TRADISI KEBUDAYAAN LOKAL CIREBON DALAM HERMENEUTIKA
Di dalam kebudayaan setiap masyarakat selalu memiliki ciri khas masing-masing dalam suatu daerah. Kebudayaan akan terus berkembang di mulai dari kehidupan sosial di dalam masyarakat yang hidup di daerah tersebut. Budaya akan mengalami kemajuan seiring terjadinya kontakk sosial antar daerah.
Di dalam adat kebudayaan Cirebon sendiri memiliki ciri khas tersendiri karena sering terjadinya kontak sosial antar budaya yang ada di Cirebon salah satunya masuknya agama jawa, islam, hindu, budah. Berbagai praktek ritual adat yang ada Cirebon di pahami sebagai warisan turun temurun dari para leluhur sehingga pantas untuk di lestarikan dan terus dijaga kultur kebudayaannya salah satunya tradisi suroan, saparan, muludan, rajaban, ruwahan, syawalan, slametan, khitanan, pernikhan, kematian, dan masih banyak lainnya yang tak saya sebutkan satu persatu.
Salah satunya kebudayaan bulan suroan yaitu adat yang dilakukan dalam masyarakat yang sampai sekarang masing di lestarikan. Kata suro sendiri merupakan kata yang berasal dari jawa kuno berarti raksasa dalam bahasa sangsakera sendiri sering di umpamakan dewa atau dewi dalam perakteknya sendiri agak sulit untuk di hubungkan dalam konteks adat yang dilakukan. Adat yang sering dilakukan masyarakat tersebut seringnya membuat bubur suro untuk memperingati suroan menggabungkan kemuliaan di bulan suro sebagai wujud rasa syukur kepada tuhan kepada bulan yang mulia ini banyak sekali peristiwa dimana diterimannya taubat nabi adam dan hawa oleh allah, diselamatkannya nabi nuh dan para pengikutnya setelah terombang-ambing dalam peristiwa banjir bandang yang di alami pengikutnya nabi nuh. Peristiwa nabi musa mendapatkan wahyu di gunung Sinai, ada juga peristiwa di bebaskannya nabi yusuf dari penjara atas tuduhan asusila terhadap zulaikha. Terselamatkannya nabi Ibrahim dari siksa api, dan nabi ayub yang disembuhkan dari allah atas penyakit yang  menimpahnya.
Di dalam babad Cirebon sendiri putra pertama prabu siliwangi yang bernama raden walangsungsang pergi meninggalkan kerajaan pasundan juga terjadi di bulan asyuro, raden walangsungsang menimbah ilmu hingga bertemunya dengan sang guru yang bernama syaikh dzatul kahfi yang menuntunya masuk islam. Dari sinilah masyarakat Cirebon mengadakan adat suroan dengan membuat bubur suro dan dibagikan ke masyarakat yang berada di lingkungan terdekat atau membagikan kepada orang yang membutuhkan.
Â
Â
Tradisi masyarakat Cirebon yang lainnya adalah tradisi safaran, yaitu tradisi adat masyarakat Cirebon untuk memperingati bulan shafar, bulan yang kedua dalam kalender isalam atau jawa, masyarakat setempat mempercayai bahwa pada bulan shafar ini allah memberikan banyak ujian dan cobaan baik terjadinya kecelakaan kematian bencana atau yang , keburukan yang terjadi di bulan ini.dalam peringatan bulain ini kebanyakan masyarakat setempat mengadakan ngapem atau makanan yang terbuat dari tepung beras dengan di hidngkan campuran gula jawa cair. Proses ngapem sendiri untuk di bagikan kepada saudar atau tetangga terdekat yang ada di lingkungan masyarakat dengan di niatkan rasa bershodaqoh agar terhindar dari bahaya malapetaka.
Tradisi masyarakat selanjutnya ngirep proses ini sendiri bertujuan dengan menyucikan diri sendiridari segala macam dosa dengan bertaubat agar trhindar dari malah bahaya dan malah petaka. Ada juga tradisi malam rebo wekasan dengan pelaksanaan di bulai dari ba’da isya sampai dengan menjelang subuh dengan membaca al-quran di mushola kemudian berkeliling mengelilingi kampung dari rumah ke rumah untuk mendoakan rumah yang dikunjungi dan biasanya pihak rumah memberikan wejangan atau sedekah bagi mereka yang datang ke rumahnya.
Tradisi masyarakat yang masih di lestarikan sampai sekarang adalah mauludan. Biasanya dilakukan pada bulan (rabiul awal) dengan diniatkan memperingati bulan kelahiran nabi Muhammad SAW. punjak pada bulan mulud sendiri sering mengadakan tradisi panjang jimat yang diadakan di keraton yang berada di Cirebon tujuannya adalah untuk melestarikan pusaka-pusaka peninggalan pusaka yang di miliki oleh keraton, sesuai dengan namanya panjang sendiri dalam bahasa jawi yang berarti (tiada henti) dan jimat sendiri ( siji kang dirumat) jadi proses panjang jimat sendiri untuk rasa kepedulian dengan memperthankan panjang hayat tanpa henti dari kalimat syahadat dari ajaran agama yang berada dalam islam.
Tradisi masyarakat selanjutnya yaitu tradisi di bulan rajab. Yaitu tradisi kebiasaan masyarakat setempat dengan memperingatinya malalui berkumpul di mushola atau masjid yang berada di masyarakat setempat dengan mengadakan sholawatan atau marhabanan dan disertai doa bersama. Untuk memperingati terjadinya isro mikraj nabi Muhammad SAW. melakukan perjalanan dari masjidil haram ke masjidil aqso ke sidratul muntaha menghadap ke allah.
Dalam setiap tradisi adat masyarakat Cirebon dengan menilainya sebagai ritual tambahan di luar rukun yang berada di ajaran agama islam yang di jalankan masyarakat muslim sebagai syir agama. Dengan adanya kegiatan adat masyarakat setempat ini sebagai upacara adat merupakan hasil dari kreasi kebudayaan yang berada di lingkungan masyarakat yang diciptakan masyarakat muslim dengan bentuk mesyukuri adanya peringatan bulan atau kejadian-kejadian penting. Sementara lain tidak jelas asalanya tapi kegiataan ini bernuansa islami.
Â
Â
Â
Â
Dalam membaca kebudayaan Cirebon tentu tidak harus terpatok dalam adat istiadat yang berlaku tapi juga harus tahu apa saja kegiatan masyarakat setempat yang di jalankan oleh masyarakatnya agar tidak salah paham dalam mengartikan kebudayaan masyarakat terhadap tuhan sehingga mereka dapat melahirkan adat kebudayaan yang bernuansa religi baik dari segi kemanfaatan atau dari segi proses upacara yang masyarakat lakukan.
Sebagai masyarakat Cirebon sendiri dapat menilai dengan berbagai penilainya, salah satunya wali yang notabennya membangun kebudayaan dan menjaga budaya yang berada di Cirebon memiliki penilaiannya sendiri. Masyarakat Cirebon sangat menghormati bahkan sangat memuliahkan mereka sebagai wali maupun sebagai pendiri kerajaan yang berada di Cirebon. Sehingga banyak situs-situs atau kerajaan bahkah makam-makam kramat yang berada di Cirebon sebagai salah satu peninggalan yang wajib harus di jaga. Di dalam masyarakat cirebon sendiri masih memegang tradisi adat-adat istiadat  peninggalan nenek moyang dengan tujuan agar eksitensi kebudayaannya tidak hilang agar bisa dapat di nikmati ke anak cucu kita nanti. Sebagai generasi muda kita harus wajib melestarikan dan menanamkan kecintaan terhadap kebudayaan yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang, seperti suroan, safaran, muludan, rajaban. Dengan melestarikan kebudaya kita juga bisa mempererat hubungan persaudaraan, menjadikan hidup rukun dan mempunyai nilai-nilai tersendiri dengan hidup secara bergotong royong, melestarikan kebudayaan kita juga mempunyai kebanggaan tersendiri bisa mengenalkan identitas kita terhadap masyarakat lain sehingga budaya kita bisa dikenal oleh orang lain dengan adanya kontak sosial dengan masyarakat lain. Apa lagi di era semakin berkembangnya teknologi di zaman sekarang kebudayaan akan sangat mudah di kenal oleh orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H