Mohon tunggu...
Mohammad Rayhan B J
Mohammad Rayhan B J Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta

Mahasiswa S1 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polemik UKT Mencekik: Beasiswa Luar Negeri Jadi Pilihan

3 Juni 2024   11:59 Diperbarui: 3 Juni 2024   12:59 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh:

Mohammad Rayhan Baehaqie Justitio/I0122116

Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret

Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang drastis di berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memicu gelombang protes dari mahasiswa. Banyak mahasiswa merasa bahwa kenaikan ini tidak masuk akal, mengingat besarnya persentase kenaikan yang mencapai dua kali lipat atau lebih. Universitas yang mengalami kenaikan UKT signifikan meliputi Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dan Universitas Brawijaya (UB). 

Sebagai bentuk protes, mahasiswa Universitas Brawijaya beberapa hari yang lalu berhasil menaikkan tagar #TurunkanUKTUB hingga menjadi trending topic di platform media sosial X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) selama beberapa hari. Tagar ini mencerminkan kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap kebijakan kenaikan UKT yang       dianggap memberatkan. 

Protes terhadap kenaikan UKT ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk transparansi dan dialog antara pihak universitas dan mahasiswa. Mahasiswa menuntut penjelasan yang jelas mengenai alasan di balik kenaikan UKT serta solusi untuk meringankan beban biaya kuliah yang semakin berat, terutama di tengah kondisi ekonomi                                       yang tidak menentu. 

Tuntutan mahasiswa tidak hanya berfokus pada penurunan UKT, tetapi juga pada peningkatan kualitas pelayanan dan fasilitas pendidikan yang mereka terima. Kenaikan UKT yang tidak disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan dianggap tidak adil dan hanya membebani mahasiswa serta orang tua mereka. Dengan meningkatnya tekanan dari mahasiswa, diharapkan pihak universitas dan pemerintah dapat mencari solusi bersama yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak, agar pendidikan tinggi tetap dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkendala masalah biaya.

Mahasiswa semakin dibuat geleng kepala mendengar statement balasan Kemendikbud yang malah mengatakan bahwa pendidikan tinggi adalah pendidikan tersier yang merupakan sebuah pilihan dan bukan bersifat wajib. Berikut ini adalah beberapa tanggapan dari mahasiswa yang menunjukkan kekecewaan mereka terhadap situasi pendidikan tinggi di Indonesia:

"Kuliah di Indonesia kayaknya udah gak worth it lagi ya. Lebih baik langsung aja fokus kejar beasiswa ke luar negeri, atau kalau gak kuliah ya magang atau kerja atau apa. Karena di sana lebih terjamin, dipermudah terutama akses pendidikannya, yang penting mau belajar dan bersaing. Di Indonesia cuma bakal dipersulit. 

Sadar gak, di sini generasi muda cuma selalu dianggap lebay, dianggep ini lah itu lah, disepelekan, di beberapa keadaan malah gak didengar sama sekali. Nanti kalo negaranya gak maju yang disalahin kita juga. Serba salah. Jadi gue rasa udah ga perlu ragu lagi untuk pilih berkarir di negara di mana lo dihargai. Gue gak berlebihan, permasalahan UKT ini selalu ada aja tiap tahun soalnya."

Tanggapan-tanggapan ini mencerminkan rasa frustasi dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Mereka merasa bahwa biaya yang semakin tinggi tidak sebanding dengan kualitas pendidikan yang diberikan. Selain itu, ada juga perasaan bahwa suara dan kebutuhan mereka tidak didengar oleh pemerintah dan pihak universitas. 

Mahasiswa juga menyoroti bagaimana pendidikan di luar negeri dianggap lebih menguntungkan, baik dari segi akses maupun penghargaan terhadap usaha dan kemampuan mereka. Pandangan bahwa generasi muda seringkali tidak dihargai di dalam negeri semakin memperkuat keinginan mereka untuk mencari peluang di luar negeri. 

Kritik ini menegaskan perlunya perubahan mendasar dalam pendekatan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia. Diharapkan, dengan mendengarkan suara mahasiswa dan berusaha memahami dan mengatasi keluhan mereka. Pihak universitas dan pemerintah dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, terjangkau, dan berkualitas. 

Selain melanjutkan protes yang tak henti baik kepada pihak kampus maupun pemerintah, mahasiswa juga berupaya merangkul generasi-generasi berikutnya, calon mahasiswa di masa depan. Untuk membuka mata lebih lebar dan menyadari bahwa ada banyak jalan yang bisa diambil untuk mencapai cita-cita mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun