Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkap dan Belum Mengungkap

4 Agustus 2017   10:49 Diperbarui: 4 Agustus 2017   10:57 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi, kelompok elit, selebritis, atau publik figur terjerat kasus narkoba. Ini bukan kali pertama, dan (bisa jadi) bukan yang terakhir.  Dengan tertangkap sejumlah elit dan selebiti nasional dalam kasus Narkoba ini, memunculkan pertanyaan, mengapa hal itu terjadi, dan apa yang sedang terjadi di Indonesia ?

Belumlah reda, isu dan kasus yang dihembuskan oleh "lisan" Fredy Budiman mengenai aliran dana bisnis narkoba yang dijalaninya selama ini. Hingga meninggalnya di ujung pengadilan Negara, Freddy Budiman memang tidak mengungkap informasi secara terbuka kepada public, mengenai drama dan permainan bisnis narkoba di Indonesia. Berita yang mengalirkan pun, yang disampaikan oleh Haris Azhar dari Kontras, malah memancingkan kegaduhan politik di Negara ini.

Jika kita memanfaatkan kasus yang baru saja tertangkap, yaitu Ketua PARFI dan kelompoknya, dan juga ungkapan Fredy Budiman, sesungguhnya kita bisa menarik sebuah benang "abu-abu" (untuk tidak menyebut benang merah), antar kasus tersebut, dengan bisnis narkoba di Indonesia.

Pertama, kita bisa mengatakan bahwa bisnis narkoba adalah bisnis besar dengan modal besar. Dengan ukuran mungil saja, harga satu pil narkoba, bisa memaksa seseorang merogoh kocek cukup dalam.  Untuk ukuran milligram, bisa memaksa dompet seseorang mengempis, dan begitu pula sebaliknya, dengan mendistribusikan sejumlah butir ecstasy bisa mengembungkan dompet seseorang. Narkoba adalah bisnis besar.

Kedua, susahnya pemerintah melakukan pemberantasan narkoba di Indonesia, pun harus ditafsirkan bahwa bisnis besar ini, mempunyai jaringan besar, atau jaringan kuat. Bisnis ini, kini sudah tidak lagi menyasar kelompok kelas menengah atas, tetapi juga menyosor ke kelompok kelas bawah dan di pelosok negeri.   Hal itu menggambarkan bahwa bisnis ini, bukan saja bermodal besar, tetapi juga berjaringan besar. Bisnis narkoba dengan jaringan besar ini, sudah merambah pada kelompok dengan karakter yang lintas usia, lintas kelompok, lintas budaya dan lintas geografi. 

Ketiga, pelengkap berikutnya, selain modal besar dan jaringan besar, juga menuntut adanya keberanian besar. Bisnis ini adalah bisnis berresiko, baik dari sisi kesehatan, social, politik maupun keamanan. Hanya mereka yang memiliki keberanian besar itulah, yang menjadi bagian dari jaringan bisnis narkoba. Saya yakinkan, kekuatan yang besar, baik itu kekuatan ekonomi maupun kekuatan keberanian,  merupakan sayap berjalannya roda bisnis narkoba di Indonesia.

Terakhir, dan ini mungkin kunci masalah kita dalam memahami bisnis narkoba ini, yaitu adanya kekuatan besar dalam sebuah bisnis besar. Bisnis narkoba bukanlah bisnis ritel, atau eceran dan ecek-ecek. Bisnis narkoba mempersyaratkan modal besar, dan keberanian besar. Khusus untuk dua hal tadi, ada logika yang sulit dibantah, jika tidak mengikutsertakan adanya kekuatan besar. Oleh karena itu, 'angin yang dihembuskan' Freddy Budiman, sejatinya harus diinvestigasi dengan seksama, untuk mengungkap drama bisnis narkoba di Indonesia.

Bila kita perhatikan selama ini, khususnya jika memperhatikan informasi dan berita di media massa, sejatinya kita baru bisa berani mengatakan bahwa "polisi baru bisa menangkap pelaku' yang mengkonsumsi narkoba. Polisi baru bisa menangkap pelaku, dan atau pengedar. Tidak lebih dari itu.

Sudah tentu, kita setuju, kemampuan menangkap pelaku dan pengedar itu, adalah sebuah prestasi, dan perlu diapresiasi oleh masyarakat. Tetapi, keberhasilan seperti itu, belumlah mampu menyasar pada akar masalah mengenai maraknya bisnis narkoba di Indonesia.

Wacana ini ingin menyebutnya, kita baru bisa menangkap pelaku  atau pengedar, dan belum bisa mengungkap jaringan bisnis narkoba. Upaya mengungkap jaringan bisnis narkoba ini, kiranya adalah kebutuhan dasar, untuk mensukseskan program perang dengan narkoba.

Meminjam pada keseriusan pemerintah dalam menumpas terorisme di Indonesia, kiranya sudah waktunya, Densus pemberantasan narkoba dibentuk dan diberdayakan untuk menyasar jaringan bisnis narkoba. Karena pada dasarnya, bisnsi narkoba ini, merupakan sebuah system-bisnis yang melibatkan banyak actor, dan bukan sekedar pengedar dan pembeli. Kalaulah, gerakan teroris yang sifatnya radikal dan mobile, bahkan kadang bersembunyi di hutan, bisa dikejar hingga sarangnya, maka jaringan narkoba pun, kiranya, harus bisa terungkap dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun