Mohon tunggu...
Mohsa El Ramadan
Mohsa El Ramadan Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang jurnalis, tinggal di Banda Aceh.

Menulis adalah spirit, maka perlu sebuah "rumah" untuk menampungnya | E-mail: mohsaelramadan@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Terbawa Rindu Pilot ke 'Rumah Mewah' JKA

27 Januari 2017   08:08 Diperbarui: 27 Januari 2017   09:35 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana ngopi pagi bersama jurnalis di rumah Irwandi Yusuf. | Foto: Mohsa El Ramadan

“Seumur hidup, kenangan saya kepada JKA tak mungkin bisa saya lupakan,” tulis Hajjah Afrida Djailani, 46, warga Banda Aceh,  di ruang chatt whatsapp-nya yang dikirim kepada penulis, satu ketika.

------------------------

Hajjah Afrida adalah satu dari sekian ribuan penduduk Aceh yang pernah mencicipi manisnya program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang kini “bermutan” setelah rezim berganti. Hanya bermodal KTP dan Kartu Keluarga—tanpa iuran tetek bengek dan birokrasi yang memuakkan—JKA “tersaji” di depan mata bak hidangan lezat nan mengenyangkan.

Tengok saja kisah  Hajjah Afrida! Inong Bale (janda: bahasa Aceh) yang baru ditinggal mati suaminya, ini mendadak dihadapkan ke satu cobaan berat lagi; jantung ibunya nyaris  berhenti terkunci sumbatan lemak yang kadarnya melampaui 90 persen. “Saat itu saya bingung, panik, dan hampir menangis sejadi-jadinya karena ibu saya tidak memiliki asuransi kesehatan,” kenang Hajjah Afrida.

Bersyukur, kata Hajjah Afrida, tiba-tiba sepupu almarhum suaminya,  seorang dokter, datang dan mengambil inisiatif segera membawa ibunya ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Setiba di ruang Intalasi Gawat Darurat (IGD), Ibunya Hajjah Afrida langsung ditangani dokter jaga. Baru setelah itu dipindahkan ke ruang ICCU.

Hingga akhirnya dirujuk ke RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta, jelas Hajjah Afrida, ia hanya menyerahkan KTP, Kartu Keluarga, surat rujukan dan rekam medis dari dokter di RSUZA.

“Seingat saya,” kata Hajjah Afrida, “sejak masuk di RSUZA hingga dirujuk ke RSCM, satu rupiahpun kami tidak dipungut biaya, termasuk tiket PP Banda Aceh-Jakarta untuk dua orang (satu pendamping).” Hanya saja, tambah dia,  tiketnya diklaim belakangan.

“Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Aceh, khususnya Gubernur Irwandi Yusuf saat itu, karena dengan kebijakan beliau, saya bisa membawa ibu ke RSCM untuk pemasangan cicin (ring) di jantungnya. Itu butuh biaya yang tidak sedikit,” tulis Hajjah Afrida di ruang WA-nya kepada penulis.

Secuil kisah perjalanan Hajjah Afrida masuk ke program Jaminan Kesehatan Aceh ini terjadi pada paruh 2011. Kisah fenomenal lain tentang JKA yang serupa bahkan melebihi kisah Hajjah Afrida banyak terjadi di pelosok Aceh semasa Gubernur Aceh dijabat drh. Irwandi Yusuf (8 Februari 2007 – 8 Februari 2012).

Masa itu, derajat orang “biasa” mendadak setara dengan orang berkelas, pengusaha kaya, pejabat, dan  kaum amtenar yang memiliki fasilitas negara. Kaum papa dan kelompok marginal memiliki keberanian berobat ke rumah sakit mewah sekalipun. Bahkan, seluruh penduduk Aceh dapat mengakses berbagai fasilitas kesehatan dengan mudah atas jaminan Pemerintah Aceh.

Obsesi Irwandi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun