dan pasti, Pangandaran akan menjadi objek wisata kelas dunia. tetapi, jika kelakuan yang kurang baik itu dibiarkan, malah akan menjadi nilai setitik yang bakalan merusak susu sebelangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H