Mohon tunggu...
Firsty Ukhti Molyndi
Firsty Ukhti Molyndi Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Korean Enthusiast | Cerebral Palsy Disability Survivor

Seorang blogger tuna daksa dari Palembang. Memiliki minat tulis-menulis sejak kecil. Menulis berbagai problematika sehari-hari dan menyebarkan kepedulian terhadap kaum disabilitas. Blog: www.molzania.com www.wahkorea.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Catatan Merah Implementasi Perdana Kartu Prakerja

14 April 2020   11:35 Diperbarui: 14 April 2020   12:27 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, pemerintah secara resmi mengumumkan pembukaan pendaftaran online kartu prakerja. Setelah sebelumnya tertunda yang seharusnya bisa lebih awal yaitu tanggal 8-9 April 2020. Namun dikarenakan ada masalah dengan situs jadi baru dibuka tanggal 11 April 2020 malam hari.

Kartu prakerja merupakan kartu yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi dari sejak kampanye. Diharapkan dengan adanya kartu ini bisa mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan partisipasi kerja di Indonesia. Dengan memiliki kartu ini, penggunanya diberikan pelatihan sekaligus bantuan sejumlah Rp. 3,55 juta. Bantuan tersebut terdiri atas biaya pelatihan sebesar Rp. 1.000.000, uang saku Rp. 600.000 selama empat bulan, dan uang survey kerja untuk lembaga pelatihan Rp. 150.000.

Sedianya kartu prakerja diperuntukkan untuk WNI yang berusia di atas 18 tahun. Baik itu mereka yang pekerja, para pencari kerja, dan pemilik usaha UKM yang terdampak COVID-19. Jumlah dana yang dianggarkan pemerintah lebih kurang 20 trilyun. Hingga akhir tahun nanti, dengan anggaran sebesar itu pemerintah akan menjaring 5,6 juta orang yang akan mendapat kartu prakerja.

Kenyataannya Tak Seindah Teori

Mendapat iming-iming uang saku dan pelatihan, maka antusiasme masyarakat pun sangat tinggi.  Terbukti hingga artikel ini ditulis, terdapat lebih dari 2,4 juta orang telah mendaftar secara online kartu prakerja. Membludaknya jumlah tersebut ternyata masih tak sebanding dengan kapasitas server.

Tak sedikit pendaftar ramai-ramai komplain melalui media sosial karena situs yang lelet dan tak dapat bekerja dengan baik. Penulis pun mengalami hal yang sama sehingga harus terjaga tengah malam hanya untuk mendaftar kartu prakerja.  

Setelah berhasil registrasi pun, ternyata masih terdapat masalah. Menurut catatan data yang dihimpun oleh Tirto, pengguna yang berhasil melakukan verifikasi email ada sejumlah 1,06 juta orang. Sementara itu pengguna yang sampai pada tahap verifikasi NIK ada sebesar 624 ribu orang. Sisanya hanya terdapat 78 ribu orang yang lolos hingga tahap terakhir alias sudah ambil program.

Penulis sendiri merasakan betul perjuangan untuk registrasi akun. Setelah menunggu selama berjam-jam, dengan mencoba beberapa email, penulis pun berhasil lewati verifikasi email. Tiga email yang penulis gunakan tidak kunjung mendapatkan balasan email dari situs Prakerja yang berisi link verifikasi. Barulah ketika penulis mendaftar menggunakan email yang keempat, email verifikasi baru muncul.

Setelahnya penulis pun melakukan pengisian identitas. Ini pun memakan waktu seharian karena berulang kali gagal upload. Ada beberapa hal yang perlu diupload seperti foto ktp dan selfie sambil memegang KTP. Menurut laman Tirto, ini disebabkan oleh kelebihan kapasitas server. Barulah pada tengah malam, penulis berhasil mengisi identitas dan mengupload kedua foto diatas. Terakhir penulis pun berhasil melakukan verifikasi nomor hp. Karena kecapekan, penulis pun pergi tidur.

Ternyata proses pendaftaran online tidak hanya sampai di situ. Pengguna yang telah berhasil registrasi diwajibkan untuk mengikuti survey singkat. Lalu dilanjutkan dengan tes motivasi dan kemampuan dasar. Disediakan 18 soal dengan waktu jawab selama 25 menit. Soal-soal yang diujikan berupa pengoperasian matematika, pengurutan instruksi dan pemahaman bacaan non-sastra. Untuk itu, peserta disuruh menyiapkan coret-coretan untuk menjawab soal ujian.


Sayangnya penulis tidak bisa mengikuti tes online tersebut. Berdasarkan pilihan jawaban saat survey, penulis tidak diperkenankan untuk mengikuti tes. Padahal penulis sudah memberikan jawaban dengan jujur. Penulis merasa berhak dan sesuai persyaratan yang telah diberikan. Namun ternyata sistem menolak jawaban penulis dan mengatakan tidak berhak mengikuti program kartu prakerja.

source: dok. pri
source: dok. pri

Rapuhnya Koordinasi dan Ketidakjelasan Pendaftaran Kartu Prakerja
Merasa tidak menjawab salah, penulis pun berusaha mencari tahu alasannya. Ternyata berdasarkan apa yang dituturkan oleh Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja, Panji Winanteya Rudi, kepada laman CNBC Indonesia, pemilihan peserta dilakukan secara acak/random oleh sistem. Tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan acak/random di sini. Penulis sendiri membayangkan penyebab tidak lolosnya penulis saat survey diakibatkan oleh sistem untung-untungan itu tadi.

Jika memang benar demikian, tentu hal ini sangat disayangkan. Dapat diartikan pula bahwa 78 ribu orang yang lolos hingga tahap akhir berarti sebuah keberuntungan. Sistem memilih mereka bukan berdasarkan kriteria yang berhak, tetapi diakibatkan oleh algoritma sistem yang random alias acak. Tentunya bukan saja penulis yang mengalami penolakan. Beberapa orang di sosial media yang penulis temui juga mengalami hal yang sama.

Penulis pertama kali mengetahui program Prakerja itu dari sebuah form resmi yang tersebar di WAG. Form tersebut dikeluarkan oleh salah satu LPK yang ada di Kota Palembang. Dalam form tersebut, mereka menegaskan sebagai lembaga pelatihan resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Penulis pun tertarik untuk bergabung karena berminat mengikuti pelatihan yang nantinya akan dilangsungkan secara online.

Dikatakan pula mereka akan memberikan data-data yang sudah diisi langsung kepada Kemnaker. Untuk itu calon peserta pelatihan disuruh untuk mendaftar pelatihan di situs Kemnaker. Pendaftaran pelatihan di situs Kemnaker dibuka beberapa hari sebelum dibukanya situs Prakerja. Karena sudah mendaftar lewat Google Form, maka pelatihan yang dipilih di situs Kemnaker haruslah berasal dari pelatihan yang diberikan oleh LPK yang sama.

Penulis pun mencoba mematuhi aturan dan menjalani tahapan demi tahapan sesuai dengan instruksi LPK. Namun dengan gagalnya proses pendaftaran online, penulis merasa tidak bakal lagi mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program Prakerja. Tapi secercah titik terang kemudian didapat. Pihak LPK masih mengusahakan semua peserta yang terdaftar di list mereka untuk otomatis mendapatkan kartu prakerja. Dalam artian, mereka akan melakukan koordinasi langsung dengan pihak Disnaker Provinsi Sumsel.

Melihat kenyataan tersebut, penulis pun dilanda kebingungan. Jika memang bisa lewat jalur Disnaker provinsi seperti yang dikatakan oleh LPK yang penulis ikuti, berarti untuk apa ada sistem pendaftaran online. Bukankah Disnaker sudah memiliki data peserta yang valid dari pendaftaran digital lewat form online yang diberikan pihak LPK? Mereka juga sudah memiliki data tersendiri mengenai pekerja yang terdampak PHK dan kehilangan pekerjaan.

Buruknya koordinasi pendaftaran online kartu prakerja sudah semestinya segera diperbaiki. Sehingga pendaftar tidak kebingungan untuk memilih mendaftar lewat jalur LPK atau online. Bisa saja pendaftar kartu prakerja yang tidak memenuhi syarat di laman online, lantas mendapat kartu prakerja lewat jalur LPK.

Berubahnya Keputusan Hasil Survey
Malam kemarin, penulis kembali iseng mengecek laman prakerja. Ternyata keputusan survey berubah lagi. Tertera di sana bahwa penulis salah memberikan jawaban survey. 

Bukan tidak berhak mendapat program kartu prakerja. Hal tersebut lalu menimbulkan kebingungan, apakah penulis sebetulnya masih bisa mendapatkan kartu prakerja di lain waktu atau lewat jalur yang berbeda? Meskipun demikian penulis sama sekali tidak dapat melaju ke proses selanjutnya meski sudah minta diulangi surveynya. 

source: dok. pri
source: dok. pri
Terakhir yang menjadi keheranan penulis, mengapa untuk mendapatkan kartu prakerja kita diharuskan untuk mengikuti tes kemampuan dasar? Data BPS tentang Potret Pendidikan Indonesia tahun 2019 menunjukkan 4 dari 1000 anak usia SD putus sekolah. Sementara itu, data juga menunjukkan 18 dari 1000 anak usia sekolah menengah putus sekolah.

Tingkat pendidikan orang Indonesia umumnya masih di sekolah menengah. Hanya sekitar sembilan persen yang melanjutkan hingga tamat perguruan tinggi. Angka putus sekolah di pedesaan masih lebih besar daripada perkotaan. Angka partisipasi pendidikan pada penduduk disabilitas tentunya lebih rendah lagi. Perhitungan tingkat pendidikan ini melibatkan penduduk dewasa dan tua.

Kenyataan tersebut diperparah dengan fakta bahwa mereka yang berpendidikan rendah di Indonesia umumnya berada di sektor jasa dan perdagangan yang tidak memedulikan keterampilan. Hal tersebut rentan sekali dengan yang namanya PHK, terlebih pada masa pandemi ini.

Alangkah lebih bijak jika pemerintah menghapuskan tes kemampuan dasar pada pendaftaran online kartu prakerja. Mereka yang berpendidikan rendah tentunya memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapat benefit dari program kartu prakerja. Tapi seleksi yang berdasarkan nilai tes akan menghalangi mereka semua. Mengingat mereka yang termasuk kategori ini lebih memilih untuk acuh dalam menjawab soal hitung-hitungan.
 
Source:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun