Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buta Mata, Bukan Buta Hati

25 Oktober 2024   14:53 Diperbarui: 25 Oktober 2024   14:54 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Emang salah sendiri kalau begitu, “ kata Pak Mamad dengan nada enteng. Tadinya dia sudah memisahkan uang kecil dan uang besar dalam dompet. Ada uang sepuluh ribuan, dua puluh ribuan, dan lima lembar dua ribuan. Seharusnya dia sendiri yang menyerahkannya pada sang pengemudi ojol.

Di tengah percakapan, seorang wanita muda masuk membawakan minuman. Wajah dan posturnya sedikit mirip Pak Mamad. Matanya terbuka, tapi tidak bisa melihat dengan jelas. Dia mengalami gangguan penglihatan lemah. Hanya bisa melihat objek dari jarak yang sangat dekat.

“Kalau mau membaca sesuatu, saya menempelkan benda tersebut tepat di depan mata, “ katanya ketika kutanyai mengenai hambatan disabilitas yang dia rasakan. Perempuan itu bernama Uniek. Gadis manis itu merupakan putri dari Pak Mamad. Logat bicaranya medok. Tapi karena aku kurang pandai berbahasa Jawa, maka Uniek pun berbicara denganku pakai Bahasa Indonesia.

“Saya juga pernah mengalami penipuan, “ kata Uniek tiba-tiba. Rupanya dia diam-diam mendengarkan percakapan kami. Meskipun matanya tak melihat, disabilitas netra terkadang memiliki pendengaran yang sensitif. Uniek memiliki kemampuan itu. Dia bisa mendengar dan mengikuti pembicaraan orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan sembari beraktivitas sekali pun.

Uniek pun mulai bercerita. Tentang pengalamannya ditipu seseorang yang tak kalah miris. Saat itu dia sedang berbelanja di sebuah toko kelontong. Sesudahnya, Uniek pun pergi ke kasir. Dia menyerahkan selembar uang lima puluh ribu dengan dua pasang garis timbul.

Semestinya pegawai kasir itu memberikan kembalian Rp. 19.000. Tapi perempuan itu hanya memberikan Rp. 14.000 saja. Terdiri dari satu lembar uang sepuluh ribu dan dua lembar dua ribuan rupiah. Uniek tahu karena dia dapat meraba blind code pada masing-masing sisi uang tersebut. Gadis itu mencoba protes pada perempuan penjaga kasir yang mungkin saja umurnya lebih tua. Uniek menerka-nerka usia perempuan itu dari suaranya.

“Nggak, kok. Ini udah Rp. 19.000. “ celoteh ibu penjaga kasir.

“Tapi Bu, saya bisa meraba uangnya, “ tolak Uniek. Dia merasa benar.

Uniek menambahkan, kalau dia meraba satu buah uang dengan empat pasang garis timbul dan dua buah uang dengan enam pasang garis timbul. Itu artinya masing-masing uang memiliki nominal pecahan Rp. 10.000 dan Rp. 2.000.

Mendengarnya, ibu penjaga kasir itu pun lantas meninggikan suaranya. “Kamu aja yang nggak bisa melihat, “ sergahnya. Uniek mengaku syok mendengar hal tersebut.

“Lantas apa yang kamu lakukan, Niek?” tanyaku. Uniek membalas kalau dia orangnya malas berdebat. Gadis itu meninggalkan toko kelontong tersebut dengan perasaan kecewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun