Beberapa hari lalu, aku mendapati seorang teman menulis surat terbuka kepada bupati. Dalam surat itu, ia mengalami keresahan karena sedang di perantauan, ia berada di zona. Berdasarkan pemahamanku, ia menginginkan sebuah ketegasan bupati, apa yang harus ia lakukan dengan segala konsekuensinya. Beberapa hari lalu, ada seseorang yang menanggapinya secara terpisah di sosial media, yang menurutku, dengan tanggapan nyinyir. Dalam hati aku bergumam, “orang ini merasa resah, tetapi ia tidak mau memahami keresahan orang lain.” Ditambah lagi, menurutku ia salah memahami surat terbuka itu dengan menganggap bahwa orang yang menulis surat terbuka itu “tidak tahu kondisi.” Sungguh, aku ingin mengatakan brengsek kepada orang itu, untungnya hanya mentok dalam hati.
Virus Corona dapat membunuh manusia secara cepat; membuat panik orang lain dapat membunuh orang tersebut secara perlahan, paling tidak membunuh secara psikologis.
Apakah aku menjadi temperamen? Aku tak mengerti.
Apakah kamu ingin membunuh orang lain secara cepat atau perlahan? Itu kamu yang memutuskan.
Ada orang yang resah dengan Corona, ada yang abai, ada pula orang resah dan meresahkan orang lain, ada yang sok tahu dengan corona dan berbagai hal lainnya, ada yang pesimis, ada yang optimis, dan ada yang menyebarkannya. Namun yang pasti, tidak ada yang ingin kena virus ini, walaupun mereka yang ngeyel.
Alhamdulillah, setelah 20 hari saya mengkarantina diri sendiri di rumah, saya tidak memiliki gejala terkait terkena virus mematikan tersebut. Alhamdulillah.
Semoga kalian memahami apa yang aku rasakan dan apa yang ceritakan ini.