Sebagai anak muda yang sering galau mikirin masa depan bangsa, gua rasa nggak ada bacaan yang lebih "ngena" daripada buku legendaris Madilog karya Tan Malaka. Buku ini nggak cuma ngajarin gua cara berpikir, tapi juga bikin gua ngerasa kayak punya senjata intelektual buat menghadapi dunia yang serba absurd ini. Tan Malaka, sosok revolusioner yang kerap dianggap kontroversial, di buku ini ngajarin kita buat mengolah logika dengan dasar ilmiah dan filosofis yang kokoh. Singkatnya, Madilog adalah toolkit buat lo yang pengen berpikir lebih kritis dan nggak gampang dibego-begoin.
Apa Itu Madilog?
Sebelum kita ngulik lebih jauh, lo mesti tahu dulu apa itu Madilog. Singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika, buku ini adalah manifestonya Tan Malaka buat ngajarin rakyat Indonesia cara berpikir ilmiah. Dalam konteks sejarah, Madilog lahir di masa-masa penjajahan Belanda, ketika rakyat masih banyak yang percaya sama hal-hal mistis atau dogma tanpa dasar. Tan Malaka ngerasa ini jadi penghambat buat kemajuan bangsa. Makanya, dia bikin Madilog buat "melawan" cara berpikir yang nggak rasional.
Menurut Tan, materialisme adalah cara berpikir yang berdasar pada kenyataan materiil. Dialektika ngajarin kita buat paham bahwa dunia itu terus berubah, nggak ada yang tetap. Sedangkan logika adalah alat buat kita menyusun argumen yang masuk akal. Jadi, kalau lo gabungin ketiganya, Madilog itu kayak senjata intelektual buat "ngehancurin" kebodohan.
Kenapa Madilog Relevan Buat Anak Muda?
Di era digital kayak sekarang, gua yakin Madilog masih relevan banget. Apalagi, kita sering banget terjebak sama informasi yang simpang siur. Tan Malaka ngajarin kita buat nggak gampang percaya sama informasi yang nggak punya dasar. Misalnya, dalam hal politik, sering banget kan ada berita-berita hoaks yang bikin orang salah paham? Nah, kalau lo pake prinsip Madilog, lo bakal lebih kritis buat memilah mana informasi yang valid dan mana yang cuma omong kosong.
Tan sendiri bilang, "Kebenaran adalah kenyataan yang diulang." Maksudnya, sesuatu baru bisa disebut kebenaran kalau punya dasar materiil yang nyata dan bisa diuji berkali-kali. Ini beda banget sama cara berpikir dogmatis yang cuma asal percaya tanpa bukti. Dalam hal ini, gua ngerasa Madilog ngajarin kita buat selalu skeptis, tapi tetap objektif.
Kritik Terhadap Pemikiran Mistis
Salah satu hal yang paling menarik dari Madilog adalah kritik Tan terhadap cara berpikir mistis. Dia ngeliat kalau masyarakat Indonesia waktu itu sering banget ngaitin segala hal sama hal-hal supranatural. Tan nggak bilang kalau kepercayaan itu salah, tapi dia ngajak kita buat berpikir lebih rasional. Dia bilang, kalau mau maju, kita harus belajar dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gua rasa, kritik ini masih relevan banget, apalagi sekarang. Di media sosial, banyak banget hoaks yang ngejual cerita mistis buat nakut-nakutin orang. Kalau lo baca Madilog, lo bakal ngerti pentingnya pake logika dan bukti buat "ngelawan" narasi-narasi kayak gitu. Gua setuju banget sama pendapat Albert Einstein yang bilang, "Science without religion is lame, religion without science is blind." Artinya, kita butuh keseimbangan antara kepercayaan dan logika, dan Madilog adalah salah satu buku yang ngajarin itu.
Dialektika: Cara Memahami Perubahan
Dalam Madilog, Tan juga ngajarin konsep dialektika, yang awalnya dikembangkan oleh filsuf-filsuf seperti Hegel dan Marx. Intinya, dialektika adalah cara berpikir yang ngeliat dunia sebagai sesuatu yang dinamis dan terus berubah. Gua rasa, ini cocok banget buat kita yang hidup di dunia serba cepat kayak sekarang. Perubahan adalah hal yang pasti, dan Madilog ngajarin kita buat nggak cuma adaptasi, tapi juga ngerti pola di balik perubahan itu.
Misalnya, dalam dunia teknologi. Dulu kita cuma kenal telepon rumah, sekarang semua udah pake smartphone. Kalau lo pake pendekatan dialektis, lo bisa paham kenapa perubahan itu terjadi dan gimana cara kita buat ikut berperan di dalamnya. Tan ngajarin kita buat nggak takut sama perubahan, tapi malah ngeliatnya sebagai peluang.
Logika: Senjata Berpikir Kritis
Bagian terakhir dari Madilog adalah logika, dan ini menurut gua bagian yang paling penting. Logika adalah alat buat kita bikin argumen yang kuat dan nggak gampang dibantah. Dalam dunia yang penuh debat kayak sekarang, logika adalah senjata utama kita. Tan ngajarin kita buat selalu ngedukung pendapat kita dengan bukti dan alasan yang jelas.
Sebagai mahasiswa, gua ngerasa logika itu penting banget. Banyak banget isu-isu yang bikin kita emosional, tapi kalau nggak pake logika, argumen kita jadi lemah. Misalnya, waktu ngomongin soal lingkungan, gua sering banget nemu orang yang cuma ngeluh tanpa kasih solusi. Kalau kita pake logika, kita bisa ngasih argumen yang nggak cuma nyalahin, tapi juga kasih jalan keluar.
Warisan Tan Malaka
Sebagai penutup, gua mau bilang kalau Madilog itu bukan cuma buku, tapi juga warisan intelektual yang penting buat bangsa Indonesia. Tan Malaka ngajarin kita buat berpikir kritis, nggak gampang percaya, dan selalu nyari kebenaran. Di era sekarang, gua rasa pemikiran Tan malah makin relevan. Kalau lo mau jadi generasi yang melek literasi dan nggak gampang dibego-begoin, Madilog adalah bacaan wajib.
Seperti kata Tan Malaka sendiri, "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda." Dengan membaca Madilog, kita nggak cuma belajar berpikir, tapi juga belajar memperjuangkan kebenaran dengan cara yang intelek. Jadi, kalau lo belum baca, gua cuma mau bilang: buruan baca deh. Karena di balik setiap halaman Madilog, ada semesta pemikiran yang nunggu buat lo eksplorasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H