Mohon tunggu...
Yakobus Molo Dini
Yakobus Molo Dini Mohon Tunggu... Guru - Data Diri

Berjalan sambil Menuai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tujuh Putri Khayangan Menjadi Awal Mula Maromak Oan, Cerita Neno Bria

31 Maret 2020   22:12 Diperbarui: 31 Maret 2020   22:26 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi Rumah Adat Boentakain di Naibone Desa Naibone Kecamatan Sasitamean

Sampai larut malam, Suri Ikun terus merenung meratapi nasibnya. Pada saat itu lewatlah ribuan ekor semut merah (dalam bahasa Dawandisebut  Sabuika) yang sedang sibuk mengangkut biji-biji beras itu kelubang mereka. Maka tanpa berpikir panjang, Suri Ikun meminta bantuan kepada komandan dari pasukan sabuika itu. 

Atas permintaan Suri Ikun, sang komandan pasukan semut menyanggupinya dengan syarat. Syaratnya ialah apabila Bui Ikun kembali ke bumi dan ia menapis beras, semua butir beras yang jatuh tidak boleh dipilih kembali, agar menjadi bagian-bagian dari sabuika keturunannya, diberikan nama turunannya Sausabui (Kini turunan Sausabui menjadi sebuah suku besar yakni Sausabui di wilayah Kotafoun Desa Biau Kecamatan Io Kufeu). 

Apabila syarat itu dilupakan maka pantat keturunan Suri ikun dan Bui Ikun akan disengat sewaktu-waktu oleh semut sebagai peringatan. Tanpa berpikir panjang Suri Ikun menerima syarat itu. Maka dalam tempo kurang dari satu jam semua biji beras di halaman itu telah dikumpulkan kembali oleh pasukan semut yang ribuan jumlahnya itu. Maka sebelum fajar merekah, Suri ikun telah mengantar kembali sepiring beras itu kepada ayah Bui Ikun. 

Dengan itu maka Suri Ikun telah dinyatakan lulus ujian akhir. Semua syarat telah dipenuhi, maka Suri Ikun dan Bui Ikun segera dilengkapi dengan berbagai harta kekayaan keduanya lalu kembali ke bumi menemui kedua anak kembarnya yang sedang menanti. Suri Ikun dan Bui Ikun kembali duduk di dahang enau (Bone) untuk kembali ke bumi.  Maka dalam pantun bahasa tetun menamainya, " Aka dirun sai sa'e bone sai tun", artinya lontar tumbuh sampai tinggi dan air niranya ke atas tetapi Bone menjadi pendek dengan airnya turun". 

Selanjutnya mereka selalu hidup rukun dan bahagia. Sehingga lahirlah keturunan Nai’ Suri dan mereka mengatakan bahwa: Nenek dan kakek adalah khayangan dengan Sonafnya adalah Sonaf Io di wilayah Bani-Bani Desa Tuanbeis Kecamatan Io Kufeu.

                                                                                                                                                                                      

Sumber informasi adalah Kakek Neno Bria.

Ditulis oleh Yakobus M. Dini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun