Teringat ketika aku masih duduk di kelas 2 SD. Orang tua membelikan majalah Arif yang berisi kumpulan soal-soal latihan mata pelajaran umum.
Saat itu kulihat sesuatu yang tampak asing di mata. Di sana ada mata pelajaran (mapel) Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa. Ternyata mereka punya huruf sendiri yang di mataku tampak unik. Mengingatkanku pada huruf Bahasa Thailand yang juga meliuk-liuk.Â
Sebagai anak yang tinggal di Palembang, tak kudapati pelajaran serupa di sekolah.
Di sini pada zamanku, tak ada pelajaran Bahasa Daerah. Dulu sewaktu SD, aku hanya belajar Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia. Itu pun Bahasa Arab karena aku bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah.Â
"Kenapa tidak ada mapel Bahasa Palembang?" tanyaku heran.Â
Rasa penasaranku kian bertambah saat mendapati kalau di Provinsi Lampung ada mapel Bahasa Lampung.
Kenyataan itu kuperoleh saat aku bertanya pada sepupuku yang usianya sepantaran. Sepupuku itu tinggal di Kota Bandar Lampung. Di sekolahnya diajarkan mapel Bahasa Lampung.Â
"Kenapa di Palembang tak ada pelajaran Bahasa Daerah. Padahal sehari-hari kita berbicara dalam Bahasa Palembang?"Â protesku pada ayah. Menanggapi keluhanku, beliau hanya tersenyum.Â
Berpuluh-puluh tahun kemudian, barulah satu per satu pertanyaanku terjawab. Sumatera Selatan bukannya tidak ada Bahasa Daerah. Tetapi itu dikarenakan pemerintah yang kurang perhatian.
Padahal sejak zaman dulu, Sumatera Selatan punya dua Bahasa Daerah. Orang Palembang terbiasa menggunakan Bahasa Jejawi, yang mana hurufnya arab gundul.