Mohon tunggu...
Yakobus Molo Dini
Yakobus Molo Dini Mohon Tunggu... Guru - Data Diri

Berjalan sambil Menuai

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Belajar dari Rumah" Lumpuh di Wilayah Terluar, Terisolasi, dan Kurang Sinyal

21 April 2020   22:36 Diperbarui: 21 April 2020   22:45 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
flickr.com/Bob Crowe

Belajar dari  rumah secara online memang tepat di saat situasi sulit seperti sekarang.  Akibat Pandemi Covid-19 yang menuntut kita sebagai guru untuk menuntun anak-anak melalui media online yang tersedia.

Namun disayangkan, daerah-daerah yang dekat dengan pemancar dan kuat signalnya sangat tepat memberlakukan pembelajaran secara online. Apalagi Mendikbud RI, Nadiem Makarim membentuk goup belajar dengan nama "Merdeka Belajar". 

Dalam group ini terjadilah saling tukar informasi antar sesama guru dalam masa pandemi Covid-19. Entah itu kesulitan yang dihadapi saat belajar di rumah maupun cara-cara yang tepat dalam menerapkan pembelajaran dari rumah secara online.

Tentu setiap guru memiliki berbagai aneka ragam dalam mengelolah pembelajaran dari rumah dengan pengawasan orang tua sebagai guru utama dan pertama dalam mendidik dan membentuk anak dengan dasar merdeka belajar.

Kalau saya menguraikan kata Merdeka belajar berarti tanpa tekanan dan paksaan anak secara bebas dan leluasa belajar secara mandiri dari media online yang tersedia di setiap wilayah.  Pemerintah pusat pasti mempunyai sebuah pemikiran bahwa semua wilayah dari sabang sampai merauke sudah bisa belajar dari  handphone atau media online yang tersedia dan terjangkau semua wilayah.

Pemikiran tersebut sangat tidak tepat karena masih banyak daerah yang belum terjangkau signal dan atau pemancar-pemancar telkomsel belum ada di daerah-daerah tertentu.

Lalu bagaimana dengan pembelajaran dari rumah secara online dapat terlaksana disemua wilayah?Yang jelas di daerah tertentu tidak terlaksana karena jangkauan signal telkom. Bahkan pelaksanaan pembelajaran dari rumah pada sekolah-sekolah di NTT lumpuh Total kalau dilakukan uji petik disetiap wilayah.

Bahasa yang lebih halus adalah liburan panjang bagi para siswa dengan tingkatan kehidupan orang tua yang sederhana dan petani. Kalau bagi orang tua yang mengerti alias pegawai atau guru maka mampu menuntun anak-anaknya agar bisa belajar dari internet yang ada meskipun signal sulit. 

Pemerintah NTT tengah mengupayakan langkah praktis agar praktek pembelajaran daring bisa berjalan. Namun anggaran darimana untuk menopang kegiatan pembelajaran secara online tersebut. Seperti Kebijakan Mendikbud, Nadiem Makarim yang memperbolehkan dana BOS untuk membeli pulsa, paket data, dan platform pendidikan daring berbayar yang diambil dari anggaran BOS. 

Namun sampai saat ini anggaran BOS belum dicairkan selama masa Pandemi Covid-19.  Bahkan guru honorer  belum sepeser pun yang diberikan untuk kebutuhan selama masa pandemi Covid-19. Seperti apa nasib mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Baik yang masih bujang maupun yang telah berkeluarga.

Terlintas sedikitkah pemikiran kita akan nasib mereka yang tengah mengeluh dan mengaduh. Tentu semua silentium magnum dalam rumah saat masa pandemi covid-19kan  tapi tuntutan kebutuhan menggerogoti hidup mereka. Akankah kita abaikan pengeluhan para guru honorer tersebut? 

Mari kita dengan hati iklas memperhatikan nurani mereka yang menangis secara merata dan seimbang agar selamat dari wabah penyebaran Covid-19 secara bersama-sama. Baik terhadap anak-anak didik, guru honorer, pegawai kantor, kaur desa dengan memperhatikan intensitas pekerjaan masing-masing baru dilakukan pemangkasan anggaran.  Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam masa sulit seperti sekarang yakni :

a. Pos honor aparat desa perlu dipertimbangkan untuk dipangkas dalam masa pandemi sesuai intensitas kerja. Hal mana honor aparat desa lebih tinggi dari guru honor sekolah. Tugas yang dilakukan pun sesering mungkin. Maka sebaiknya dipangkas bukan ditambah.

Agar sisa anggaran dialihkan untuk memasang wifi di kantor desa yang dapat digunakan oleh anak-anak sekolah seputar desa yang bersangkutan untuk menopang pembelajaran daring. Tetapi di wilayah terluar dan terisolir dengan kurang kuatnya  signal sangat sulit anak harus belajar secara merdeka.

Kadang harus mencari signal jauh-jauh agar bisa memposting tugas yang diberikan Bapak/ibu baik melalui whatsApp (WA) atau media online lainnya. Ndah ada wifi di kantor desa maka mudah sekali menjangkau atau dapat menghendel kegiatan anak-anak didik disetiap desa yang saat ini dirumahkan.

b. Pos anggaran perjalanan dinas pemerintah daerah masing-masing pun dipangkas dan dialihfungsikan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dalam masa Pandemi.

c. Pemerintah pusat dan daerah segera mencairkan anggaran BOS sehingga dapat memenuhi semua kebutuhan sekolah. Baik terhadap guru honorer maupun terhadap anak sekolah.

Kalau semua diam bagaimana dengan kegiatan-kegiatan guru anak-anak sekolah yang belajar secara online dapat berjalan dengan baik.  Tetapi menghadapi situasi tersebut guru honorer akan dikorbankan alias tidak dibayarkan sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka  Kepala sekolah dan bendahara yang akan dipersalahkan.

Memang situasi sulit seperti yang tengah kita alami  patut diakui bahwa dengan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki harus dimulai dan diterapkan kepada anak didik kita yang dirumahkan karena wabah pandemi Covid-19 yang terus menggerogoti hidup kita bahkan sampai-sampai ada yang meninggal bukan karena serangan Covid -19 tetapi karena kelaparan usai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pemikiran lainnya bahwa dalam masa pandemi Covid-19 para guru honorer tidak dihitung mengajar lalu kita mengorbankan kebutuhan sehari-hari. ini sama dengan menganakmaskan yang lain dan mengorbankan yang lainnya.

Seperti honor kaur desa makin naik dengan tidak sebanding dengan apa yang mereka kerja di setiap desa. Sementara guru setiap hari mengasah anak menjadi pintar tetapi honornya masih dipotong untuk kebutuhan lain selama masa pandemi covid-19.

Demi menjangkau kebutuhan anak-anak didik yang tengah dirumahkan sangat perlu dipasang wi-fi di setiap intansi pemerintah, baik itu kantor  kantor desa, puskesmas, dan sekolah. Dimana anak-anak didik yang tidak memiliki hp, dan tidak mampu beli pulsa dapat menggunakan wi-fi secara gratis selama masa pandemi. Semuanya dilakukan agar mampu menjawab kebutuhan pembelajaran secara online dari rumah. 

Fatuknutuk, 21 April 2020

Yakobus M. Dini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun