Tetapi  sayang, sepertinya aku akan melewatkan kedatangan presiden ini. Aku  baru saja mendapat surat tugas ke luar kota selama seminggu. Sebetulnya  tidak masalah juga, toh aku masih bisa melihat sang presiden di layar  TV. Kalau pun aku ada di acara kedatangan ini, pasti akan kalah juga rebutan foto sama ibu-ibu, aku bisa melihat di berbagai pemberitaan,  dimana presiden ini cukup diminati oleh ibu-ibu. Bahkan sampai ada yang  rela berjalan kaki dari tempat yang jauh, demi untuk menemui sang  presiden.
Benar saja, acara itu tetap berlangsung tanpa aku berada  disitu. Seminggu kemudian aku menyaksikan status-status media sosial  beberapa tetanggaku, ada yang memang berfoto dengan presiden, ada yang  berfoto beramai-ramai, bahkan ada yang sekedar menginformasikan  keberadaan presiden di perumahan itu. Niat yang mulia dari mereka, patut  mendapat apresiasi.
Sejujurnya aku berharap presiden menyaksikan  langsung kondisi perumahan dan proses administrasi yang ada dibaliknya,  tetapi tentunya harapan ini terlalu naif dan tak sadar diri, mana pula  presiden sampai mau mengurus hal-hal seperti itu. Jalan utama yang  di-paving block itu disiapkan seminggu sebelum presiden datang, mesjid  diselesaikan, lokasi rencana taman bermain dibersihkan, lampu jalan  diperbaiki.Â
Sebenarnya hal-hal tersebut sudah pernah warga minta jauh  sebelum rencana kedatangan presiden, bahkan sampai bersitegang urat  leher dan adu fisik. Sah-sah saja kalau pengembang mau membuat  pencitraan di depan presiden dan pejabat daerah, karena pencitraan  adalah hal yang lumrah di negara ini, kita pun terkadang suka atau  bahkan minta untuk ditipu oleh berbagai pencitraan. Miris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H