Mohon tunggu...
Dwi Septiyana
Dwi Septiyana Mohon Tunggu... Guru - Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

PTMT, Antara Anugerah dan Beban yang Semakin Berat

31 Oktober 2021   21:20 Diperbarui: 1 November 2021   05:55 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumen pribadi Rensy Merlyana L.

Awal September merupakan waktu yang sarat bagi pendidik (baca: guru) dan tenaga kependidikan, setidaknya bagi sekolah yang mulai menerapkan belajar tatap muka, khususnya sekolah di mana penulis mengajar. Setelah ada instruksi dari Gubernur, pada awal September, yang membuka kran pada sekolah-sekolah menengah tingkat atas mengadakan pembelajaran tatap muka untuk daerah-daerah dengan status zona kuning dan hijau. 

Tentu saja tidak serta merta pembelajaran tatap muka sama persis sama dengan waktu di masa normal, kurang lebih 2 tahun lalu. Pembelajaran di sini masih bersifat terbatas, artinya sekolah dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat. Pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) ini mensyaratkan adanya pernyataan orang tua untuk mengizinkan anak-anaknya mengikuti PTMT. Jika orang tua siswa tidak menghendaki, anaknya tetap diperbolehkan mengikuti pembelajaran di rumah.

Syarat berikutnya, selama PTMT kapasitas kelas maksimal hanya diisi 50% yang memiliki konsekuensi kelas-kelas rombongan belajar akan dibagi 2, kelas A dan B. Misalnya kelas X IPA 1 akan terbagi menjadi kelas X IPA 1A dan X IPA 1B. Pada awalnya Mas Nadiem, 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, memberi pernyataan bahwa vaksin menjadi salah satu syarat untuk siswa dapat mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Di mana kebijakan ini pada akhirnya dihilangkan. Selebihnya, syarat yang harus dipenuhi berupa protokol yang sudah umum kita ketahui: cek suhu sebelum masuk gerbang, cuci tangan menggunakan sabun, penyediaan hand sanitizer di setiap ruang, jaga jarak, dan penggunaan masker.

Pemberlakuan PTMT pada sekolah menengah atas dan sederajat di provinsi kami sontak disambut riang gembira hampir oleh semua kalangan, tidak terkecuali oleh Mamang cilok yang selama ini selalu mangkal di depan gerbang sekolah. Harapannya untuk bisa membeli motor metik yang telah lama pupus, sekarang muncul kembali. Orang tua-orang tua  yang sudah pusing tujuh keliling dengan kegiatan belajar daring anaknya bisa sedikit bernapas lega.

Bayangkan saja kesibukan mereka ketika kegiatan keseharian saja sudah menyita waktu banyak, ditambah dengan kewajiban tambahan: mengawasi anak-anaknya belajar, memenuhi kuota internet agar belajarnya tetap berjalan baik, dan sebagian lainnya harus mengajarkan kembali apa yang anak-anaknya pelajari. Begitu pula dengan guru-guru yang selama ini merasa terbebani secara moral, bagaimana susahnya mengadakan kegiatan belajar, bukan hanya mengajar, yaitu mentransfer ilmu pengetahuan tok, tetapi mendidik bagaimana siswa berperilaku, berbudi pekerti, serta memiliki tata krama yang sopan dan santun.

Dilihat dari teori pendidikan, PTMT termasuk ke dalam pembelajaran model blended learning, yaitu kegiatan belajar yang dilaksanakan secara campuran, kombinasi antara daring dan tatap muka langsung, dilaksanakan pada waktu yang berbeda (pelaksanaannya tidak bersamaan). Pada praktiknya, setiap siswa akan mendapatkan materi pelajaran secara daring, juga mendapatkan materi pada saat tatap muka dengan materi yang berbeda di antara keduanya. Alih-alih memilih belajar secara daring atau tatap muka langsung, siswa harus mengikuti kegiatan belajar dengan kedua cara tersebut.

Dengan diberlakukannya PTMT atau blended learning pada sekolah-sekolah tertentu, tentu saja menjadi anugerah yang patut disyukuri sekaligus menjadi beban yang semakin berat bagi para guru, tenaga kependidikan, sekaligus orang tua yang mau tidak mau harus diterima sebagai konsekuensi dari PTMT. Beberapa anugerah yang bisa didapatkan dari PTMT, seperti:

1. Pengawasan dan kontrol guru

Pembelajaran daring menyisakan banyak pekerjaan rumah bagi institusi pendidikan, di mana siswa tidak dapat secara langsung dikontrol dan diperhatikan dalam hal belajar, perilaku, dan budi pekertinya. Diberlakukannya PTMT memberikan ruang untuk guru melihat langsung perkembangan pengetahuan dan afektif setiap anak didiknya dan dapat melakukan intervensi yang tepat. Hal ini sangat penting, karena hal yang lebih penting dari pengetahuan salah satunya adalah budi pekerti.

2. Kolaborasi dan kehadiran sosial

Selama pandemi dan diberlakukannya pembelajaran daring, interaksi guru-siswa, guru-guru, dan antar siswa tidak dapat dilakukan secara langsung. Interaksi ketiganya dilakukan secara daring yang memiliki banyak batasan dan kekurangan dibanding interaksi secara langsung. PTMT memungkinkan melakukan kolaborasi dan berintreaksi sosial lebih mudah dan tanpa ada batasan, secara langsung saat itu juga.

3. Pengalaman belajar siswa lebih bervariasi

PTMT berarti para siswa belajar secara tatap muka langsung, tetapi tetap harus mengikuti pembelajaran secara daring pada waktu lain. Hal ini membuat siswa mengalami sendiri bagaimana belajar dengan berbagai metode. Siswa mendapatkan variasi yang beragam, menggunakan moda pembelajaran secara bergantian: daring dan tatap muka langsung.

Tentu saja PTMT secara langsung "memaksa" guru bekerja ekstra dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajarnya. Tidak hanya guru, siswa, tenaga kependidikan dan orang tua pun otomatis akan menerima dampaknya secara langsung. "Pemaksaan" untuk bekerja lebih keras, akan serta merta memberikan beban tambahan yang akan memakan banyak waktu, tenaga, juga pikiran agar kegiatan belajar dapat terlaksana baik dan menyenangkan. Beban baru yang didapat guru, siswa, tenaga kependidikan seperti:

1. Penyusunan jadwal pelajaran lebih rumit

Syarat kapasitas kelas terisi tidak lebih 50% dan lama belajar 3-4 jam, berakibat pada ruang kelas yang dibutuhkan bertambah atau jika tidak mencukupi maka kegiatan belajar diberlakukan sistem shift, pagi dan siang. Selain itu durasi belajar di sekolah dipangkas menjadi 3-4 jam, yang berimbas pada pengurangan waktu tiap jam pelajaran dan jumlah mata pelajaran per harinya. Akibatnya secara langsung dirasakan oleh bidang kurikulum yang akan menyusun jadwal pelajaran cukup rumit.

2. Tenaga ekstra untuk guru

Pada saat pembelajaran daring seluruhnya, persiapan mengajar bagi guru hanya terpaku pada perangkat yang akan digunakan, sinyal yang cukup stabil dan kuat selama pembelajaran, dan materi dalam bentuk bilah presentasi serta lembar kerja digital. Sedangkan ketika PTMT, selain mempersiapkan hal-hal tersebut, guru pun harus membuat perencanaan pembelajaran tatap muka yang berbeda dengan pembelajaran daring. Dengan kata lain guru memerlukan ekstra waktu dan tenaga untuk mengajar, menyusun materi ajar dengan RPP yang berbeda-beda, penjadwalan, rekap kehadiran, melaksanakan pembelajaran dengan kondisi kelas terbatas, kondisi siswa yang berbeda, dan lainnya.

3. Fleksibilitas dan keamanan

Bagi orang tua yang tidak mengizinkan anaknya berangkat sekolah untuk mengikuti pembelajaran tatap muka, bisa mengisi 'form' pernyataan tidak memberi izin anaknya. Namun kenyataan di lapangan, cukup sulit untuk memberi kebebasan siswa mengikuti pembelajaran tatap muka langsung atau tetap daring dari rumahnya karena beberapa hal, seperti bagaimana mempersiapkan perangkat saat kegiatan belajar mengajar yang dapat mengakomodir siswa di kelas pada saat bersamaan dapat mengakomodir siswa yang memilih belajar daring dengan tetap di rumah. Persoalan keamanan siswa dan guru ketika berada dalam kelas agar tetap sehat dan terhindar dari virus juga menjadi beban tersendiri bagi pihak sekolah, bagaimana memastikan 100% terhadap kondisi kesehatannya.

4. Efektivitas PTMT

Idealnya siswa  diberikan materi awal sebelum pembelajaran tatap muka langsung, sehingga ketika tatap muka di kelas guru tinggal melanjutkan dengan konsep lebih dalam atau langsung masuk ke latihan. Tetapi pemberian materi awal tersebut terkadang tidak ditindaklanjuti oleh siswa sehingga ketika pembelajaran tatap muka, guru mengulang kembali memberikan materi yang sudah diberikan sebelum PTM berjalan di kelas. Jika seperti ini hanya menambah waktu yang diperlukan untuk menyampaikan materi kepada siswa.

Dengan segala kelebihan yang menjadi anugerah dan kekurangan--yang berimbas kepada beban guru yang bertambah--PTMT, hal yang tidak dapat dikesampingkan dan menjadi keharusan dimiliki oleh setiap guru adalah penguasaan teknologi digital. Dunia pendidikan terus berubah semakin cepat. Hal kecil seperti rekapan kehadiran dan nilai yang dulu sering dilakukan secara manual sehingga memerlukan waktu cukup banyak, dengan teknologi digital perekapan keduanya dapat dilakukan secara langsung, 'real time', tidak lagi memerlukan waktu lama, dan dapat diakses langsung oleh siswa dan orang tua.

Demikian, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun