Dalam melewatkan hari-hari sepekan, kedua burung raja wali itu selalu keluar mencari makanan hingga cukup demi menyambung hidup tuannya. Usai menyediakan stok makanan yang banyak, mereka pun meninggalkan tuannya di wilayah itu. Namun sebelum berangkat mereka berpesan kepada tuannya : “Kini kami akan meninggalkan tuan tetapi kami berharap tuan tidak boleh makan daging burung raja wali. Sebagai kenangan terimah ke tujuh helai bulu kami ini. Jika tuan makan daging burung raja wali maka kami tidak akan kembali lagi. Tetapi jika tuan tidak makan daging burung raja wali, maka kami akan datang di saat tuan menikah”. Jawab tuannya: “Saya akan mengabadikan pemberian ini dan berjanji sampai beberapa turun saya pun tidak akan makan dagingmu. Karena dagingmu adalah dagingku”. Mendengar perkataan tuannya, mereka langsung berangkat ke tempat yang tidak diketahui tuannya.
Menjelang pesta nikah tuannya, kedua burung raja wali itu pun datang. Kebetulan saat itu hadir pula kakak kandung yang pernah meninggalkan dia sendirian di tengah hutan. Namun ia berlaku seolah-olah tidak kenal sama kakaknya itu. Mereka dua baru saling kenal ketika tua-tua adat duduk berunding antara kedua keluarga mempelai berlangsung.
Hasil pernikahan itulah muncul Suku “Manuin Teme” yang sampai hari ini mereka pemali atau tidak makan daging burung raja wali dan sejenisnya. Suku Manuin Teme tinggal menyebar diseluruh wilayah pulau timor. Suku Manuin Teme sebagian mendiami wilayah Mandeu kecamatan Raimanuk Kabupaten Belu dan sebagian mendiami wilayah Oetfo Desa Bani-Bani Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka.
Diceritakan Oleh : Elisabeth Bete Neno
Ditulis Oleh Yakobus Molo Dini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H