Mohon tunggu...
MohTaufiq
MohTaufiq Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Iain Pekalongan

Bismillah Alhamdulillah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membangun Critical Thinking di Era Industri 4.0

12 Juli 2021   14:08 Diperbarui: 12 Juli 2021   14:29 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam webinar filsafat yang bertema Filsafat dalam membentuk critical thinking di era industri 4.0 yang bernarasumber M. Nurul Huda dari Universitas Nahdlatul ulama Indonesia (Unusia) beliau memaparkan bahwa "filsafat yang sejati yaitu filsafat yang berusaha memahami dunia ini sekaligus untuk mencari kebijaksanaan hidup. Sains yang sejati adalah sains yang bertujuan memahami dunia ini, sekaligus melakukan perbaikan-perbaikan di dunia ini."

Apakah Filsafat Dapat mendasari pikiran untuk berpikir kritis?

Filsafat ini pada hakikatnya bukan hanya mengajarkan manusia untuk berpikir kritis tetapi juga berpikir lebih secara mendalam. Sebagai contoh dua aliran yang mengajarkan berpikir kritis adalah rasionalisme dan empirisme. Cogito merupakan sebagai salah satu metode  membangun manusia untuk berfikir kritis yang bermula dari sebuah keraguan menuju ke sebuah hal kepastian.

Apa itu berfikir kritis?

Berfikir kritis yaitu Kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berfikir secara reflektif dan independen.

Apa saja urgensi dan manfaat dalam Berfikir kritis?

Berpikir kritis merupakan keterampilan universal, kemudian berpikir kritis sangat penting di abad ke 21, berpikir kritis juga meningkatkan keterampilan verbal dan analitik, dan berpikir kritis penting untuk refleksi diri. 

Kemudian untuk manfaatnya yaitu Membantu memperoleh pengetahuan, memperbaiki teori, memperkuat argumen, mengemukakan dan merumuskan pertanyaan dengan jelas, mengumpulkan, menilai, dan menafsirkan informasi dengan efektif, membuat kesimpulan dan menemukan solusi masalah berdasarkan alasan yang kuat, membiasakan diri untuk berpikiran terbuka. Tentu banyak manfaat dari berpikir kritis dan betapa pentingnya (urgensi) dalam berpikir kritis.

Dalam webinar filsafat yang bertema Filsafat dalam membentuk critical thinking di era industri 4.0 yang bernarasumber M. Nurul Huda dari Universitas Nahdlatul ulama Indonesia (Unusia) beliau juga memaparkan bahwa "Salah satu prinsip kritis adalah ketika kita memahami dunia ini, ada pengetahuan yang layak dan bermutu dan ada pengetahuan yang tidak bermutu, ada pengetahuan yang keliru dan ada yang tidak keliru, ada pengetahuan yang berfaedah dan yang tidak berfaedah." Jadi kita harus bisa memilah dan mempertimbangkan pengetahuan tersebut.

Jika selama ini masih merasa kemampuan berpikir kritis masih kurang, maka ada beberapa cara yang bisa dilakukan, salah satunya mulai dari perumusan pertanyaan.

Ketahuilah apa yang dicari, misalnya, saat ingin menambah berat badan, Kita harus tahu untuk apa melakukannya, apakah itu demi bentuk tubuh ideal, agar lebih berenergi atau hanya ingin mencapai tujuan lain.

Kemudian, kumpulkan informasi mengenai cara menambah berat badan tersebut. Setelah kita mengetahui hal-hal yang relevan dengan masalah atau keputusannya, lakukan riset. Bisa dengan membaca topik tersebut dari berbagai sumber, bisa juga menghubungi ahlinya, atau menggali informasi dari orang-orang yang memiliki pengalaman dengan subjek yang sama.

Lalu, ajukan pertanyaan kritis mengenai hal tadi, apakah sesuatu yang dikerjakan logis atau tidak. Pertimbangkan juga, bagaimana keputusan yang diambil akan berpengaruh pada masa depan dan apakah itu hal baik atau buruk.

Kita juga perlu mengetahui sudut pandang yang lain agar belajar lebih banyak tentang subjek.
Misalnya, Kita hendak melakukan penambahan berat badan secara cepat tetapi tepat.

Ternyata, berdasarkan informasi yang kita kumpulkan dari banyak ahli gizi sepakat bahwa cara tersebut memang bisa menambahkan berat badan dengan cepat, tetapi berisiko bagi kesehatan, bahkan ada dokter yang menentang cara ini. Kemudian bisa cari cara lain kemudian dipertimbangkan lagi.

Terdapat cara menguji sebuah pengetahuan yaitu dengan beberapa kriteria:

1. Kriteria Korespondensi, pengetahuan atau informasi harus dipastikan, contoh ibukota Indonesia itu di Bandung. apakah pernyataan sesuai kenyataan atau tidak, biasa disebut reality check. Jika pernyataan tersebut salah maka di koreksi atau kemudian kita tinggalkan, karena itu hal yang tidak benar harus kita tolak.

2. Koherensi internal
Kita harus periksa antara pernyataan yang satu dengan yang lain itu selaras atau koheren, contoh semua manusia akan mati,
pak anggun adalah manusia dan manusia akan mati. Itu termasuk kalimat yang koheren atau selaras.

3. Koherensi eksternal
Artinya yang kita anggap benar harus selaras dan tidak bertentangan dengan pengetahuan yang lain yang juga kita akui kebenarannya.
Contoh manusia akan mati dalam sains.
Kullu nafsin dzaa iqotul maut dalam agama.
Berarti kedua pernyataan tersebut memiliki koherensi.

Koherensi eksternal ini penting supaya tidak mengalami Split personality atau berkepribadian ganda, orang berkepribadian ganda adalah orang yang meyakini kebenaran pengetahuan itu, pagi bicara A sore bicara B, karena pengetahuannya tidak memiliki koherensi eksternal. Kemudian melahirkan sebuah pribadi yang tidak konsisten dan memiliki kepribadian ganda.

4. Kriteria praktikal-pragmatis (kemaslahatan)
Apa manfaat pengetahuan tersebut?
Karena ada juga sebuah sains atau sebuah pengetahuan yang tidak memiliki kemaslahatan. Jangan  sampai juga sains merugikan seseorang.

ilmu/sains membantu kita Mengenali Diri Sendiri. siapa yang mengenali diri sendiri akan mengenali potensi- potensi, kapasitas-kapasitas dan kekuatan-kekuatan yang dianugerahkan pada kita. 

Siapa yang tidak mampu mengontrol dirinya sendiri akan dikontrol oleh sesuatu atau kondisi-kondisi (prestise, gelar, jabatan, "ideologi politik maupun ideology filsafat", dll) yang mungkin akan membuat kita jatuh "Lupa Diri".

Sekian wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun