Mohon tunggu...
Moh Tamimi
Moh Tamimi Mohon Tunggu... Jurnalis - Satu cerita untuk semua

Mencari jejak, memahami makna.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

ODP It's Me (Suara Hati Seorang ODP Covid 19)

6 April 2020   20:52 Diperbarui: 6 April 2020   21:48 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Aku merasa panik ketika ada rilis dari pemerintah terkait daerah-daerah terdampak Corona, utamanya di Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, satu hari sesudah diumumkan social distancing saya datang dari Surabaya, mengikuti sebuah acara sekaligus melakukan liputan selama tiga hari. Aku sampai rumah hari Senin waktu itu, 16 Maret, bisa saja rilis itu ada lebih awal atau lebih akhir dari yang saya ketahui.


Jujur saja aku panik. Walaupun, waktu aku masih di Surabaya, ada kabar berantai di WA bahwa di salah satu kampus di Malang sudah terdapat satu orang yang positif. Desas-desus terus berubah, banyak kesimpangsiuran yang saya dapatkan, walaupun saya punya teman yang kuliah di kampus itu.


Aku selalu bertanya kepada diri sendiri, “bagaimana kalau aku mati?” Aku selalu bertanya kepada diri sendiri, kadang saya bertanya kepada mama. Aku pernah bercanda kepada mama saat hendak bepergian, “Ma, kalau aku mati, utang-utangku bayarin ya!” sambil tersenyum tentunya. Saat itu mama dan papaku marah. Mereka bilang, kalau mau bepergian itu berdoa supaya selamat, bukan berkata asal-asalan seperti itu.


Sebelum wabah Corona itu melanda negeri ini, saya memang selalu terpikirkan akan kematian.


Berita, informasi,  mengenai virus Corona terus berjejalan setiap hari, ada yang menyuguhnya optimisme, ada pula yang menyuguhkan pesimisme kepada pemerintah, warga, dokter, dan lain sebagainya. Bagaimana negeri kita ini bisa mengatasi pandemi itu. Penyebaran virusnya sangat cepat, seolah lebih cepat dari kilatan cahaya.


Dari saking banyaknya berita yang terus berjibun kepadaku, semakin menawarkan kebiasaan, seumpama kamera, ia ngeblur dan semakin ngeblur. Ada sedikit saja informasi, mungkin supaya tidak ketinggalan berita atau ingin yang pertama yang mengabarkan atau karena mereka sangat panik, langsung dishare/diteruskan begitu saja tanpa konfirmasi lebih lanjut.


Aku semakin panik mendapatkan informasi  itu, hanya saja saya berusaha menahan diri untuk meneruskan berita begitu saja, seketika itu juga.
Aku beranggapan, mungkin itu sebatas kepanikan berlebihanku sehingga ketika ada info langsung diteruskan dari saking paniknya, bagiku melakukan seperti itu merupakan salah satu langkah berpartisipasi dalam menanggulangi wabah Corinaa juga, menjaga/antisipasi kepanikan berlebih di tengah banjir informasi.
Mungkin ada banyak hal yang bisa aku lakukan, tetapi aku terlalu takut untuk melakukannya. Aku masih terlalu memikirkan diri sendiri daripada memikirkan orang lain. Bisa saja aku jadi relawan penanganan wabah Corona, menjadi relawan menyemprot disinfektan, misalnya, atau membantu tim medis, atau semacamnya.
Aku pikir, aku tidak memiliki alat perlindungan yang baik.


Di tengah kepanikanku sebagai ODP (Orang Dalam Pemantauan) saya benar-benar mengurung diri di kamar, terbersit di pikiranku, terserah aku akan mati dengan cara apa, hanya saja aku tidak ingin menyusahkan orang lain.
Aku diam dalam beberapa forum grup WA ketika ada yang membahas wabah ini, mungkin dari sekian banyak teman-temanku tidak ada yang tahu kalau saya ODP, sebelum kutulis catatan ini, atau bahkan mereka akan menganggapku abai. Terserahlah! Aku tak ingin mereka resah, namun yang pasti,  aku harus sadar diri dengan keadaanku. Seandainya aku bebas dari virus Corona, mereka tak pernah kuatir terhadapku (terhadap penyakitku), seandainya lagi aku positif, mereka tidak perlu khawatir tertular, paling tidak keresahan mereka tidak lebih lama dari “semestinya.”


Aku menyibukkan diri di rumah, membaca buku, nonton konser musik di hp, nonton film, menulis catatan, berekreasi sebisaku.


Seringkali, aku selalu terpikir untuk menelusuri sebuah informasi, mungkin ini karena seorang jurnalis sehingga terbawa, bahkan terkadang mengarah kepada interogasi.


Aku tidak ingin, orang lain merasakan apa yang aku rasakan, keresahan ini, status ODP ini.


Beberapa hari lalu, aku mendapati seorang teman menulis surat terbuka kepada bupati. Dalam surat itu, ia mengalami keresahan karena sedang di perantauan, ia berada di zona. Berdasarkan pemahamanku, ia menginginkan sebuah ketegasan bupati, apa yang harus ia lakukan dengan segala konsekuensinya. Beberapa hari lalu, ada seseorang yang menanggapinya secara terpisah di sosial media, yang menurutku, dengan tanggapan nyinyir. Dalam hati aku bergumam, “orang ini merasa resah, tetapi ia tidak mau memahami keresahan orang lain.” Ditambah lagi, menurutku ia salah memahami surat terbuka itu dengan menganggap bahwa orang yang menulis surat terbuka itu “tidak tahu kondisi.” Sungguh, aku ingin mengatakan brengsek kepada orang itu, untungnya hanya mentok dalam hati.


Virus Corona dapat membunuh manusia secara cepat; membuat panik orang lain dapat membunuh orang tersebut secara perlahan, paling tidak membunuh secara psikologis.


Apakah aku menjadi temperamen? Aku tak mengerti.


Apakah kamu ingin membunuh orang lain secara cepat atau perlahan? Itu kamu yang memutuskan.


Ada orang yang resah dengan Corona, ada yang abai, ada pula orang resah dan meresahkan orang lain, ada yang sok tahu dengan corona dan berbagai hal lainnya, ada yang pesimis, ada yang optimis, dan ada yang menyebarkannya. Namun yang pasti, tidak ada yang ingin kena virus ini, walaupun mereka yang ngeyel.


Alhamdulillah,  setelah 20 hari saya mengkarantina diri sendiri di rumah, saya tidak memiliki gejala terkait terkena virus mematikan tersebut. Alhamdulillah. 

Semoga kalian memahami apa yang aku rasakan dan apa yang ceritakan ini.

#stayathome
#socialdistancing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun